webnovel
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

School of Persona

Bagaimana rasanya hidup sebagai remaja di tahun 2042-2043? Ditengah perkembangan zaman yang semakin pesat dan kompetitif? Mereka itulah yang disebut sebagai ‘Generasi Emas Indonesia 2045’. Berdirilah School of Persona (SP). Sebuah asrama yang dibangun sebagai tempat pembinaan kompetensi dan kepribadian para remaja SMA penerima Haikal Scholarship in Leadership (HSL). Penghuni asrama elit itu sangat heterogen, mereka dituntut untuk memahami berbagai perbedaan persona di dalamnya. Mereka memiliki sisi yang membanggakan, normal, hingga 'liar' secara bersamaan. Bukan kamuflase, itu hanya ukum tiga wajah; pribadi; keluarga; publik. Banyak persoalan, rahasia dan masalah muncul diantara mereka, lama kelamaan membesar, lalu meledak sebagai bom waktu. Lalu, mampukah mereka membangun diri sekaligus menghadapi tantangan besar generasi mereka itu? Unlock the answer by reading this story! ------ Halo, Readers! Selamat datang di novel keempat Aleyshia Wein. Konsep novel ini adalah Fiksi Realistik dengan sentuhan Literary Fiction. Meskipun demikian, sisi romantis akan tetap ada tipis-tipis, baik diantara para penghuni School of Persona, atau Adriana dan Haikal. Author menyarankan untuk terlebih dahulu membaca karya kedua Author yang berjudul 'Laboratory Doctor and Activist' untuk lebih dekat dengan karakter dan kisah Adriana Gerrie dan M. Faqih Haikal yang terbilang cukup filosofis mendasari berdirinya The School of Persona. Seperti biasa gaya bahasa akan cenderung teknis, dan beberapa istilah advanced akan dijelaskan dalam notes Author. Happy reading! Regards, Aleyshia Wein.

aleyshiawein · Remaja
Peringkat tidak cukup
268 Chs
#COMEDY
#CAMPUS
#TEEN
#FUTURE

"Lead to Dystopia"

Rendy melirik Dhaiva diam-diam lewat spion depan begitu Ia memberhentikan mobil di perempatan jalan, kebetulan lampu lalu lintas tengah berubah merah, pun mereka antri agak belakang. Depok kembali macet sore itu, tak terhindarkan bising dan polusinya diluar sana. Kehidupan superjenuh perkotaan itu belum teratasi dengan baik sampai sejauh ini. Sama jenuhnya dengan Rendy di dalam mobil tanpa percakapan barang satu kalimatpun dengan Dhaiva. Gadis itu tak tertidur, hanya menatap keluar jendela samping, entah apa yang menjadi fokus kedua matanya.

"Ekhm …" Rendy pura-pura membersihkan tenggorokannya yang sama sekali tak gatal itu, namun sukses membuat Dhaiva meliriknya sekilas meski masih tanpa suara. "Lapar gak?"

"Hah? Enggak."

Rendy mengangguk, kembali melajukan mobil beberap sentimeter begitu melihat celah, sebelum terdahului pesepeda motor nan agresif, "Anyway, kenapa keliatannya sedih setelah pulang dari reuni SP?"

"Kata siapa?"