webnovel

Aku rindu

Raditya berjalan bolak-balik dari dalam rumah ke balkon, sebentar dia melongok ke arah rumah Rembulan. Terkadang dia mendengar suara tawa Rembulan. Raditya mengeraskan rahangnya. Dia tidak rela Rembulan tertawa semerdu itu karena mendengar lelucon dari laki-laki lain.Diingatnya selama bekerjasama dengan Bang Ari, dia bukan jenis sutradara yang suka bercanda, selalu serius.

Kenapa dengan Rembulan berbeda?Lelucon apa sih yang sudah dikatakan Bang Ari sampai Rembulan tertawa?

Apalagi saat mengingat kata-kata Venita kalau Rembulan adalah mantan pacar Bang Ari saat SMA. Raditya semakin merasa tak rela Bang Ari berlama-lama di rumah Rembulan. Sesekali dia duduk di balkon terus memandangi rumah Rembulan. Lalu masuk lagi ke dalam melihat jam dinding. Lima menit terasa lama buat Raditya.

Raditya memilih memasang musik keras-keras seperti kebiasaannya kemarin-kemarin. Dia tidak perduli kalau ada tetangga yang merasa terganggu dengan suara musiknya. Biasanya dia akan memasang musik keras saat dia butuh pelampiasan atas kemarahannya atau kalau tubuhnya sedang merasa letih. Musik seperti memacu adrenalinnya.

Raditya melihat saat Bang Ari keluar dari rumah Rembulan. Dia mengintip seperti tetangga yang ingin tahu. Bukannya memang dia ingin tahu? Hanya dengan Rembulan dia begini.

Raditya masih melihat mereka berdua ngobrol di gerbang rumah, Rembulan tersenyum manis, sesekali dia menutup mulutnya dengan tangan seolah menahan tawa. Kenapa dia harus tersenyum seperti itu? Raditya merasa geram.

Saat Rembulan melambaikan tangan, terdengar mereka mengatur janji untuk bertemu. Denganku saja dia tidak bisa memastikan kapan bisa bertemu? Hah! Apa-apaan itu!

Begitu mobil Bang Ari pergi, Raditya masuk ke dalam rumah. Berganti pakaian dan mengambil kunci mobil dan memilih pergi. Dia ingin menghilangkan rasa jengkelnya. Mungkin kalau berkumpul dengan teman-temannya, dia bisa menghilangkan kemarahannya. Dia tahu dimana bisa menemukan teman-temannya. Biasanya jam segini mereka sedang asyik nongkrong di klub.

***

Rembulan tak pernah bisa menolak Ari...tak pernah.

Rembulan selalu jatuh ke dalam pesonanya. Saat Ari mulai merayu, mengucapkan kata-kata yang manis, Rembulan akan jatuh hati.

Sesaat mereka mengenang masa-masa sekolah, membolos jam pelajaran terakhir demi bisa menonton bioskop jam 12 siang, dengan harga murah.

Mengingat, Rembulan pernah sangat terkejut dipanggil oleh petugas piket sekolah karena menerima surat yang ternyata dikirimkan Ari lewat pos.

"Kenapa setelah kamu pergi jauh malah tidak pernah mengirimiku surat?" Namun, pertanyaan itu hanya sekedar pertanyaan tanpa kemarahan. Rembulan sudah terlalu letih untuk marah pada Ari.

"Saat itu aku masih mahasiswa baru, sedang bersemangat dengan kuliah dan semua hal yang berhubungan dengan kampus. Apalagi jurusan yang aku ambil sudah lama aku inginkan. Terus terang aku jadi sedikit melupakanmu. Maksudku hal-hal seperti mengabari dirimu, mengirimkan surat padamu. Aku seperti tak punya waktu. Saat keinginan itu hadir, aku menjadi merasa malu karena waktunya sudah lama. Aku tahu kamu pasti marah. Namun kamu selalu di hatiku, kamu selalu menempati tempat yang spesial dalam diriku."

"Saat akan berangkat ke Jakarta seharusnya kamu bisa datang padaku, sekedar berpamitan. Apa kamu nggak pernah pulang dan datang padaku?"

"Maafkan aku Rembulan." Entah sudah berapa kali Rembulan mendengar kata maaf dari mulut Ari. Malam ini Rembulan memuaskan semua pertanyaan yang selama ini berputar di otaknya.

"Aku akui aku bersalah padamu. Aku terlalu egois dan tidak memikirkan kamu. Semua hanya berpusat pada diriku. Maafkan aku."

***

Tepat seperti dugaan Raditya, teman-temannya sedang berada di klub...minum-minum seperti biasa sambil mendengar musik yang bising dan volumenya sangat kencang dengan lampu yang berputar-putar. Raditya terbiasa dengan suasana seperti ini. Dia menyukainya.

"Hei, Bro! Kapan datangnya? Udah kelar syuting?"

"Besok gue masih syuting di Jakarta. Gue kangen aja sama kalian."

"Dengar-dengar kabar Venita deketin ,Lo."

"Gila ya, beritanya cepet banget sampai ke sini!" Raditya merasa heran, dia bicara sambil menggelengkan kepala.

"Hei, Bro! Sekarang berita apapun yang menyangkut lo pasti cepat beredar. Siapa tuh cewek yang lo gandeng di bioskop?Itu udah masuk infotaiment, tau gak Lo?"

"Kayaknya gue baru jalan sama tuh cewek tadi siang. Berita kapan tuh?"

"Sore lah...!"

Raditya memikirkan Rembulan, bagaimana perasaan Rembulan saat tahu berita ini. Takutkah dia? Sedihkah atau bahagia?

Rembulan tak mungkin bahagia. Saat ini saja dia menyembunyikan identitasnya sebagai penulis novel terkenal. Rembulan bukan penyuka kehidupan yang berbau selebritas. Raditya takut Rembulan akan menjauh darinya. Raditya takut Rembulan menjadi tidak nyaman, karena setelah ini Raditya yakin banyak orang yang mulai mencari semua tentang hal Rembulan. Bagaimana kalau Rembulan menjauh darinya?

Raditya menyesali keteledorannya tadi siang, melupakan topi dan masker yang jadi andalannya kalau pergi ke tempat ramai saat dia butuh privasi.

Ternyata berkumpul dengan teman-temannya, minum-minum tidak membuat dirinya menjadi nyaman. Hatinya semakin rusuh. Raditya memilih untuk pulang, apalagi besok dia masih harus syuting. Tubuhnya harus bugar, penampilannya harus terlihat prima.

***

Rembulan duduk di ruang tengah sambil membaca beberapa bab novel yang dia tulis. Rembulan akan membaca berulang-ulang sampai dia yakin tulisannya sudah pas, walaupun setelah ini editor akan tetap memberikan masukan untuk tulisannya. Bisa beberapa paragraf bahkan satu bab penuh akan dikritik tanpa ampun apabila memang tulisannya masih banyak lubang di sana-sini.

Mendadak Rembulan memikirkan Raditya, tadi sepertinya terdengar suara musik yang begitu keras dari rumah Raditya. Sekarang kenapa mendadak sunyi? Mungkin Raditya sudah tidur.

Rembulan kembali membaca novelnya, lalu menyerah. Pikirannya sedang tidak bisa berkonsentrasi. Dia menutup laptop, dan memilih berbaring. Dari rumah Raditya, dia mendengar suara pagar dibuka dan suara mobil. Oh, ternyata Raditya baru pulang, bukan pergi seperti dugaannya.

Rembulan tetap pada posisinya berbaring di sofa. Mungkin setelah ini dia bisa berkonsentrasi dengan tulisannya.

Setelah satu jam tidak terdengar suara apapun dari rumah tetangga sebelah. Rembulan sedari tadi memasang telinga. Dia masih belum ingin membaca tulisannya lagi.

Akhirnya Rembulan memilih untuk menyeduh kopi. Saat menyesap kopi, dia merasakan hormon-hormonnya bekerja sehingga dapat membangkitkan mood yang tadi sempat hilang.

Setelah menyesap kopi, Rembulan memilih memainkan piano sebelum mulai menulis. Dia membutuhkan itu untuk mendapat inspirasi.

Rembulan menyukai musik yang bertempo lambat, dan terkesan mendayu.

Setelah dia memainkan beberapa lagu, suara ponselnya berdering. Nama Raditya tertera pada layar ponselnya. Kenapa Raditya belum tidur di malam selarut ini?

"Hei, mainkan satu lagi dan aku akan tertidur." Rembulan membayangkan Raditya pasti sambil tersenyum mengatakannya. Dia bisa merasakan.

"Kenapa belum tidur? Bukannya besok kamu masih harus syuting?"

"Aku rindu."