webnovel

Cut and Wrap

Raditya menerima tendangan dan pukulan bertubi-tubi. Dia mengelak dengan badannya yang dimiringkan ke kiri dan ke kanan. Tangannya menangkis serangan lalu dia berputar, memberikan tendangan lurus ke arah dada lawannya. Peluhnya mulai bercucuran, keringat menempel pada bajunya. Sedetik dia seperti hilang konsentrasi, matanya kurang awas, pukulan dan tendangan itu mengenai wajah dan tubuhnya. Raditya membalas walaupun tubuhnya terasa sakit, dan wajahnya terasa panas.

"Cut! And Wrap!" Bang Ari berteriak lantang.

Semua bertepuk tangan gembira, proses syuting telah selesai. Raditya tersenyum tipis, dia masih merasakan panas di wajahnya dan tubuh yang terasa ngilu. Tadi saat melakukan adegan laga dia sempat hilang konsentrasi sebentar. Namun Raditya tak mau berhenti, dia harus menyelesaikan syuting malam ini.

Raditya mengobati luka di pipi dan sedikit di sudut bibir, terasa perih. Venita mendekat, raut wajahnya terkejut melihat luka di pipi Raditya.

"Sakit?" Venita mengulurkan tangannya, ingin menyentuh luka Raditya. Namun Raditya menahan tangan Venita dengan tangannya ," Nggak apa-apa, nanti juga sembuh."

"Sini aku plester!" Venita mengambil plester dari tangan Raditya yang berdiri di depan cermin.

"Nggak usah, aku bisa sendiri." Raditya berusaha mengelak.

"Kamu itu lho, dibantu begini aja nggak mau." Venita mulai menggunting plester sampai sesuai dengan ukuran yang dia inginkan lalu menempelkannya perlahan pada pipi Raditya.

"Yang mana lagi yang luka?"

"Nggak ada, cuma ini."

"Tanganmu atau kakimu, badanmu?" Venita menarik tangan Raditya, menyingsingkan lengan baju Raditya. Memeriksa dengan seksama.

"Sampai memar begini. Kamu harus periksa ke dokter."

"Nggak apa-apa Ven. Terima kasih ya." Raditya mengucapkan rasa terima kasihnya dengan tulus. Walaupun dia sedikit terganggu dengan perhatian dari Venita.

"Sorry Bro, jadi memar-memar begini." Lawan tandingnya mendatangi Raditya. Melihat lengan Raditya yang memar dan luka di wajahnya.

"Santai aja Bro, aku yang salah juga tadi hilang konsentrasi. Jadinya begini. Udah biasa kalau cuma kayak gini." Raditya meringis, tangannya bersalaman dengan lawan tandingnya.

Untuk pemain film laga, hal-hal seperti ini sudah biasa. Raditya sudah tahu resikonya. Dia menikmati rasa sakit di tubuhnya. Besok mungkin tubuhnya akan terasa ngilu karena tadi tendangan dan pukulan yang dia terima sangat keras. Tidak mengapa, syuting juga sudah selesai. Raditya bisa berlibur selama satu hari. Setelah itu jadwal pemotretan dan iklan mulai menanti.

Setelah semua beres, Raditya berpamitan dengan Bang Ari dan beberapa kru. Venita menghampirinya, "Besok bisa menemani aku?"

"Kemana?"

"Acara ulang tahun sepupuku." Venita terlihat berharap Raditya bisa menemaninya. Apalagi Venita sudah sedikit sesumbar pada sepupunya kalau dia bisa mendapatkan Raditya dan akan membuktikan dengan mengajak Raditya ke pesta ulang tahun.

"Sepertinya aku nggak bisa Ven, aku ingin beristirahat," tolak Raditya.

"Ayolah Dit, acaranya malam kok. Nanti aku jemput kamu." Venita terlihat memelas agar Raditya jatuh iba. Raditya diam menimbang-nimbang, sebenarnya dia ingin mengajak Rembulan pergi ke suatu tempat. Tapi melihat Venita yang sepertinya membutuhkan dirinya, Raditya merasa nggak enak untuk menolak. Biar bagaimanapun selama syuting mereka menjadi dekat. Venita juga baik pada dirinya. Raditya mengangguk, "Jam berapa?"

"Aku jemput kamu jam tujuh malam ya?" Venita terlihat bahagia.

"Nggak masalah dengan wajahku yang seperti ini? Karena ini nggak bisa sembuh dalam satu malam ." Raditya menunjuk wajahnya.

"Kamu tetap terlihat ganteng kok." Venita tersenyum lebar. "Sampai ketemu besok malam ya?"

***

Raditya melihat rumah Rembulan yang terlihat gelap. Matanya menangkap sedikit cahaya di bagian depan. Sepertinya dia belum tidur, mungkin dia sedang menulis novel. Raditya membayangkan Rembulan dengan rambut panjangnya yang biasa diikat dengan karet gelang atau kadang digelung tak beraturan, sedang menghadapi laptop dengan wajah serius khas Rembulan. Raditya suka kalau Rembulan menggelung rambutnya, melihat anak-anak rambut yang menjuntai, di mata Raditya perempuan itu terlihat seksi.

Raditya tersenyum mengingat Rembulan. Perempuan itu terlihat berbeda, bukan perempuan yang biasa ditemui Raditya dalam keseharian pergaulannya. Rembulan perempuan yang tenang dan Raditya merasa nyaman didekatnya. "Besok pagi akan ku temui kamu," katanya dalam hati sambil matanya melihat lurus ke ruangan yang berpendar sedikit cahaya.

***

Rembulan sedang sibuk berada di lantai dua saat dia mendengar pintu rumahnya diketuk. Rembulan berteriak agar Raditya masuk dan langsung naik ke lantai dua. Rembulan tahu itu pasti Raditya, karena ini jam biasanya Raditya berkunjung untuk sarapan dan minum kopi. Tadi Rembulan sengaja membuka pintu rumahnya agar saat Raditya datang dia tinggal berteriak dan tak perlu repot-repot harus turun membuka pintu. Rembulan juga sudah menyiapkan semua di lantai dua. Raditya bisa sarapan di balkon. Rembulan mendengar langkah kaki Raditya dan suaranya yang memanggil Rembulan.

"Langsung naik aja dan tolong tutup pintunya ya." Rembulan membalas panggilan Raditya. Rembulan mendengar Raditya menaiki tangga. Suara langkah kakinya sangat khas, Rembulan mulai mengenal langkah kaki Raditya.

***

Raditya mendengar suara Rembulan memanggilnya. Betapa dia merindukan suara itu. Rembulan memintanya naik ke lantai dua. Sedang apa sih dia? Dari nada suaranya sepertinya dia sibuk sekali.

Begitu tiba di lantai dua, Raditya melihat ruangan yang sekelilingnya berdiri rak tinggi berisi berbagai buku. Ada satu sofa panjang dengan motif kotak-kotak hijau putih terkesan lembut dan wall paper yang berwarna hijau, yang juga memberi nuansa lembut. Dilantai dihamparkan karpet yang diberi bantal-bantal persegi yang berukuran besar. Sangat nyaman.

Raditya bersiul kagum melihat deretan buku yang dipajang di rak. Entah berapa ratus judul buku yang ada di situ. Rembulan sedang sibuk menyusun buku, lalu menoleh saat mengetahui kedatangan Raditya. Ada tetesan keringat di dahi Rembulan, rambutnya digelung tak beraturan dengan anak-anak rambut yang menjuntai. Ingin rasanya Raditya mendekap perempuan itu ke dalam pelukannya. Namun dia hanya bisa memandang Rembulan lekat.

"Kenapa pipimu dan bibirmu?" Rembulan berjalan mendekat, mengamati luka-luka Raditya. Jarak mereka hanya sejengkal, Raditya memandang bibir Rembulan. Ingin rasanya Raditya mencium bibir itu.

"Sakit?" Rembulan menyentuh lukanya pelan, seakan takut menyakiti Raditya. Tak ada jawaban, Raditya bahkan tak berani bergerak. Dia tak ingin Rembulan menjauh. Mungkin Rembulan menyadari kalau jarak mereka terlalu dekat, akhirnya dia menjauh dan terlihat canggung.

"Aku sudah terbiasa dengan luka-luka ini, salah satu resiko jadi aktor laga. Mungkin beberapa hari ini aku tidak bisa memberikan senyum terbaikku."

"Aku akan tetap memberikan kopi dan sarapan untukmu. Tenang saja." Rembulan membalas sambil tertawa kecil.

"Kamu bisa duduk di balkon atau di sofa, aku merapikan ini sebentar. Nanti aku akan bergabung denganmu." Rembulan menunjuk ke arah balkon.

Raditya melihat sepoci kopi, cangkir dan piring yang berisi kue,roti juga telur mata sapi di atas meja kecil yang diberi taplak meja putih. Raditya merasa bahagia.

Keterangan :

Wrap adalah istilah dalam syuting yang artinya adegan tidak perlu ada yang diulang dan menandakan proses syuting sudah selesai. Biasanya kru akan bertepuk tangan menyambut teriakan ini.