#Herman Pov
...
Senang sekali rasanya aku hari ini. Gak tahu entah kenapa setiap berada di dekatnya hatiku terus berdebar karenanya. Apalagi baru saja aku mengetahui alamat rumahnya dengan cara aku mengantarnya pulang.
Ya meskipun bersama dengan papaku.
Karena aku di larang untuk mengendarai mobil sendiri.
Semua kejadian itu masih ku ingat dengan sangat jelas di kepalaku. Kejadian di ruang kesehatan, saat dia memegang lenganku dengan erat. Dan menyandarkan kepalanya di dadaku. Ingin rasanya diri ini meledak karena nya.
"Man..., Hei Herman"
"Ahhh, Iya pah. Ada apa?"
"Dari tadi papa ngobrol sama kamu, tanya sama kamu. Kamu malah senyum-senyum sendiri!?. Kenapa?"
"Owhh.. gak papa kok pah, cuma lagi mikirin ..ehmmm. PR sekolah yah"
"Owhh"
Aku bingung saat papa bertanya kepadaku, ya akhirnya aku menjawabnya dengan asal. Aku malu kalau papa tahu aku menyukainya.
Ya karena selama ini aku sangat jarang sekali dekat dengan perempuan, apalagi sampai mengajaknya bicara. Bisa-bisa kencing di celana aku.
Ternyata rumah Linda tidak terlalu jauh dengan rumahku. Cuma membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit saja. Dan sekarang aku sudah berada di depan rumah.
Ku buka pintu dan turun sedangkan ayah masih berada di dalam mobil untuk memarkirkannya.
Ku bergegas masuk ke dalam rumah.
"Mah... Aku pulang!!!"
Ku berteriak di ruang tamu, tapi belum ada jawaban dari mama. Kok tumben.
"Mah.. mama aku pulang!!!"
Aku berteriak lebih kencang kali ini.
"Iya, dek mama ada di dapur buatin makan siang ini lo"
Menyahut dari kejauhan.
Ku bergegas berlari ke dapur. Ku lihat mama sedang sibuk memotong sayur. Tanpa pikir panjang ku peluk dengan erat mama dari belakang.
"Aduh.. aduh.. anak mama yang paling mama sayang, sudah pulang"
Sambil ku cium pipi mama dan mama juga sebaliknya.
"Gimana sekolahnya hari ini!?"
Aku terdiam dan tersenyum, sembari memutar bola mataku.
Ku lepaskan pelukanku dari mama, ku bergegas menuju kamar.
"Menyenangkan!!!"
Aku berlari sambil meneriakkan kata tersebut.
Tapi memang kenyataannya seperti itu.
***
#Pov
...
"Mah anakmu keliatannya lagi seneng tuh"
Ujar Mr. Hartono kepada istrinya sambil menempati tempat duduk di ruang makan sebelah dapur.
"Biasa pah, SMA pasti ya kayak kita dulu!"
Sambil menata hidangan makan siang.
Orang tua Herman memang sangat menyayangi anak semata wayangnya. Beruntung sekali Herman memiliki mereka.
Bisa di bilang keluarga Mr. Hartono adalah keluarga yang punya alias lebih dari berkecukupan.
Setidaknya bisa memberikan apapun yang diminta oleh Herman. Ya tapi meskipun di minta demikian Herman anak yang nurut dengan orang tuanya ya bisa di bilang kebalikan dari Linda.
"Dek, ayo makan dulu. Sini bareng-bareng!"
"Iya mah, bentar lagi ganti baju"
Teriakkan itu muncul dari balik kamar Herman.
Tak lama setelah menjawab Herman keluar dari kamar dan bergegas menuju ruang makan.
"Ayo nak keburu dingin nanti masakan mamamu!"
"Iya pah"
Memberikan senyum ala Herman, yang siapapun melihatnya akan meleleh karena nya.
Perbincangan keluarga terjadi pada saat itu. Suasana yang hangat pun terasa di saat melihat mereka menikmati makan siang mereka.
Andaikan waktu akan terus seperti ini adanya, maka tidak akan ada yang namanya sebuah perpisahan.
"Mah, pah!"
Rasa pusing yang merasuki Herman tidak bisa di bohongi.
Wajah menjadi pucat dan darah keluar dari hidungnya juga tidak bisa dia tahan lagi.
Melihat itu Mr. Hartono bergegas mengambil kunci mobil dan menempatkan mobilnya di depan pintu rumah.
Sedangkan Mrs. Susanti hanya bisa menangis sambil mendekap erat badan anaknya yang sudah mulai dingin dan terkulai lemas.
Makan siang keluarga yang hangat berubah menjadi dingin dan penuh dengan kecemasan.
"Pah, buruan. Pasti dia gak minum obatnya lagi!"
Dengan segera Mrs. Susanti dan Mr. Hartono membawa Herman menuju ke dokter spesialis untuk Herman.
Penyakit yang Herman derita memang sudah lama. Sejak dia duduk di bangku SMP, berkat uang yang tak henti-hentinya di keluarkan dari orang tuanya membuat Herman bisa bertahan hingga saat ini.
Leukimia penyakit yang ganas yang telah hinggap di tubuh Herman tidak kunjung lepas darinya. Hingga Herman tumbuh menjadi dewasa, penyakit itulah yang membuatnya sembunyi dari kehidupan luar yang menantinya.
Tak memakan waktu yang lama mereka sudah sampai di sebuah rumah sakit yang cukup ternama di Kota Batu.
Terlihat Herman yang sudah pingsan lemas tak berdaya, di gendong oleh papanya menuju ke-UGD. Karena Herman adalah pasien khusus, jadi tidak di perlukan lagi untuk mengantri atau mendaftarkan nama terlebih dahulu.
Setelah dokter datang, beliau langsung bergegas untuk menangani Herman.
"Dok, tolong ya Dok!"
Mama Herman menangis tak henti-hentinya, melihat anak semata wayangnya yang pucat tak berdaya. Belum siap rasanya untuk kehilangan anak satu-satunya yang dia miliki dan sayangi.
Mr. Hartono merangkul dan memeluk istrinya, mencoba untuk menenangkannya dari rasa cemasnya.
"Udah, jangan nangis lagi mah, jangan buat Herman tambah sedih. Udah janjikan gak akan nangis!"
Mr. Hartono menenangkan istrinya sambil mengingatkan janji yang telah dia buat dengan Herman. Janji yang dia buat saat Herman kambuh pada 2 bulan lalu. Herman yang meminta mamanya agar tidak menangis di saat dia kambuh. Tapi mau bagaimana lagi, yang namanya orang tua pasti tak luput dari rasa tersebut.
Satu jam berlalu, akhirnya Dokter keluar dari ruangan.
Tak sabar Mrs. Susanti langsung berlari menghampiri.
"Bagaimana Dok, keadaan Herman!?"
"Syukurlah dia anak yang kuat, dia sudah baikan. tapi jangan sampai obat yang dia harus minum rutin, dia tidak minum lagi. Akan lebih parah nantinya!?"
"Terimakasih Dok, akan saya pastikan"
"Boleh masuk Dok!"
Dokter itu hanya menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum kepada pasangan suami istri itu.
Mr. Hartono dan juga Istrinya memasuki ruangan, sambil melihat Herman yang belum sadarkan diri.
Mrs. Susanti datang mendekat dan mengelus lembut rambut Herman.
"Cepat sembuh ya dek!"
"Yang kuat ya Nak!"
Sahut Mr. Hartono.
Diam, tertutup matanya. Wajahnya sudah kembali seperti semula. Tidak se-pucat saat kambuh tadi.
Mereka berdua duduk di sofa, di sebelah ranjang Herman berbaring. Menunggu sampai anaknya sadar kembali.
Tak lama setelah mereka menunggu. Tangan Herman bergerak.
Dengan cepat Mrs. Susanti langsung mendekati anaknya.
"Gimana dek, udah enakan?"
Bertanya dengan khawatir.
Herman hanya menganggukkan kepalanya, sambil tersenyum.
"Anak papa jagoan kok, kuat dong"
Sahut Mr. Hartono dengan senyuman lebar mendekati anaknya.
Herman hanya tersenyum mendengar ucapan papa nya. Kali ini senyumnya semakin lebar.
"Ingat ya pah, mah. Jangan ceritakan sama siapapun termasuk Linda!?"
Meminta dengan suara yang masih parau keluar dari bibirnya.
"Linda!?"
Mrs. Susanti menanyakan.
"Iya, dia teman baru Herman di sekolah. Dia anak baru pindahan dan bersekolah di sekolah yang sama dengan Herman. Tadi papa habis nganterin ke rumahnya"
Menjelaskan sambil memberikan ekspresi tersembunyi di dalamnya.
"Owhh begitu. Iya iya, mama gak akan bilang. Jadi rasanya anak mama ini lagi dekat dengan Linda nih hehehe"
Tertawa sambil menggoda Herman.
"Apaan sih papa, mama. Dia cuma temen baru Herman kok"
Sambil tersipu malu.
Melihat mereka bisa berbincang bersama, membuat suasana menjadi hangat kembali. Meskipun kali ini tempatnya berbeda.
***
#Herman Pov
...
Senang rasanya melihat mereka berada di dekatku saat aku membuka mata. Ya mereka mama dan papaku. Aku sangat menyayangi mereka, begitupun sebaliknya.
Kali ini yang kurasakan lebih sakit dari pada sebelumnya. Seluruh badanku merasakan sakit yang amat berat kurasakan, seperti beribu-ribu jarum menusuk dengan dalam dibsekujur tubuhku.
Yang aku ingin hanyalah dia tidak boleh tahu akan keadaanku, Linda tidak boleh mengetahui keadaanku saat ini. Aku belum siap untuk menceritakan hal ini kepadanya.
Aku akan menyimpannya sebagai sebuah rahasia, sampai waktu yang akan menjawabnya.
.
.
.