webnovel

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
268 Chs

Huntington Disease

Dhaiva meregangkan otot-otot tangannya begitu selesai dengan slidia presentasi sejarah Eropa klasik yang akan dipaparkannya besok siang. Nalesha di sebelahnya tampak tak terlalu terganggu dengan pergerakannya yang boros tempat sampai menyenggol-nyenggol Nalesha tak sengaja.

"Ngerjain apa sih, Lesh?"

"Hm? Biologi ini, lusa ada ujian blok," jawabnya tanpa beralih dari layar laptop di pangkuannya.

Dhaiva mengangguk, lalu dengan santainya bersandar di bahu Nalesha, mengintip pekerjaannya.

"Pegel, Va. Gak kasian sama Saya apa Kamu?" Nalesha mengeluh, Dhaiva hanya tertawa, malah lanjut saja mencoba tertidur disana.

"Kalau udah selesai belajarnya mending tidur sana, udah malem juga," titah Nalesha. Tak ada jawaban dari Dhaiva. Melirik sedikit, rupanya benar saja kalau Ia sudah tertidur.

Bab Terkunci

Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com