Saat jam menunjukkan waktu yang telah ditentukan, Raditya segera bergegas menjemput Rembulan. Mobil diparkir di depan gerbang rumah Rembulan. Raditya mengetuk pintu, menantikan Rembulan membukanya.
***
Begitu membuka pintu rumah, Rembulan terpaku melihat Raditya. Dia memakai kemeja putih lengan panjang yang digulung sesiku dan celana jeans berwarna biru sebagai bawahannya. Sejenak Rembulan memuaskan pandangan matanya.
"Kita berangkat sekarang?"
"Ya ! Kamu menjemputku dengan mobil seolah-olah rumahku sangat jauh." Rembulan tertawa kecil.
"Bukankah begitu yang dilakukan orang yang pergi berkencan?"
"Kencan?"
"Iya, kencan...kamu dan aku pergi berdua, apa namanya kalau bukan berkencan."
"Oh, aku mengerti maksudmu. Jadi kita berdua berkencan...Baiklah, aku akan pergi berkencan denganmu."
Raditya membuka pintu mobil untuk Rembulan dan mempersilahkan Rembulan masuk dengan tangannya.
"Aku akan dibawa kemana dengan kereta kudamu ini?"
"Bagaimana kalau kita nonton bioskop?Setuju?" Rembulan mengangguk.
***
Berjalan berdua dengan Raditya membuat Rembulan harus ekstra sabar. Terkadang Rembulan harus menyingkir demi para penggemar yang minta foto berdua dengan Raditya. Atau sesekali harus berhenti demi sekedar bersalaman atau memberikan tanda tangan.
Ada saat Rembulan akan pergi demi penggemar yang minta foto, Raditya refleks menarik tangannya dan tak mau melepaskan. Raditya memandang Rembulan lekat, dan memberikan isyarat dengan bibirnya, agar Rembulan tetap berada disisinya. Namun Rembulan cukup tahu diri. Para penggemar itu tidak menginginkan dirinya disitu.
Barulah setelah berada di dalam bioskop, mereka berdua bisa duduk dengan tenang tanpa ada yang mengganggu.
***
Keluar dari bioskop, sudah banyak yang menunggu Raditya. Mereka berkerumun setelah melihat Raditya. Dia langsung memegang tangan Rembulan, dan tak ingin Rembulan pergi. Namun para penggemar itu beberapa ada yang saling dorong sehingga membuat pegangan Rembulan terlepas, bahkan Rembulan nyaris terjatuh.
Rembulan memilih duduk dan melihat Raditya dari jauh. Laki-laki itu terlihat tidak tenang, dia menjulurkan kepalanya dan mencari keberadaan Rembulan. Begitu matanya bertemu dengan Rembulan, Raditya berjalan cepat dan berusaha mengurai kerumunan yang ada. Dia segera menarik tangan Rembulan dan mengajaknya segera berjalan. Sebenarnya mereka berdua seperti setengah berlari.
Sampai di dalam mobil, Raditya segera menghembuskan napas. "Rembulan, maafkan aku."
"Nggak apa-apa, itu resiko dari pekerjaanmu."
"Harusnya aku tadi memakai masker dan topi agar tidak dikenali. Aku lupa membawanya, karena aku terlalu bersemangat akan pergi berkencan dengan kamu."
"Keuntungannya adalah, aku jadi ikut terkenal. Semoga diriku tidak muncul di gosip selebriti kalau aku adalah pacarmu." Kemudian Rembulan mendadak terdiam. Kehidupanku tidak akan sama lagi setelah ini. Berharap para wartawan infotainment itu tidak mengorek kehidupan pribadinya.
"Maafkan aku Rembulan," katanya sekali lagi, sepertinya Raditya bisa membaca kegundahan hati Rembulan.
"Nggak apa-apa Dit, aku baik-baik saja."
Raditya melajukan mobilnya, sesekali matanya melirik Rembulan yang hanya diam memandangi jalanan.
"Kita makan dulu ya?"
"Dit, aku mau pulang aja." Rembulan tidak mau kejadian seperti tadi terulang lagi.
"Aku akan membawamu ke suatu tempat, dan aku tahu di tempat itu kamu tidak akan merasa terganggu dengan para penggemarku."
Raditya masih ingin bersama Rembulan, dan mencoba selama mungkin menahan Rembulan agar mau menghabiskan waktu bersamanya.
Raditya membelokkan mobilnya ke suatu tempat berbentuk rumah dengan halaman yang luas dan pepohonan yang rindang.
"Ini restoran milik temanku. Ayo, masuk!"
Di bagian dalam terdapat beberapa ruangan dengan lampu-lampu kristal yang indah. Raditya memilih satu ruangan yang kecil yang hanya muat untuk sekitar empat orang tamu. Terkesan lebih privat, benar kata Raditya kalau disini dia tidak akan terganggu dengan penggemar Raditya.
***
"Pernahkah kamu merasa lelah dengan semua ini?"
"Maksudmu seperti kejadian tadi?"
Rembulan mengangguk. Dia yang hanya melihat saja sudah merasa lelah.
"Pernah, duniaku terlalu ramai, terkadang aku membutuhkan untuk keluar sejenak dari dunia yang hiruk pikuk seperti ini." Rembulan melihat Raditya terus menatapnya. Rembulan merasakan desiran yang merambat di relung hatinya.
"Aku selalu merahasiakan identitasku dan lebih nyaman memakai nama pena dalam tulisan-tulisanku. Seorang penulis memang tidak setenar aktor atau artis. Tapi begitu novelnya difilmkan atau di buat drama maka mau tidak mau, suka tidak suka seorang penulis akan masuk dalam pusaran dunia yang hiruk pikuk tadi. Aku menghindarinya. Aku nyaman dengan duniaku yang sekarang. Bukan...aku bukan menyalahkanmu, aku hanya ingin menceritakan alasan aku harus memakai nama pena dan menyembunyikan diriku."
Baru kali ini Rembulan bicara begitu panjang pada Raditya.
"Aku mencari novelmu dan tak menemukannya, pantas saja aku nggak bisa menemukannya kalau di mesin pencarian aku menggunakan nama Rembulan." Raditya tersenyum kecil, "Boleh aku tahu nama penamu."
"A-Luna." Rembulan menjawab singkat.
"Kesatria dan Dewi Langit!" Raditya membelalakkan matanya. Tak percaya.
"Kamu membaca novelku?" Rembulan tersenyum lebar. Hatinya bahagia.
"Aku jadi pemeran utamanya, novel itu kan difilmkan. Aku pasti membacanya. Kamu tidak menonton filmnya?" Raditya heran kalau Rembulan tidak menonton film yang diadaptasi dari novelnya.
"Nggak, aku tidak suka menonton film yang diadaptasi dari novel, biasanya karena durasi ceritanya tak akan selengkap novelnya. Tapi film itu bagus mendongkrak penjualan novelku." Rembulan tersenyum sumringah.
"Rembulan, kali ini aku memintamu untuk menonton filmnya." Raditya memohon pada Rembulan, "Aku mau kamu melihat aktingku."
"Kamu tahu, aku adalah salah satu penggemarmu. Aku punya novelmu di rumah, bolehkan minta tanda tanganmu?" Rembulan tertawa mendengar permintaan Raditya. Lalu mengangguk menyetujui permintaan Raditya.
***
Dari dulu Rembulan memang tidak terlalu suka menonton film atau drama yang diadaptasi dari novel. Dia sering merasa kecewa, apalagi kalau novel yang dijadikan film itu adalah novel dari penulis favoritnya.
Pernah beberapa kali dia menonton film dari adaptasi novel dan setelah beberapa kali menonton, dia menetapkan di dalam hati tidak akan menonton lagi film seperti itu. Termasuk film yang diadaptasi dari novelnya. Dia tidak berminat untuk menonton.
Saat novel Kesatria dan Dewi Langit dipinang untuk difilmkan, Rembulan tidak cepat mengambil keputusan. Dia menimbang-nimbang untung ruginya. Rembulan nyaris menolak. Sarah yang gigih merayu dan mengatakan bahwa ini bagus untuk mendongkrak penjualan novelnya. Orang akan penasaran dan tidak hanya membeli novel Kesatria dan Dewi Langit tapi juga akan mencari novel Rembulan yang lain.
Kata-kata Sarah terbukti benar, novelnya laris bahkan menjadi novel best seller . Untuk masuk ke penerbit besar saja sangat tidak mudah apalagi bisa menjadi novel terlaris. Rembulan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai semua ini.
Kini Raditya memintanya menonton film itu, Rembulan tak harus harus berkata apa. Di satu sisi dia menyalahi ketetapan yang sudah dibuatnya. Tapi dia juga tak kuasa menolak permintaan Raditya.
Rembulan memandangi laki-laki yang duduk didepannya.
Duh....