webnovel

Ruby Jane

WARNING: 1. Mengandung muatan dewasa. 2. Buku ini terinspirasi dari novel Melanchocolates. Summary: Namaku Ruby, Ruby Jane... Ruby adalah batu yang kuat dan berkilauan, tapi aku tidak begitu. Saking berkilaunya sampai aku dibuat lemah. Cinta membuatku hidup dengan kegilaan. Cinta ibu dan ayah berhenti ditengah jalan. Cinta sahabatku berakhir ketika ia memutuskan untuk menikah. Cinta kekasihku melimpah namun aku tidak sanggup menadahinya. Adakah ketulusan itu? Jika pun ketulusan dan kasih sayang bisa dibeli dengan uang, maka aku akan membelinya. Semua perjalanan itu adalah harta yang tak ternilai untukku, semuanya sudah hancur. Namun seseorang disana tengah berusaha meyakinkanku untuk terus menjalani kehidupan ini sampai saatnya aku kembali pada-Nya. Seseorang itu telah memberiku sekotak kecil Pandora untuk tidak berhenti berharap. Namaku Ruby Jane, dan ini kisahku..

nyenyee_ · Sejarah
Peringkat tidak cukup
17 Chs

Membayar Dengan Lunas

Ruby dan Jack masih asyik bercumbu, angin dini hari yang menusuk tulang mereka seakan tidak terasa. Hawa panas lebih mendominasi, apalagi malam ini Ruby jauh lebih liar dari sebelumnya yang nampak malu-malu. Jack melepas pelukannya kemudian menatap Ruby dengan dada naik turun. Bibir perempuan di depannya ini basah dan mulai membengkak, bibir yang tadinya tebal menjadi semakin tebal. Dan terlihat sangat seksi di mata Jack.

Ruby juga sama terengahnya seperti Jack. Perempuan itu membuka satu persatu kancing kemeja Jack dengan tidak sabaran. Awalnya Jack terlena namun lelaki itu menahan tangan Ruby.

"Sekali kamu memulainya, aku tidak akan berhenti. Jangan menyesali apa yang sudah terjadi". Peringat Jack serius. Kendati dirinya sudah terangsang, namun tetap saja pendapat perempuan di depannya ini yang paling penting. Jikalau Ruby saat ini mengatakan; jangan lakukan. Maka Jack tidak akan melakukannya. Namun beda ceritanya jika Ruby yang merayunya seperti sekarang.

"Aku tidak akan pernah menyesali jika itu aku lakukan bersamamu, sayang". Ujar Ruby manja sembari melepas kemeja Jack hingga lelaki itu setengah telanjang.

"Lagipula aku ingin membayar semua hutangku padamu dengan lunas". Lanjut Ruby dalam hati sebelum mendorong Jack agar berbaring diatas sofa merah pekat di ruang tamu. Jack pasrah karena Ruby yang meminta, bahkan perempuan itu yang memimpin malam ini.

Ruby bukanlah sosok perempuan polos seperti malam itu, ia kini menjelma menjadi liar dan seksi. Jack mengerang beberapa kali saat Ruby mulai mencium leher hingga dadanya. Lelaki itu mengatupkan bibirnya rapat-rapat kala Ruby membuka gesper celananya. Tangan lelaki itu tak mau kalah dengan meremas bokong sintal sang kekasih. Ia tidak ingin merasa nikmat sendiri, ratu diatasnya ini juga perlu merasakan nikmat surgawi.

"Akan aku jadikan kamu ratu malam ini, sayang. Kamu hanya perlu mendesahkan namaku, biar aku yang bekerja keras". Jack lantas membalik posisi hingga Ruby kini terkukung dibawah tubuh besarnya. Ruby mengerling nakal, merangkul leher Jack kemudian membuka kakinya lebar-lebar sudah siap dimasuki.

"Aku sudah siap, sayang". Jack tersenyum miring. Persetan dengan janjinya waktu itu untuk tidak mengambil mahkota Ruby sebelum menikah. Mana ada kucing yang menolak jika disodorkan ikan asin? Hanya lelaki bodoh yang menolak perempuan cantik dan seksi seperti Ruby yang minta disetubuhi. Toh Jack juga akan menikahi Ruby secepatnya kok, setidaknya ia akan bertanggung jawab.

Dan langsung saja Jack melepas tanktop Ruby sekaligus celana perempuan itu, sebelum membuka celananya sendiri. Jack langsung meraup buah dada Ruby begitu kain kecil yang dipakai perempuan itu terlepas, ia manjakan dengan lidah dan giginya. Si empunya mengerang, begitu menikmati karena hal ini yang telah ia impi-impikan sejak kemarin. Semua berjalan dengan cepat, sampai tiba waktunya Jack merenggut mahkota Ruby. Perlahan dengan penuh kehati-hatian tidak mau sang pujaan merasa tersiksa dengan kegiatannya.

"Sudah, masuk". Ujar Jack saat miliknya sudah masuk sepenuhnya. Ruby memejamkan matanya rapat-rapat karena merasa aneh dan tidak biasa dengan sesuatu yang memenuhi ruang miliknya.

"Bi-sa tolong keluarkan? Ini sakit sekali, akhhhh". Bukannya mengeluarkan miliknya, Jack justru mulai bergerak dengan tempo lambat.

"Tidak bisa sayang, aku akan bergerak sepelan mungkin. Akhhh.. kamu sempit... nikmat sekali". Racau Jack disela gerakannya. Hanya Jack sepertinya yang menikmati, Ruby justru merintih dan menahan sakit. Beberapa kali perempuan itu minta Jack berhenti namun tidak diindahkan sama sekali. Jack justru mengentak atau membungkam bibir Ruby saat perempuan itu mulai berisik. Hingga sampai pada puncaknya, Jack langsung melepaskan diri dari Ruby. Lelaki itu berguling kesamping kemudian memeluk kekasihnya yang kelelahan erat-erat. Diciumnya dahi sang kekasih sambil terus menggumamkan kata maaf.

"Terimakasih sudah menjadikanku pertamamu". Bisik Jack yang hanya dibalas gumaman oleh Ruby. Ruby membalas pelukan Jack dan meletakkan kepalanya di dada lelaki itu.

"Terimakasih, berkat malam ini aku sudah membayar semua hutangku padamu dengan lunas. Tidak ada rasa bersalah lagi jika seandainya aku memutuskan untuk meninggalkanmu". Batin Ruby dalam hati. Ia tidak mau bergantung pada siapapun, termasuk Jack. Kendati Jack adalah tempat bergantung ternyaman menurut Ruby. Perempuan itu tidak mau hancur lagi, tidak mau. Sesungguhnya ia belum mempercayai siapapun, termasuk Jack.

"Sayang, kamu mencintaiku?". Tanya Jack pada Ruby yang membuat perempuan itu mendongak.

"Hmmmm". Ruby menganggukan kepala.

"Tapi, aku tidak pernah mendengarnya dari bibirmu".

"Aku cinta kamu". Kata Ruby datar. Seperti tidak ada sesuatu yang istimewa dibalik kata cinta. Jack memajukan wajahnya hingga beradu dengan wajah Ruby.

"Katakan sekali lagi didepan mataku, bibirku, hidungku, dan wajahku". Pinta Jack manja.

"Aku cinta kamu".

"Ciumlah kedua mataku". Ruby menaikan alisnya. Tapi ia menuruti keinginan Jack. Ia mencium kedua mata Jack yang terpejam. Jack berdecak setelah Ruby menjauhkan wajahnya.

"Ciuman yang hambar. Aku ingin ciuman yang penuh rasa. Ulangi sekali lagi". Ruby membuang nafas dan mencium lagi kedua mata Jack yang terpejam itu.

"Ya, ini baru ciuman yang penuh cinta". Bisik Jack.

"Sekarang aku ingin kamu memelukku erat-erat". Ruby tidak bersuara. Ia memeluk tubuh Jack lebih erat dan tidak melepaskannya sampai Jack berbisik lagi.

"Sayang, kenapa kamu tidak pernah berucap cinta atau sayang padaku?". Jack ingin sekali Ruby menunjukan rasa cinta kepadanya. Kadang-kadang ingin juga Ruby bersikap manja dan imut tapi sayang kekasihnya bukan perempuan yang seperti itu. Tapi Jack menerima Ruby apa adanya, kehadiran Ruby dihidupnya sudah lebih dari cukup.

"Aku tidak tahu. Mungkin aku bukan perempuan romantis. Tapi aku benar-benar sayang kamu". Bohong Ruby.

"Aku sedang mencoba". Lanjutnya dalam hati.

"Minggu depan kita akan menikah". Bisik Jack lagi. Ruby melepaskan pelukannya dan menatap Jack yang matanya sudah berbinar-binar.

"Me-menikah?". Tanya Ruby tak percaya. Kenapa secepat ini?

"Iya, menikah minggu depan. Bukankah malam itu kamu sudah setuju dan mau jadi istriku?". Ruby diam, mulai sibuk dengan pikirannya sendiri. Apa rasanya menjadi istri tetapi sudah melakukan itu diluar nikah? Apakah masih ada sensasi jantung berdebar saat malam pertama? Begitulah pikir Ruby.

"Tapi aku tidak tahu di mana ayahku sekarang".

"Tidak masalah. Kamu memiliki-ku". Sahut Jack enteng. Lelaki itu kembali memeluk Ruby kemudian menepuk lembut punggung telanjangnya.

"Tapi aku malu dengan keluargamu".

"Malu kenapa?".

"Karena tidak ada keluarga yang mendampingiku saat menikah nanti". Jack menghela nafas panjang sebelum menarik dagu Ruby agar perempuan itu menatap matanya.

"Sayang, tidak perlu memikirkan itu. Ibuku adalah ibumu juga, keluargaku adalah keluargamu". Ruby berpikir, ia menerawang. Dimana ayahnya berada? Sudah setengah tahun tidak ada kabar, ia tak lagi mengiriminya uang. Bagaimana ia memberi tahu jika putrinya akan menikah? Ruby malu jika tidak ada saudara ataupun orangtua saat ia menikah nanti.

"Kamu kenapa? Tidak suka dengan apa yang aku sampaikan?". Tanya Jack lembut membuyarkan lamunan Ruby.

"Tidak. Aku hanya berfikir dimana ayahku".

"Apa kita cari saja beliau?". Kata Jack memberi usul.

"Tidak perlu. Apakah kamu yakin tidak masalah jika aku tak punya wali?".

"Ya. Aku sangat yakin. Kamu memilikiku dan itu cukup". Putus Jack mutlak kemudian mengendong Ruby dan memindahkan perempuan itu di dalam kamar. Keduanya tidur lelap dini hari begini karena kelelahan.

Esoknya Ruby terbangun tanpa sosok Jack disampingnya. Jack meninggalkan sebuah kertas bertuliskan ia harus kembali ke kantor karena ada urusan. Tidak sempat berpamitan karena tidak tega membangunkan Ruby yang tertidur sangat lelap. Lelaki itu juga sudah membuat sarapan untuk Ruby. Ruby menatap kertas itu datar tidak ada ekspresi apapun setelah ia membacanya.

Yang memenuhi otaknya saat ini adalah ajakan Jack menikah tadi malam. Jack memang pernah mengajaknya menikah sebelum ini, hanya saja Ruby tidak menyangka jika lelaki itu serius. Ruby berjalan tanpa mengenakan pakaian menuju kamar mandi, perempuan itu duduk di kloset sambil merokok. Jarum jam terus berputar hingga tanpa terasa sudah sejam lebih ia duduk di kloset sambil merokok.

Pikirannya buntu. Tidak ada jalan keluar. Ia matikan puntung rokok yang ketujuh, lalu berdiri dibawah guyuran shower. Setelah dirasa cukup dan tubuhnya lumayan segar, ia keluar dari kamar mandi dengan mengenakan kimono merah.

Otaknya bekerja keras. "Apakah aku siap menikah? Aku malu sendirian menghadapi keluarga Jack. Semuanya akan hadir, sementara aku sendirian. Yang paling penting, apakah aku benar-benar mencintai Jack?".

Ruby memejamkan mata, lalu berjalan menuju dapur untuk menyeduh kopi. Ia menyeruput kopi itu dan setelahnya mulai mematik rokok. Ia gigit bibir bawahnya sesekali. Lelah berfikir tanpa hasil, akhirnya ia menyerah pada sebuah keputusan; ia akan menikah dengan Jack. Mungkin bukan karena cinta melainkan untuk membayar hutang balas budi. Jika seandainya ia berubah pikiran ditengah jalan, tidak masalah. Toh ia sudah membayar Jack dengan tubuhnya, membiarkan lelaki itu mencicipi tubuhnya. Hanya lelaki itu yang ia biarkan menyentuhnya.

Ia akan menikah. Tanpa ayah, tanpa ibu, ia memutuskan untuk menjalin kehidupan baru. Ruby mematikan rokok dan masuk ke dalam kamar.

***