webnovel

SECOND TIME

Mario Pratama, Mahasiswa UI yang meninggal terbunuh di rumahnya sendiri. Mendapat kesempatan kedua untuk menemukan siapa pembunuhnya karena polisi telah menutup kasus ini sebelum kasusnya selesai. Alifya Zahranti, salah satu siswi SMA PERMATA di Jakarta. Hidupnya menjadi berubah semenjak bertemu dengan pemuda aneh dan tampan yang meminta bantuannya untuk mengungkap kasus kematiannya.

dian_nurlaili · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
18 Chs

Part 13

"Bagaimana?" tanya Gabriel saat Ify sudah masuk ke mobil.

"Beres!" sahut Ify sambil mengenakan earphone kecil di telinganya.

Gabriel tersenyum tipis. Rencana hari ini lancar, Ify berhasil menempelkan penyadap suara ke pigura foto yang diperlihatkan oleh pembantu di rumah Dea tadi.

"Kamu dapat darimana sih alat itu?" tanya Ify heran. Pasti alat itu sangat mahal.

"Kepo, ya?"

"Nggak!" sahut Ify singkat dengan tangan terlipat di depan dada. Meski sangat ingin tahu, tapi ia juga tak mau jika terkesan ingin mau tahu banget. Setidaknya jual mahal sedikit biar Gabriel nggak terlalu mengejeknya, karena entah sejak kapan Gabriel selalu menempel padanya dan selalu menyiapkan hal yang ia perlukan untuk menyelesaikan kasus ini.

"Kenapa?" tanya Gabriel saat Ify tiba-tiba saja terdiam.

"Bagaimana kamu tahu?"

"Apanya?" tanya Gabriel bingung.

"Bukankah aku tidak pernah cerita masalah sebenarnya padamu?"

Gabriel mengangguk paham. "Apa kau akan percaya jika aku bilang kalau aku seorang analisi yang hebat?"

"Bermimpilah, aku tak akan percaya." Ify mendengus. Selalu saja pemuda satu ini terlalu percaya diri. Ify mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. Keduanya terdiam hingga mobil Gabriel berhenti di depan rumah Ify.

"Nggak nawarin masuk, pulang sana!" ucap Ify sebelum Gabriel sempat bicara.

Pemuda itu merengut, bibirnya mengerucut.

"Nggak usah pasang muka minta ditabok, tanganku terkadang bergerak otomatis."

Gabriel menormalkan ekspresinya lalu terkekeh. Ify memang tidak ada manis-manisnya sama sekali, sudah dibantu bukannya bilang terimakasih malah mengusir.

"Selamat beristirahat, Tuan Putri!"

Gabriel memberikan senyum terbaiknya sambil masuk ke mobil. Ify masih diam di tempat hingga mobil milik Gabriel melaju meninggalkan pekarangan rumahnya. Setelah mobil Gabriel hilang di ujung jalan, barulah Ify masuk ke rumahnya.

Tak terlalu jauh dari rumah Ify, tepat di atas dahan pohon mangga, Rio menatap interaksi keduanya. Ada senyum tipis terukir meski tangannya mencengkram dahan pohon mangga itu hingga buku-buku jarinya memutih.

****

Ify menghempaskan tubuhnya ke kasur, ia memandangi headshet yang menghubungkan dengan penyadap suara di rumah Dea. Sejauh ini belum ada sesuatu yang mencurigakan. Meski nanti ia tak bisa selalu mendengarkan apapun yang terjadi di rumah Dea, untung saja Gabriel memberikan alat yang tak tanggung-tanggung. Headshet itu dilengkapi dengan alat perekam suara yang bisa diputar ulang. Bentuknya sangat kecil, berwarna putih dengan dua tombol berbeda. Kata Gabriel tombol yang di atas untuk mengaktifkan headshet, sementara tombol yang dibawah jika ingin memutar ulang rekaman. Meski Ify selalu memakai saat sekolah, tak akan ada yang menyadari kecuali dia orang yang terlampau jeli.

"Kak, suruh turun sama Mama!" Ray berteriak dari luar pintu mmembuat Ify meletakkan headshet itu di meja belajarnya.

Meja makan sudah penuh dengan hidangan lezat yang menggiurkan. Ray sudah duduk manis beserta Ayahnya sementara Gina sibuk menyiapkan segala sesuatu.

"Wahhh, dalam rangka apa nih?" celetuk Ify sambil duduk di kursi yang bersebelahan dengan Ray.

"Kamu lupa?" Gina bertanya heran. "Kan hari ini ulang tahun kamu sendiri."

Mata Ify terbelalak lebar. Ia benar-benar lupa jika hari ini adalah ulang tahunnya. Pikirannya penuh dengan berbagai kejadian mengejutkan akhir-akhir ini. Tradisi di keluarga Ify memang seperti itu, mereka akan makan besar bersama saat ada salah satu anggota keluarga yang berulang tahun.

"Jangan bilang kalau Kakak beneran lupa?" celoteh Ray yang melihat wajah terkejut Ify.

Ify nyengir, memamerkan deretan giginya yang putih lalu menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Tumben kamu lupa, biasanya yang paling heboh ngingetin yang lain?" tanya Gina heran sementara Ayah hanya diam saja melihat interaksi keluarganya.

"Namanya juga manusia, Ma. Manusia juga punya salah dan khilaf," elak Ify yang dibalas dengusan bosan oleh Ray.

"Semoga aja lupa terus ya jadi gak susah-susah masak banyak kaya gini," ucap Gina takzim yang membuat Ify melotot kaget.

"Jadi Mama nggak ikhlas nih ceritanya?"

"Siapa yang bilang?" balas Gina tak terima.

"Mama tadi yang bilang."

"Mama nggak bilang apa-apa, iya kan, Ray?"

Ray mengangguk kuat mendukung Gina. Jika sudah seperti ini harapan Ify tinggal satu.

"Yah, lihat Mama sama Ray!"

"Sudah, Ma! Jangan goda Ify terus. Sebaiknya kita segera makan sebelum makanannya menjadi dingin." Ayah memang selalu menjadi penengah yang adil.

Setelahnya, keluarga itu menikmati makan malam bersama yang terasa sangat istimewa karena ulang tahun Ify.

****

Perut Ify terasa sangat penuh. Masakan mamanya memang tak ada duanya. Dengan langkah malas, Ify berjalan menuju kamar. Ia mengeryit, seingatnya tadi, lampu kamar dalam keadaan hidup saat ia tinggal makan malam, tetapi kenapa sekarang menjadi gelap gulita?

Tak ingin ambil pusing, Ify segera meraih saklar yang tepat berada di samping pintu. Saat lampu hidup, Ify terkejut karena banyak conveti yang yang menyembur. Di depannya telah berdiri Rio yang memegang conveti dan senyum lebarnya.

Happy birthday Ify

Happy birthday Ify

Happy birthday, happy birthday

Happy birthday Ify

Ify tak mampu membuka suara. Bibirnya membuka dan mengatup namun tak satupun kata yang keluar. Ia sangat spechless dengan kejutan yang diberikan Rio. Ya meskipun sederhana hanya dengan conveti dan lagu selamat ulang tahun, entah kenapa rasanya Ify sangat bahagia. Belum lagi suara merdu Rio yang mampu membiusnya hingga tak mampu berkata-kata. Ia tak menyangka suara Rio semerdu ini.

Ify terhenyak saat Rio melambaikan tangan di depan wajahnya.

"Malah melamun lagi, nggak seneng?"

Ify tersenyum lebar lalu menutup pintu. Ia tak sadar sedari tadi masih berdiri di depan pintu dengan keadaan pintu yang terbuka lebar. Untung saja tidak ada siapapun yang lewat sehingga mereka tidak akan tahu ada conveti yang terbang.

"Kenapa? Nggak seneng aku kasih kejutan?" tanya Rio dengan wajah cemberut yang dibuat-buat.

"Seneng, kok! Tapi darimana kamu dapat conveti itu?" tanya Ify heran. "Jangan-jangan kamu nyolong lagi."

Rio mendelik. "Enak aja. Tidak ada istilah nyolong dalam kamus hidup Rio."

"Memangnya kamu masih hidup?" ledek Ify.

"Iya juga ya, tapi tetap saja aku dapat ini halal, aku nggak nyolong." Rio tetap membantah.

"Iya, iya. By the way, makasih buat kejutannya," ucap Ify dengan senyum tertulus yang ia punya. Baru kali ini ia memberikan senyum secara tulus kepada makhluk yang selama ini terus merecoki hidupnya.

"Nah gitu dong! Kalau senyum kan cantik," celetuk Rio.

Ify membuang muka. Ia merasakan mukanya memanas mendengar celetukan Rio. Padahal ia yakin, Rio hanya spontan saja berbicara tanpa panjang lebar.

Ify kembali memandang Rio saat pemuda itu menyenandungkan lagu yang cukup populer. Lagu Jamrud, selamat ulang tahun.

Ify terdiam memandang Rio yang bernyanyi dengan sepenuh hati. Tanpa sadar senyum terus tersungging selama Rio bernyanyi. Selama ini ia memang bahagia, tetapi ia tak pernah sebahagianya ini. Rasanya perut sangat mulas saking bahagianya. Bibirnya terus berkedut dengan jantung yang berdebar lebih keras.

Selesai Rio bernyanyi, tanpa sadar Ify bertepuk tangan heboh. Rio terkekeh lalu mengusap pucuk kepala Ify.

"Biasa aja, suaraku memang bagus, kok!"

Ify tersadar dan mendengus. "Khilaf."

Pemuda bergigi gingsul itu memicingkan matanya lalu tergelak mendengar jawaban Ify yang gengsi mengakui kalau suaranya memang bagus.

****

See u next chap 👋👋

Thanks

_Dee

Sidoarjo, 14 Maret 2020