Teman-teman Rembulan selalu merasa rumah Rembulan adalah markas tempat mereka bisa berkumpul dan merasa bebas. Mereka akan ribut bercerita, tertawa terbahak-bahak, bahkan ada yang curhat tentang masalah percintaannya yang kadang tidak sukses. Mereka akan saling mengejek sampai mampus.
Bagi Rembulan kedatangan teman-temannya menjadi hiburan tersendiri. Dia bebas menjadi dirinya sendiri seperti masa-masa sekolah dulu.
Rembulan tidak pernah menyangka dia punya teman laki-laki sebanyak ini, padahal dia bukanlah cewek populer di sekolah. Bahkan dia termasuk perempuan yang tidak banyak bicara. Rembulan pernah menanyakan kepada teman-temannya kenapa mereka mau bergaul dengannya?
"Karena kamu mau menerima kita yang konyol, yang bertampang biasa-biasa saja, yang orang biasa-biasa aja dan mau tertawa sama kita bahkan menangis bersama kita kalau lagi ada yang kesusahan."
"Kamu tidak pernah protes dengan kelakuan kita yang kayak gini. Kamu walaupun nggak banyak bicara tapi kamu perempuan yang cerdas dan bisa diajak bicara tentang apa saja."
Dan perempuan yang mereka anggap cerdas ini tetap dianggap sebagai teman dekat oleh mereka tanpa pernah melibatkan urusan cinta di dalamnya. Tatapan mereka kepada Rembulan masih sama seperti dulu, tak ada yang berubah. Rasa sayang dan perhatian mereka masih sama seperti yang dulu. Rembulan pun tidak pernah melibatkan perasaan cinta buat teman-temannya. Namun, kali ini ada satu orang yang memandangnya dengan tatapan berbeda, Adrian.
Rembulan merasa mungkin karena sudah lama tidak bertemu, Adrian mengingat romansa jaman mereka sekolah. Tidak mungkin sampai sekian tahun Adrian masih menyimpan perasaan cinta untuknya. Tidak mungkin sampai sekian tahun tidak ada perempuan yang singgah di hati Adrian. Apalagi Adrian punya pekerjaan dan tampang yang bagus. Adrian sangat tampan.
"Bulan, kapan kau pulang?" Jhon bertanya dengan suaranya yang keras. Dia sedang duduk di balkon sambil menikmati makanan.
"Nggak tau, mungkin nanti mau dekat natal. Kenapa?"
"Kita pulang sama-sama ya?"
Akhirnya semuanya ribut membicarakan rencana kepulangan mereka ke Medan. Termasuk merancang rencana liburan bareng. Adrian yang berdiri di balkon hanya tersenyum kecut sambil melipat tangannya di depan dada. Orang tuanya sudah tinggal di Jakarta, tidak ada alasan untuk dia kembali ke Medan. Apalagi hampir semua keluarga besarnya ada di Jakarta.
"Tidak perlu lah kau iri lihat kami Adrian." Rio terkekeh melihat tampang Adrian yang masam.
Rembulan menyusul Rio, Jhon dan Adrian yang berada di balkon. Adrian langsung melangkah memilih duduk di samping Rembulan.
"Apa kesibukanmu sekarang?" Adrian bertanya setelah duduk di samping Rembulan.
"Aku menulis novel dan beberapa cerpen."
Rembulan menegakkan duduknya. Mendadak Jhon dan Rio meninggalkan mereka berdua di balkon dan memilih masuk bergabung dengan teman-temannya yang lain. Dari pembicaraan yang terdengar mereka lagi seru-serunya membahas klub sepakbola kesayangan mereka. Sepertinya Adrian tidak tertarik untuk bergabung membahas sepakbola dan memilih tetap bersama Rembulan.
"Aku sudah lama nggak ketemu kamu." Adrian berkata seperti bisa menebak pertanyaan yang ada di kepala Rembulan. Kenapa Adrian tidak ikut bergabung? padahal setahu Rembulan Adrian juga sering membahas sepakbola di kantin sekolah saat jam istirahat.
"Jadi?" Rembulan melihat ke arah Adrian.
"Aku pengen ngobrol sama kamu. Ceritakan padaku tentang novelmu, aku tahu kamu selalu antusias kalau membicarakan tentang novel."
Rembulan tersenyum lebar, laki-laki ini dari dulu selalu memperhatikan apa pun yang Rembulan suka dan tidak suka. Entah mengapa dulu Rembulan tidak bisa jatuh cinta pada Adrian.
Adrian meletakkan satu tangannya di belakang kursi Rembulan, seolah-seolah memeluk Rembulan dari belakang. Dia menunggu Rembulan menceritakan tentang dirinya.
***
Raditya masih merasa penasaran dengan suara-suara yang berasal dari rumah Rembulan. Biasanya rumah Rembulan selalu tenang, kalaupun ada suara yang terdengar adalah suara piano ataupun musik yang mengalun lembut. Namun, kali ini suara tertawa dan pembicaraan yang saling bersahutan. Raditya mengingat-ingat apakah Rembulan cerita kalau hari ini akan kedatangan tamu? Karena Rembulan sering menceritakan agendanya hari ini termasuk orang-orang yang dia temui. Sepertinya Rembulan tidak menyinggung tentang apa pun.
Raditya naik ke lantai dua rumahnya, mungkin kalau dari balkon rumahnya bisa terlihat kejadian di rumah Rembulan, karena Raditya merasa suara-suara itu terdengar dari lantai dua rumah kekasihnya.
Dari tadi dia menelepon Rembulan ingin menanyakan soal ini namun tidak tersambung. Baru kali ini dia menjadi sangat ingin tahu dan semua karena Rembulan.
Raditya berada di balkon dan melihat tiga orang laki-laki teman Rembulan sedang berada di balkon. Satu orang berdiri dengan pandangan mata ke arah dalam rumah dan dua orang duduk ngobrol sambil makan. Raditya hendak meninggalkan balkon menuju ke dalam rumah, dia tidak ingin terlihat ingin tahu. Namun diurungkannya niatnya untuk masuk saat mendengar nama Rembulan dipanggil dan gadis itu berjalan ke balkon, duduk di situ.
Raditya mengawasi dari jauh. Ternyata hanya pembicaraan antar teman, mungkin mereka sedang reuni. Ketika Raditya melihat laki-laki yang berdiri itu menatap ke arah Rembulan dan Raditya merasa tatapan itu sangat berbeda. Raditya tak jadi beranjak dari balkon, dia memilih duduk dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Raditya seolah-seolah menunggu langit berubah warna menjadi senja. Padahal dia sedang mengawasi sekumpulan orang yang berada di balkon, terutama mengawasi laki-laki yang akhirnya memilih duduk di samping Rembulan.
Matanya sekali-kali diarahkan ke balkon rumah Rembulan. Raditya terperanjat ketika laki-laki itu meletakkan tangannya di belakang kursi Rembulan. Terkesan sangat akrab dan intim.
Kenapa Rembulan harus tersenyum semanis itu? Ekspresi wajahnya terlihat bahagia. Kenapa mereka hanya berdua berada di balkon? Seolah-olah mereka sengaja ditinggalkan dan memberi kesempatan untuk bicara intim. Apakah itu hanya prasangkanya saja? Melihat dari cara mereka berdua bersikap, Raditya yakin pasti pernah ada sesuatu diantara mereka berdua.
Raditya semakin tidak tenang, rahangnya mengeras saat mendengar Rembulan tertawa dan menepuk punggung laki-laki disampingnya. Laki-laki itu menangkap tangan Rembulan dan memegangnya sambil matanya menatap Rembulan dengan tatapan yang penuh arti. Sungguh Raditya tidak rela.
Raditya menghitung dalam hati lalu berdoa, dia menekan ponselnya berharap kali ini Rembulan menerima teleponnya.
***
Rembulan beranjak dari tempat duduknya ketika teman-temannya memanggil namanya. Ponselnya berdering. Rembulan berjalan menjauh dari teman-temannya saat nama Raditya terbaca di layar ponselnya.
"Hallo Dit, kamu dimana?"
"Siapa laki-laki yang duduk disampingmu? Kalian terlihat akrab sekali." Raditya bertanya dengan nada biasa, tapi Rembulan tahu laki-laki ini sedang cemburu.
Oh, dia sedang berada di balkon rumahnya dan pasti melihat kedekatan aku dan Adrian.
"Dia teman sekolahku dulu. Ini beberapa temanku datang ke rumah." Rembulan menjelaskan dengan singkat, nanti apabila berdua dengan Raditya dia akan menjelaskan secara lengkap.