webnovel

SAFWANA

Akash selalu mengingat Safwana. Semenjak kelulusan mereka, Akash tidak pernah lagi bertemu dengan Safwana. Gadis yang selalu memberikankan kenyamanan hanya dengan melihat senyum gadis itu. Tidak perlu memiliki, Akash sudah sangat senang, jika Safwana mau berbicara dengan Akash. Tiga tahun diusik oleh Akash tidak membuat hati Safwana luluh. Ia terus menolak. Safwana lupa, jika dia adalah bintang yang bersinar dan bukankah bintang membutuhkan tempat untuk itu? Safwana mungkin lupa, jika Akash berarti langit.

RyniHasanuddin · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
2 Chs

Kelulusan

"YEEEEEEEE..."

Teriakan serentak murid yang berjejer memenuhi lapangan saat mendengar pengumuman hasil UAN tahun ini yang di sampaikan kepala sekolah SMA 42, lulus 100%. Alhasil, semua murid bisa berbahagia tanpa harus ragu bahagia di atas penderitaan teman yang tidak lulus.

Ini adalah salah satu moment yang paling ditunggu bagi murid kelas XII setelah berhasil menyelesaikan ujian, mendengar pengumuman kelulusan. Untuk pertama kalinya, meskipun berdiri di tengah terik matahari tidak membuat mereka kepanasan. Bahagia dan haru itulah yang lebih tepat menggambarkan suasana hati semua murid yang masih berbaris lengkap menggunakan seragam kebanggaan putih abu-abu.

Kikan yang berdiri di samping Safwana tidak berhenti memeluk tubuh ramping sahabatnya itu. "Na..., kita lulus." Kikan berucap dramatis. Safwana membalas pelukan Kikan. "Iya. Iya, La." Setelahnya Safwana merenggangkan pelukan Kikan. "Udah, sesak ini."

Mendengar perkataan Safwana Kikan jadi perotes, "ihh, ngerusak momen aja." Safwana yang melihat sahabatnya itu seperti anak kecil, membuatnya jadi tertawa, detik berikutnya menarik Kikan keluar dari barisan murid-murid lain yang sudah terlihat kacau, karena saling berpelukan dan mengucapkan selamat.

"Mau ke mana?" Dengan pergelangan tangan yang masih ditarik, Kikan mengikuti langkah cepat Safwana yang ternyata membawanya ke ruang kelas mereka.

"Ngapain bawa gue di sini? Mana sepi lagi. Na, jangan mesum dong! Gue masih normal tahu." Kikan jadi parno, melihat tingkah Safwana yang sok misterius.

"Dih, kalaupun gue belok. Gue nggak bakal mau kali, Ki sma elo." Safwana ikut merinding mendengar perkataannya sendiri. Amit-amit.

"Sialan lu." Terdengar gelak tawa dari keduanya.

Sadar tujuan mengajak Kikan ke kelas karena ingin menunjukkan sesuatu. Safwana berjalan ke arah mejanya disusul oleh Kikan. Safwana seperti mencari-cari sesuatu saat tangannya masuk di laci meja. "Tadaaaaa." Safwana mengangkat dua buah pilox dengan wajah sumringah.

"Wihh. Na..., dapet dari mana?" Kikan menarik salah satu pilox dari tangan Safwana. "Kalau ketauan gimana, Na?"

"Ya jangan sampai ketahuan lah," balas Safwana dengan wajah tanpa dosa.

Kikan yang melihat itu, tidak merasa heran, tiga tahun selalu melihat wajah tanpa dosa Safwana. Ia sudah terbiasa.

"Eh tapi kok ini bisa di laci lo sih? Kapan naronya?"

"Seminggu sebelum kelulusan." Safwana tersenyum dengan menampilkan derat gigi putihnya yang rapih.

"Dih, Na...Lo kok pede banget udah nyiapin pilox. Kalau ternyata nggak lulus, gimana?"

"yang penting sekarang udah lulus," Safwana merangkul pundak Kikan. "Udah yukk. Ke lapangan! Siap-siap buat warnain seragam elo."

"Untuk semua siswa-siswi yang dinyatakan lulus agar tidak mengotori seragamnya, karena selain menjaga agar lingkungan sekolah tidak kotor karena warna, semua yang lulus wajib mengumpulkan seragamnya kepada pihak sekolah untuk disumbangkan kepada teman yang membutuhkan."

Hampir semuanya mengeluh protes. Bu Ranti memang selalu mewanti-wanti sejak seminggu yang lalu, jika kelulusan tiba tidak ada tradisi coret-mencoret seragam. Mana seru.

Safwana dan Kikan yang baru saja sampai di lapangan, ikut mendegar interupsi dari bu Ratih.

"Tuh kan, gimana dong, Na?"

"Udah santai." Safwana terlihat tenang. Matanya menatap lurus ke arah ujung lapangan. "liatin aja pasti bakal ada yang mulai duluan." kemudian tersenyum, saat saling bersitatap dengan seseorang yang dilihatnya di ujung lapangan. "Hitung sampai tiga, Ki."

Kikan yang bingung mendapat perintah aneh dari Safwana, akhirnya menurut juga. "Sa..tu, du...a... Ti-

"AKASH!!!" Teriak bu Ranti yang masih berdiri di atas podium dengan jelas melihat tingkah Akash yang berani. Akash-salah satu cowok kalem di sekolah, hari ini melakukan hal yang diluar nalar guru dan murid tapi tidak dengan Safwana, ia tersenyum.

"Na, katanya itung sampe tiga. Baru dua setengah loh itu. Masa udah ada pertunjukan aja. Lo nggak ngomong ke Akash dulu ya."

"Itungan lo lambat, Ki." Safwana kemudian tertawa. Menarik Kikan keluar lapangan lagi.

Akibat ulah tak terduga Akash yang menyemprotkan pilox ke seragam salah satu temannya. Membuat murid yang masih berdiri di lapangan jadi gaduh. Awalnya seperti tidak percaya Akash akan melakukan itu tapi setelahnya mendekat ke arah Akash yang terlihat seru menyemprotkan pilox pada seragam temannya sedangkan seragamnya masih putih bersih, belum berubah warna.

"Ini bagi sama yang lain. Kita rayain kelulusan kita bareng." Akash menyerahkan satu dos berukuran sedang di dalamnya sudah terisi pilox dengan berbagai macam warna sebelum berlalu untuk mengejar cewek yang menjadi alasan untuk perbuatannya hari ini.

Bu Ranti yang dibantu guru lain kewalahan mengatasi perbuatan semua murid dan akhirnya mengalah, membiarkan mereka semua meluapkan kebahagiaan kelulusan.

"Na...." Langkah Safwana terhenti, saat tangan Akash menangkap pergelangan tangannya. Safwana berbalik menghadap Akash. Menatap wajah Akash yang terlihat berseri. Safwana mengangkat satu alisnya.

"Saya mau nagih janji kamu." Akash tersenyum menatap wajah Safwana.

"Janji?" Kikan yang penasaran, ikut bertanya. Janji apa antara Safwana dan Akash?! Setau Kikan, Safwana tidak terlalu akrab dengan Akash, cowok yang selalu dipuja cewek di SMA 42 itu terkenal kepandaian dan kalemnya. Akash juga tampan.

Kikan menatap Safwana yang mengedikkan bahu. "Janji apa sih, Kash?"

Akash menghiraukan ucapan Kikan. Kemudian menarik pelan pergelangan tangan Safwana lalu pergi menjauh dari Kikan. "Mau ke mana woyy?"

***

"Tepatin janji kamu, Na." Akash terus memohon kepada Safwana yang terlihat santai, dari bangku di pinggir lapangan ia melihat beberapa murid lain yang sibuk menyemprotkan pilox di seragam temannya yang lain.

"Na?"

"Hmm." Kini gantian Safwana yang menatap Akash dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan seketika membuat jantung Akash seperti mau melompat. Mendapati wajah manis Safwana yang kian semakin mengikis jarak antara mereka. Sekuat tenanga Akash menahan napas. "Gue udah bilang berkali-kali, Kash. Gue nggak bisa. Gue nggak suka sama lo."

Entah ini adalah penolakan keberapa yang Akash dapat dari Safwana. Tapi sebanyak apapun, Akash akan terus berjuang. "Kasih saya kesempatan, Na." Akash memegang pundak Safwana membuat jarak agar Akash bisa bernapas dengan legah.

"Sekuat apapun lo coba, sekuat itu juga gue akan nolak."

"Tapi kamu udah janji, Na."

"janji apa Akash?"

"jangan pura-pura lupa, Na." Akash frustasi, "dua hari lalu, kamu janji Na. Kalau saya bisa bikin murid dengan bebas coret-coret baju mereka. Kamu bakal ngasih saya kesempatan. Saya tadi sudah selesaikan tantangan kamu. Sekarang giliran kamu menepati janji." ucap Akash mengingatkan.

Safwana tersenyum, keterlaluan. Safwana memang keterlaluan. Membuat perjanjian aneh dengan Akash yang memiliki image kalem di sekolah. Hari ini, demi seorang Safwana Airena, cewek pembelot segala macam aturan. Meskipun terbilang cerdas, tapi Safwana selalu suka-suka dengan apapun yang ia akan lakukan. Seperti hari ini, suka-suka Safwana saja lah.

"Harusnya elo nolak. Karena gue tetap nggak bisa. Mau ada ataupun nggak ada perjanjian itu."

"Tapi, Na-

"Udahlah, Kash. Hari ini kelulusan. Lupain gue, toh setelah ini kita nggak bakal ketemu lagi 'kan?" Safwana tersenyum. Lalu mengambil spidol dari dalam tasnya. "Balik badan gih." Akash menautkan alisnya, lalu berbalik memunggungi Safwana sesuai permintaannya.

Setelah menulis beberapa kata di seragam Akash. Safwana berdiri dan beranjak meninggalkan Akash yang masih memunggunginya.

Akash berbalik, saat merasa tidak ada tanda-tanda orang dibelakangnya. Melihat punggung Safwana yang mulai menjauh. Safwana sudah pergi.

Akash menggaruk kasar rambutnya. Menyalurkan perasaannya yang gusar. Sungguh, hanya Safwana yang bisa membuatnya seperti ini.

Salahkan saja Akash yang menaruh hatinya kepada cewek yang sama sekali tidak punya niat menjadi satu-satunya dihati Akash. Anehnya Safwana tidak pernah menjelaskan alasanya kenapa. Tidak bisa, tidak mau. Itu saja tanpa penjelasan.

Dirga yang entah datang dari mana, membaca tulisan besar yang ditulis Safwana. "Widihhh. Udah move on, bang?"

"Maksudnya?"

"Itu dipunggung elo." Dirga menepuk pundak Akash. "Bro, kalau patah hati. Cukup elo aja yang tahu. Nggak usah semua orang tahu juga keles. Malu," kata Dirga mengingatkan kemudian tertawa sebelum berlalu meninggalkan Akash dengan kebingungan.

Akash yang tidak mengerti satu katapun yang keluar dari mulut Dirga jadi penasaran. Punggung? Tulisan? Patah hati? Ah Akash ingat, sebelum pergi, Safwana menulis sesuatu di bajunya. Dengan gerakan cepat, Akash membuka seragamnya, untung saja ia selalu memakai kaos oblong sebagai dalaman. Jadi Akash bebas buka seragamnya di mana saja.

"GUE MOVE ON! SAFWANA."

Akash membaca tulisan dibalik seragamnya. "Safwana." Akash menggelengkan kepalanya. Bagaimana ia tidak jatuh cinta dengan cewek itu. Senyumannya, tatapannya bahkan perlakuan konyol cewek itu selalu membuat Akash gagal untuk jatuh cinta kepada yang lain.