webnovel

savior of lov

Alaska gadis pendiam yang dikira bisu di sekolah nya. menjadi sasaran bullying sudah ia lakoni sejak lama, tanpa ada pembelaan sama sekali. ketiga pemuda yang seolah-olah adalah hero untuk nya datang berangsur angsur untuk menyelamatkan kehidupan sekolah nya yang jauh dari kata baik. mereka adalah Gara, fagan, dan El niat nya hanya membantu karena tidak tega. tapi, semakin lama semakin menjadi. mereka jatuh cinta pada Alaska who the winner? winner of the heart break? ~ Alaska with the prince ~

Matapenaku · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
18 Chs

pertemuan dan pengakuan

Cinta dan kasih sayang orang tua terlewat begitu saja dalam hidup seorang gadis kecil. Tanpa ia rasakan walau hanya seujung kuku. Beruntunglah dirinya yang rapuh di sayang sayang oleh saudara nya. Hidup bersama saudara mungkin lebih baik dari pada hidup dengan orang tua yang tidak pernah menganggap kita ada... 

Jangan menangis adik kecil, kami disini... Kata seorang gadis yang lebih tua kepadanya sambil mengelus elus pucuk rambut gadis kecil yang tengah duduk menekuk lutut di pojok ruang. 

Mereka bermain bersama sampai letih menerjang tubuh. Tak terasa kantuk mulai menyerang dan ketiga saudara itu tertidur sambil berpelukan. Dimana orang tua mereka? Sayangnya gadis gadis yang malang itu juga tidak tahu, mereka tidak tahu dimana orang orang yang mengasuhnya.

Rumah? Tentu saja ada. Lebih tepatnya disebut sebagai panti asuhan dimana mereka tinggal bersama dengan sesama sebaya. 

Pada suatu hari, kakak tertua yang usianya 14 tahun membawa serta kedua adiknya untuk tinggal bersama di rumah peninggalan kedua orangtuanya. Mereka bukan saudara sekandung, rumah itu warisan terakhir untuk mereka dari ibu Aurelie. 

Alaska saudara kandung dengan Rheya karena mereka punya satu ayah. Sementara Alaska dengan Tami saudara kandung karena punya satu ibu. 

Ibu panti menyerahkan sertifikat rumah kepada Rheya yang masih 14 tahun dan ia mempercayakan adik adiknya sebagai tanggung jawab Rheya mulai saat itu.....

***

"Ayah!!"

Rheya berlari untuk memeluk sang ayah. Pria yang tidak begitu tua dan masih punya otot yang keras. Senyuman nya teduh layaknya kasih sayang seorang ayah. Dia adalah pak Romeo dirgantara.

"Rheya, sayang kamu apa kabar?" 

Sambil memutar tubuh pria tua itu menerima pelukan kecil Puteri sulungnya dengan hangat.

"Aku baik ayah. Ngomong ngomong dimana mamah, aku sendirian disini" Rheya 5 tahun yang sangat polos bertanya.

"Mamah lagi ga disini. Mamah masih di luar kota, nanti juga mamah balik lagi ke sini" 

"Kenapa mamah ga pulang pulang yah? Rheya kangen tau" 

"Mamah sibuk nak, nanti juga pulang kok sabar aja ya"

"Ayah sekarang mau kemana?" Rheya mengamati penampilan sang ayah yang cenderung rapi. Tampak seperti akan pergi jalan jalan tapi membawa serta dengan koper koper yang besar.

"Maafkan ayah ya nak. Ayah mau pergi cari pekerjaan di tempat lain yang jauh dari sini. Ayah ga bisa bawa kamu juga" 

Rheya kecil terdiam. Tak tergambar ekspresi yang mencolok dari wajah nya.

"Rheya boleh ikut sama ayah ga? Aku ga mau nunggu mamah lagi" 

"Rheya mau ikut?" Ayah bertanya.

"Mauuuu" 

"Baiklah. Ikut sama ayah ya" 

Pak Romeo mengajak Rheya keluar dari rumah besar tersebut. Sebelum nya ayah sudah mengemas sebagian pakaian untuk Rheya bawa. Setelah mereka keluar dari sana mereka bertemu dengan beberapa orang yang berpakaian serba hitam dan berkacamata warna sama. Rheya pikir mereka bodyguard tetapi bukan. Mereka itu kaki tangan rentenir.

Ayah menunduk ketika salah satu dari mereka yang bertopi melipat tangan di dada dengan langguk.

Koper di bawa masuk ke dalam mobil dan rheya duduk di samping kemudi bersama ayah.

Mereka meninggalkan rumah untuk selamanya.

Di mobil, Rheya berkata pada ayah

" Ayah, jangan pernah bilang selamat tinggal ya..." 

Pak Romeo menatap kedua mata sang anak. Rasanya anak itu sudah muak di tinggalin terus.

"Janji?" Ayah memberikan kelingking nya dengan senyuman membuat Rheya antusias menyambutnya dan membuat janji kelingking bersama ayah. Ayah tau Rheya masih kecil oleh karena nya bocah itu tidak akan tahu apa apa.

Tiba tiba ayah pergi dan tidak terlihat lagi batang hidungnya setelah Rheya yang ketiduran telah bangun di atas tempat tidur yang lusuh. Ayah mana.. ayah mana..

Seorang ibu panti membelai lembut rambutnya lalu tersenyum manis dan duduk di tepian kasur.

"Kamu siapa" tanya Rheya 

"Rheya sayang, ayah kamu itu temannya ibu. Dia nitip kamu sama ibu sampai nanti dia kembali. Kamu yang sabar ya nak sayang" ibu panti masih tersenyum.

"Ayah ku mana?" 

"...." 

Ibu panti tampak menghela nafas sebentar.

"Ayahmu sudah pergi dari sini. Dia nitip kamu sama kami semua. Dan sekarang kamu harus mau tinggal bersama dengan kami" ibu panti memberikan surat yang di titipkan untuk Rheya. Ketika rheya membuka surat itu ia membaca isinya.

~hai Rheya kecil nya ayah. Kalau sudah bangun nanti jangan cari ayah ya. Ayah udah ga ada, jangan sedih anggap ayah ada di hati kamu. Maafkan ayah ya selamat tinggal~

Lagi lagi Rheya mendapatkan ucapan selamat tinggal dari ayah. Gadis kecil itu bengong sejenak kemudian ibu panti memeluknya serta mengelus rambutnya. 

"Ayahku mana?" Bibirnya mulai bergetar. Baru mengerti maksud dari surat itu. 

"Aku mau ayah! Cuma ayah yang aku punya" Rheya menangis. Menangis kencang dalam pelukan sang ibu panti.

 banyak anak anak berbagai usia yang menyempil dari pintu. Mereka melihat Rheya seksama. Dengan hati senang berharap Rheya mau jadi teman baru nya nanti.

Satu di antara mereka di panggil oleh ibu panti.

"Tami.." 

Gadis dengan potongan rambut pendek hampir sependek laki laki mendekat dengan wajah masam. Ia berusia 5 tahun. Rheya yang melihat nya mengira ia bocah laki laki.

Ibu panti menyuruhnya duduk di antara mereka.

"Tami, ini saudara kamu namanya Rheya. Ayo kenalan" 

Tami melirik Rheya malas. Ia masih ingat dengan jelas wajah polos yang adalah anak dari perebut istri orang. Tami masih ingat foto Rheya yang pernah di berikan ibunya padanya.

Ibunya Bella menikah dengan Damian di saat yang sama saat pak Romeo menikah dengan Aurelie ( mamahnya Rheya) sehingga mereka berdua bisa di sebut sebagai saudara tiri karena sebuah alasan...alasan pahit yang harus di terima. Pak Romeo dan Bella berselingkuh sehingga kedua anak mereka menjadi saudara.

Disaat yang sama juga. Ibu panti menggendong balita 3 tahun yang di beri nama Alaska. Balita itu adalah buah hasil dari pernikahan pak Romeo dan Bella. Ketiga saudara tiri itu tumbuh di panti asuhan. 

"Rhey?" Seseorang mengejutkan nya yang sedang tertidur di mejanya. Rheya 20 tahun bekerja sebagai manajer disebuah perusahaan. Di usia muda ia sudah dapat pekerjaan yang menjamin masa depannya.

Kalau bukan karena nyonya Shanon, Rheya mau jadi apa...

Rheya menggeliat menemukan nyonya Shanon ada di sampingnya dengan suara lembut memanggil namanya.

"Sayang, kamu lelah" ucapnya. 

Rheya dengan mata sembab tak berani menatap bossnya itu.

"Ada sesuatu yang ingin saya bicarakan sama kamu Rheya. Tolong kamu dengarkan baik baik" 

"Ada apa Bu?" 

"Ada yang ingin bertemu sama kamu di luar. Tapi sebelum kamu bertemu sama dia saya cuma ingin berpesan semoga kamu kuat dan tetap tabah ya," 

Rheya mengernyit heran mengapa nyonya Shanon berkata demikian. Memangnya siapa yang ingin bertemu dengannya.

"Ah, tentu saja Bu. Aku selalu berpegang pada pesan pesan nya ibu" Rheya tersenyum. nyonya Shanon pamit pergi.

***

"permisi pak, ada yang bisa saya bantu?" 

Pria itu memutar tubuh agar bisa bersitatap dengan Rheya. 

"Ayah..." 

Lirih suaranya hampir terdengar oleh pak Romeo yang sendirinya juga merasa aneh dengan Rheya.

"Emm, selamat siang Bu saya Romeo" 

"Sa-saya Frheya manajer perusahaan ini, ada apa pak ada yang bisa saya bantu?" 

"Saya mau bicara sama kamu" 

Rheya terdiam.

"Kenapa ya pak? Mari, ikuti saya keruangan saya" ajak rheya.

"Baiklah" 

Pak Romeo mengikuti kemana Rheya pergi. Di dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua dengan segala kecanggungan yang melanda.

Astaga. Dulu kami sangat dekat tapi sekarang rasanya kami tidak saling kenal dan seperti ada tembok penghalang yang menjadi pembatas antara keduanya. Mata Rheya berembun membayangkan dahulu sosok ayah sangat sangat hangat padanya. Benarkah dia ayahku?

"Emm nak Rheya" 

Rheya mendongak. Namanya terdengar lembut di telinga.

"Kenapa?" 

"Apa kah kau benar benar Rheya?" 

"H?"

"A-aku bener bener Rheya. Ada apa pak?"

Pak Romeo menunduk.

"Maaf"

Rheya tercekat. Sebenarnya apa yang terjadi dengan bapak tua itu. Dia terlihat sangat rapuh dan merasa bersalah.

"Rhey kau mungkin sudah lupa pada ayah" kata pak Romeo tiba tiba. Rheya terkejut mendengar penuturan nya.

Apa pak Romeo menyadari suatu hal..

"Maaf pak, bapak bilang apa?" 

"Maaf maaf, ga papa. Saya sebenarnya cuma mau menitipkan ini kepada mu" pak Romeo menyodorkan sebuah berkas ber map merah lalu di terima oleh Rheya secepatnya.

"Oh, makasih ya pak" 

Pak Romeo mengangguk kemudian pamit pergi. Ia sangat berharap Rheya memanggil nya kembali. Ia tidak punya keberanian untuk menghadapi sang Puteri lagi.

"Itu ayah. Aku bicara dengannya. Dia tampak tua sekarang" 

"Aku tahu ayah mengenali ku. Dia tahu aku adalah puterinya dan begitupun sebaliknya. Ayah.." 

_______

Seorang pemuda sibuk itu berada di ruangan yang sama dengan ibunya. Saat ini ia sedang mempersiapkan diri untuk pergi ke Belanda. Disana ia akan melanjutkan SMA nya yang tinggal satu tahun lagi. Ia kembali teringat pada Alaska. Sebelum berpisah ia belum pamit pada gadis itu. Ia selalu teringat akan Alaska.

Ibunya terlalu mendesak keputusan ini. Rasanya berat meski hubungan nya dan Alaska tidak bisa dibilang sangat dekat. Ia rindu dan tak ingin meninggalkan gadis itu lagi. Seolah sudah menjadi ikatan takdir.

"3 hari lagi gara" ibunya berucap.

Gara hangat menunduk tak menjawab.

"Kau harus pergi ke Belanda dan bersekolah di sana. Belajar lah yang rajin, ibu ingin kau menjadi orang yang sukses seperti ibu dan papah" 

Gara tak menjawab.

"Ada apa gara?" " Apa kau keberatan lagi?" 

"Siapa gadis yang selalu membuatmu menentang perintah ibu mu, ha?" 

Kini gara berani menatap ibunya dengan tatapan tajam.

"Kau tidak perlu tahu siapa dia. Jika aku bilang aku ingin disini dan terus bersamanya aku akan melakukan itu." Keputusan telah di ambil gara. Keberangkatan nya ke Belanda tinggal 3 hari lagi dan ia ingin sekali membatalkan nya meski pendaftaran sudah dilakukan beberapa Minggu lalu.

"Kau tidak bisa melakukan nya" ibu bergumam.

Gara beringsut pergi dengan kesal. Keluar dari ruangan suram yang hanya berudarakan pemaksaan.

"Maafkan aku Al. Tapi aku benar benar mencintai mu" 

~Ananda Gaara Marselino~