webnovel

Taman Bunga Raja

"Sampai kapan kita harus seperti ini. Aku sudah lelah!",

Suara perempuan di ujung lorong itu memekakan, terdengar tragis dan mengenaskan. Tak ada seorangpun di sekitarnya yang menyahut, ia seperti seorang diri. Ketakutan itu bukan milik ia seorang. Siapapun disini juga mengalami keresahan yang sama. Mereka terkurung di balik pintu besar menunggu kabar yang menegangkan. Dua tahun belakang, sejak Belanda memutuskan untuk tertarik pada negeri Blambangan semuanya seperti mimpi buruk. Mereka membombardir tanah Bayu dengan serangan. 1767 merupakan kesialan bagi para warga Blambangan, sialnya lagi mereka yang berkumpul di tempat yang sama ini tak lain hanyalah sekumpulan selir, hanya sebatas hiburan ranjang raja. Uttajana berdiri dari duduknya, merasa muak dengan penampakan perempuan-perempuan yang ketakutan. Sejatinya, ketakutan itu menular. Bersama dengan para wanita itu tidak akan membuat perasaan nya lebih baik.

"Mau kemana, Jana?", seseorang menghentikannya.

"Mau ke kamar ku saja, tidur. Keluar kamar mau cari angin segar, malah pusing denger orang teriak-teriak"

Uttajana memang terdengar ketus. Umurnya sudah hampir 40 tahun, tapi ia tak terlihat menua. Kecantikan dan keketusannya terdengar tak pernah berubah sejak kedatangannya di kerajaan. Konon, hal itu lah yang membuat raja terpikat olehnya. Di usia 13 tahun orang tuanya sengaja mengantarkan dirinya ke kerajaan, berharap raja akan terpikat pada anak mereka. Benar saja, hanya butuh 6 bulan sejak kedatangannya Uttajana sudah menjadi buah bibir banyak orang. Para selir dan pembantu kerajaan membicarakan kedatangan gadis muda yang memiliki kulit seputih susu, bibir seranum mawar dan bulu mata yang selebat rubah. Kehadirannya disinyalir akan menjadi kompetisi yang besar. Di usia yang belia, Jana sudah tahu bahwa ia menjadi perhatian penjuru kerajaan. sayangnya, ia tidak tertarik. Perhatiannya masih tertuju kepada rasa sakit kepada orang tuanya. Dia memiliki 3 orang kakak perempuan yang lain, mengapa harus ia? Datang dan diberikan cuma-cuma hanya untuk menaikan derajat keluarganya?

Saat yang lain sibuk mempersiapkan diri untuk raja ia hanya diam mengikuti. Jana ingat, para pelayan sering kali menyebutnya hantu karena ia terlihat tak bernyawa. Kalau saja saat itu orang-orang tahu kematian terasa lebih menggiurkan ketimbang hidup sebagai rekreasi lendir raja. Setidaknya, Jana menemukan hal lain untuk dipikirkan. Menariknya untuk menjadi selir yang mempesona, kerajaan menawarkan pelatihan untuk menari. Uttajana menyukai menari sejak dahulu, sayang ayahnya tidak berniat untuk memberikannya kesempatan itu. Seorang prajurit istana pernah sekali mengingatkannya agar ia tak melupakan niatnya ke istana. Jika saja bukan raja yang hendak menjadikan Jana selir, maka ia bisa saja bernasib tidak beruntung dan menjadi pemuas patih beringas yang tak kenal ampun. Ia bisa mati sia-sia atau terbuang luntang-lantung. 'Kalau bukan karena keinginan bapak dan ibu mu, jalanilah untuk hidup mu di istana. Kamu telah masuk ke tempat paling tidak aman di bumi, kecantikanmu harusnya menjadi jalan mu untuk hidup lebih lama'.

Pagelaran besar dimulai. Para selir sibuk menyiapkan diri untuk menjadi pusat perhatian sang raja. Jana ingat betul bagaimana ia terburu-buru menyiapkan dirinya. Tidak ada seorang pun yang hendak membantunya. Benar kata penjaga saat itu, menjadi selir adalah persaingan sampai ia mati. Tidak ada orang yang akan membantumu, terlebih saat orang lain melihat mu sebagai musuh. Jana belia harus memperhatikan orang disekitar untuk menyelesaikan penampilannya. Alhasil, ia menjadi selir terakhir yang datang di pagelaran raja. Seumur hidupnya, mungkin itu saat pertama kali ia sadar bahwa ia tidak berada di perkampungan yang kumuh dan menjijikan. Tak pernah akan ada yang menyangka seberapa ramai dan megah pagelaran malam ini. Makanan, banyaknya orang dan riuh musik yang bersautan. Pantas saja ia merasa malu dan rendahan dari mereka yang tengah berteriak dan berpesta saat ini. Di sana dalam pandangan yang terbatas, Jana bisa melihat singgasana. Ia merasa rendah dan hina hingga rasanya tak pantas untuk memandang kejauhan sana. Jujur saja, Jana mungkin terkenal sebagai bibit selir namun penampilannya kali ini jelas terpatahkan oleh selir yang lain. Ia ingat betul, saat seorang selir yang dikabarkan kesayangan raja hadir di hadapannya. Kecantikan dan keanggunan nya pasti menyapu seluruh pesta raya ini.

Pagelaran adalah saat yang tepat bagi wanita sepertinya menarik perhatian sang penguasa. Tapi malam itu, Jana tak berdaya ia terpana oleh apa yang ia lihat. Ia pernah melihat pesta besar tapi tidak semegah ini. Kecantikannya yang selama ini disanjung banyak orang kalah oleh persiapan selir yang lain, tarian yang ia pelajari tertatih tak beraturan. Dalam hati Jana merutuki dirinya yang bersikap buruk malam ini, tapi matanya asyik menjelajah ruangan. Menikmati aroma makanan yang membuat perutnya meronta kelaparan. Seperti dugaannya, hasil kerja keras latihan selama ini sia sia jika itu dibutuhkan untuk menarik raja. Usai tampil dan tak mendapatkan satu perhatian pun, Jana langsung pergi keluar dan bersiap menjelajah ruang lain. Ia ditemani bersama Seruni, ia adalah selir yang lebih dulu datang ke istana. Menurut Seruni, raja hanya menghabiskan waktu dengannya semalam sejak kedatangannya. Tapi rasanya Seruni sudah beruntung sekali, sayang ia belum dianugrahi kehamilan.

"Jika kamu bukan kesayangan Raja, rasanya akan kesepian sekali Jana",

Seruni menggandeng Jana mencoba untuk memperkenalkan istana sebanyak yang ia ketahui. Gadis belia disampingnya ini masih saja terpana oleh pagelaran. Dia terlihat semangat dan tidak peduli oleh tugasnya malam ini. Seruni sadar bahwa ia tidak akan menjadi perhatian siapapun malam ini, ia menyerah untuk menjadi kesayangan siapapun. Bahkan rasanya saat Raja memintanya untuk tidur bersama, mungkin karena baginda kasihan kepada dirinya. Mereka memilih untuk keliling istana, menikmati hidangan yang nikmat dan malam yang dingin. Walaupun hidup sebagai selir seperti sebuah lelucon, setidaknya tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama menatap bintang yang berkelap. Pantas saja dahulu saat masih bersama keluarganya Seruni merasa hidup tidak adil. Karena dari atas sini, perkampungan itu terlihat gelap dan tenang. Semua masalah yang ada di dalamnya seolah teredam oleh padamnya langit. Semua masalah yang hadir dalam kehidupannya serta orang-orang di luar sana, tak terlihat. Suara tangisan kesulitan warga tertutup oleh dinding istana yang tebal, jeritan lapar dan kejinya pembunuhan terhalang suara tawa dari para petinggi yang tengah berpesta.

"Apanya yang kesepian? Kalau misal Raja tidak mau menghabiskan malam bersamaku, toh aku tinggal ke kamar mu, Seruni. Hihihii",

"Dasar anak kecil! Kamu belum pernah merasakan hangatnya lelaki, Jana. Nanti kamu juga akan merasakan kerinduan itu".

"Kalau bermalam bersama Raja membuatku harus kesepian dan merana, sekalian saja tidak usah"

"Ngawur! Dengan wajahmu, kamu bisa menaklukan raja di seluruh negeri".

Tubuh Jana menggigil terkena angin malam, ia mendekatkan diri ke Seruni. Perempuan ini memang tidak memiliki paras yang sempurna. Akan tetapi, ia memiliki hati yang bersih melebihi separuh isi kerajaan.

"Kalau kamu kesepian, kenapa tidak tidur dengan yang lain? 7 bulan di dalam istana, aku melihat banyak laki-laki keluar masuk 'taman bunga'",

Seruni membenarkan sanggulannya sembari tersenyum tipis.

"Walau aku hanyalah selir, tapi temanmu ini sangat terhormat. Aku menghormatinya, aku akan setia padanya", suara Seruni yakin "Aku rasa Baginda telah berbaik hati padaku, aku tidaklah cantik tapi ia memilih menghabiskan malam bersamaku. Meskipun aku tidak mengandung satupun anaknya, ia tidak menyerahkanku kepada salah satu anak buahnya. Dan lebih dari itu, aku tetap bisa menikmati kenyamanan istana".

Malam itu jika Jana berpikir ia tidak menarik hati siapapun ia mungkin keliru. Gagap tariannya menganggu perhatian semua mata, beruntung tubuh mulusnya menjadi hal pertama yang mengalihkan kekacauan yang ia mulai. Malam itu, Raja dibuat terpingkal oleh sikapnya. Hanya berjarak tiga hari sampai raja memanggilnya untuk bermalam dan ia menjadi salah satu kesayangan. Tak seperti Seruni, ia berhasil menyempurna keinginan keluarganya dengan melahirkan putra. Putranya terlahir tampan dan sehat. Namun, hidup memang tidak seindah apa yang kita harapkan. Putra nya tewas, tidak ada seorangpun yg mengerti mengapa.

Jika dahulu orang-orang memangginya hantu, sejak kematian putranya Jana menjadi mayat. Tidak seorangpun yang dapat menemukan keceriaan Jana si gadis belia, bahkan raja sekalipun. Ia nyaris tidak pernah keluar dari kamarnya. Siapa yang bisa menjelaskan betapa hancur hati seorang perempuan berusia 17 tahun yang harus kehilangan putranya tewas mengenaskan. Tumbal dari kekejaman kerajaan yang menggapnya anak tak berdosa itu ancaman. Seruni adalah saksi dan satu-satunya orang yang menemaninya sampai hari ini, sampai akhirnya Jana kembali melahirkan anak dari Raja. Kaniraras. Memiliki anak perempuan membuat Jana menjadi lebih aman dibanding sebelumnya.

*

Kaniraras berjalan mendekati kamar yang berada paling pojok. Dalam perjalanannya tadi ia bertemu dengan Seruni, perempuan itu memberikan senyuman tipis. Sebuah pertanda yang tidak cukup baik, utamanya jika Raras hendak bertemu dengan ibunya.

"Ada apa, bu?",

"Aku tidak tahan lagi, Ras. Ini saat yang tepat untuk meninggalkan tempat terkutuk ini, seminggu lagi kita bertahan mungkin aku akan tewas bunuh diri".

Dendam Jana atas kematian putranya sudah terdengar di seluruh istana, Raras juga mengetahui itu. Sepanjang malam ia mendengarkan bagaimana perempuan yang melahirkannya terus mengeluh. Mengatakan ia akan mengakhiri hidupnya dan tidak tahan lagi untuk tinggal di istana. Tetapi, sampai 17 tahun hidup Raras masih melihat perempuan itu. Tangguh dan tak menua. Terakhir kali ia melihat ibunya bersama sang raja adalah ketika ia berumur 9 tahun. Tidak pernah lagi sekalipun seorang pria datang ke kamar sang ibu.

Raras mengerti bagaimana kesulitan yang dihadapi ibunya ketika belia. Bayangkan saja, ketika kehilangan seorang putra umur Jana setara dengan Raras. Ia harus kehilangan putranya karena tahta. Raras tidak akan pernah mengerti bagaimana rasanya. Tak banyak yang dilakukan oleh Raras, ia hanya diam patuh di ujung kamar. Memperhatikan Jana yang mondar-mandir di ruangan dengan cahaya yang redup. Sampai hari ini tak seorangpun yang akan menandingi kecantikan dari Jana.

"Aku akan mati, kita akan mati bu", suara Raras kecil terdengar ragu "bahkan sebelum aku menikah".

"Kamu tidak butuh pria. Mereka semua sampah, kita butuh bebas".

Jana berteriak keras. Ia sangat bersyukur karena putrinya tidak juga dipinang satupun lelaki, ia tidak ingin Raras berada dalam pelukan seorang pria manapun. Ia tidak sudi. Baginya, lelaki adalah sekumpulan iblis yang dititiskan tuhan sebagai penyiksa. Raras terlalu berharga, ia tidak akan kehilangan satu darah dagingnya untuk permainan istana yang menjenuhkan. Dengan sigap, Jana menutup pintu dan jendela yang terbuka. Ia menarik putrinya masuk lebih dalam ke kamarnya.

Uttejana terkenal sebagai selir tercantik dan tak terkalahkan, tak pernah sekalipun Raras melihat keraguan di wajah Jana. Tidak sampai malam ini. Dalam remang kamar dan suara selir lain yang menjerit ketakutan, Raras melihat Jana ragu. Ia terlihat manusiawi dan hidup. Redup ruangan tidak menghalangi Raras untuk menangkap keringat dari dahi perempuan itu.

"Aku tidak akan membiarkan kita hidup lebih lama menjadi permainan istana", Tangan perempuan itu berkeringat "Kita akan pergi".

"Kemana? Ibu tahu bahwa seluruh negeri sedang cemas karena penjajah? Tidak aman".

"Kamu akan tetap berakhir, Ras. Entah dibunuh karena menjadi memberontak, atau digagahi sampai mati". Ibu yang sangat dihormatinya menatapnya tajam "Apapun caraku untuk mati, tidak sudi aku harus habis ditempat keji ini".

*

Raras. Perempuan belia itu melihat pantulan dirinya dibalik cermin, ia terlihat lelah. Sudah seminggu lamanya sejak Jana, sang ibu mengajaknya untuk pergi. Lari dari istana, berkhianat pada raja. Sang ayah. Menjadi putri seorang raja tidaklah mudah tetapi Raras tumbuh menjadi gadis yang patuh. Di depannya terpantul gadis muda yang lemah dan linglung, ia membalikan badan merasa lelah hanya dengan bercemin. 7 malam ini, tidur Raras tidak pernah tenang. Bayang-bayang sang ibu yang mengajak kabur begitu….menggiurkan?

Apakah ia pantas? Melakukan ini?

Besok sore adalah hari terakhir ia dapat memikirkan apa yang hendak dilakukan. Kalau dipikir, tidak ada pilihan yang mudah untuknya. Untuk tetap di istana, untuk siapa? Dan apa? Dirinya hidup hanya untuk membuat Jana teralihkan. Sepanjang hidupnya, kepatuhan dan harga diri hanya untuk ibunya seorang. Hidup sebagai putri dari seorang perempuan yang kehilangan putranya karena keserakahan tidak pernah menjadikan hidup Raras mudah. Jana tidak pernah ada untuk hidupnya, perempuan itu terlalu sibuk bermalang diri melupakan bahwa ada satu kehidupan yang memerlukannya perhatiannya. Satu-satunya perhatian yang Raras butuhkan hanya ia dapatkan dari Rama. Pria yang sangat dibenci oleh Jana, raja dari negeri ini. Kalau memang, ia harus pergi dan berkhianat melawan ayahnya maka bukankah Raras harus bertemu dengan Rama?

Halo semua, This is my first novels that I put in here. feel free to enjoy it, ya! see ya in the next part

Aurigabluecreators' thoughts