webnovel
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Remaja
Peringkat tidak cukup
268 Chs
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

Orientasi Desain dan Proses

Jerry menarik kursi di sebelah brangkar rumah sakit tempat Anjani terbaring lemas. Selang infus terhubung ke tangan kanan gadis itu, membuatnya susah payah untuk sekedar menerima buket bunga dari Jerry. Berakhir Jerry yang menaruhnya di pinggir.

"Gimana kabar Kamu? Feels better?" tanya Jerry membuka pembicaraan. Anjani hanya tersenyum tipis, "Baik, Kak."

"Baik tapi gak better? Atau better tapi gak baik?" canda Jerry, memelintirkan kata-kata, memaksa Anjani berpikir meski malas, "Bingung."

Jerry tergelak, "Yaudah, jangan dipikirin, rileks aja pikirannya. Kamu tuh kebanyakan mikir ya kayaknya sampai sakit? Aku sedih ngeliatnya," ujarnya, menumpukan tangan mereka. "Kenapa gak bilang? Gak cerita sama Aku?"

"Cerita apa?"

"Tentang Kamu. Semua, yang Aku gak tau," jawab Jerry, menatap lurus mata Anjani yang kini seolah merasa tertangkap basah, "Masa Aku dengernya dari Dokter Kama?"