webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
268 Chs

More Than Privacy

Nalesha bertepuk tangan paling keras sendiri begitu Dhaiva selesai memainkan satu lagi di aula pentas sekolahnya. Tingkah anehnya itu mencuri perhatian orang-orang yang hadir di ruangan besar itu. Tidak terlalu ramai sih, tapi tetap saja, Dhaiva jadi malu sendiri. Maka segera setelah turun panggung, hampir saja Dhaiva memukulnya dengan biola, kalau tidak sayang alat musik.

"Ih? Kok dicubit?" protes Nalesha, berbisik dramatis.

Dhaiva memutar matanya malas, lalu Nalesha menariknya duduk di kursi sebelahnya, "Minum nih, tadi Saya beliin diluar," ujarnya, memberikan sekaleng jus buah jambu murni. Hm, itu kesukaan Dhaiva, "Makasih, Beb ..."

"Hah? P-pardon?" Nalesha sepertinya salah dengar, namun sayang tidak ada siaran ulang baginya, "Pasti Kamu diliatin sama cewe-cewe hitz diluar tadi ya?" tanya Dhaiva mengalihkan isu.

Nalesha tersenyum miring, "Saya gak sepopuler itu, please?"

Bab Terkunci

Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com