webnovel

Ruby Jane

WARNING: 1. Mengandung muatan dewasa. 2. Buku ini terinspirasi dari novel Melanchocolates. Summary: Namaku Ruby, Ruby Jane... Ruby adalah batu yang kuat dan berkilauan, tapi aku tidak begitu. Saking berkilaunya sampai aku dibuat lemah. Cinta membuatku hidup dengan kegilaan. Cinta ibu dan ayah berhenti ditengah jalan. Cinta sahabatku berakhir ketika ia memutuskan untuk menikah. Cinta kekasihku melimpah namun aku tidak sanggup menadahinya. Adakah ketulusan itu? Jika pun ketulusan dan kasih sayang bisa dibeli dengan uang, maka aku akan membelinya. Semua perjalanan itu adalah harta yang tak ternilai untukku, semuanya sudah hancur. Namun seseorang disana tengah berusaha meyakinkanku untuk terus menjalani kehidupan ini sampai saatnya aku kembali pada-Nya. Seseorang itu telah memberiku sekotak kecil Pandora untuk tidak berhenti berharap. Namaku Ruby Jane, dan ini kisahku..

nyenyee_ · Sejarah
Peringkat tidak cukup
17 Chs

34+35

Mobil Jeep warna hitam milik Jack berhenti tepat di depan gedung apartemen. Disepanjang perjalan tadi, Jack tidak berhenti melirik ke arah Ruby. Sementara itu Ruby hanya memasang wajah datar, tanpa ekspresi seperti biasa. Seolah-olah ia tidak menjanjikan sesuatu yang intim pada Jack. Entahlah Ruby hanya berpikir jika apa yang ia berikan nanti pada Jack hanyalah sekedar bayaran dalam tanda kutip karena lelaki itu sudah baik sekali padanya selama ini.

Rasanya agak tidak enak jika menolak keinginan lelaki itu, ya hanya sekedar perasaan tidak enak hati saja. Maafkan Ruby yang belum berhasil menumbuhkan cinta dihatinya sampai detik ini. Jack menggenggam lembut jemari Ruby membuyarkan lamunan perempuan itu. Ruby menoleh dan langsung dihadapkan oleh tatapan secantik bintang dari mata Jack.

"Kalau kamu belum siap, aku tidak memaksa. Aku tidak ingin kamu tertekan karena permintaanku". Sikap Jack benar-benar membuat Ruby semakin merasa tidak enak. Begitu lembut tutur kata dan perlakuan lelaki itu padanya. Ruby menyentuh pipi Jack dan merapikan helaian rambut lelaki itu, diciumnya kening sang kekasih dengan lembut.

"Aku tidak masalah dengan itu, jika kamu mau aku akan berikan semua. Kamu bahkan sudah memberikan semuanya untukku". Kalimat penuh kebohongan keluar dari mulut Ruby. Sementara itu Jack yang terhanyut dalam kebohongan manis Ruby pun akhirnya dibuat buta. Bahkan tidak bisa membedakan mana yang tulus dan hanya yang palsu belaka, padahal seharusnya lelaki itu sudah khatam dengannya.

Saat keluar dari mobil tiba-tiba Ruby terhuyung sambil menyentuh kepalanya, Jack yang selalu sigap langsung merangkul sang kekasih. Ruby merasakan pening yang teramat sangat karena kebanyakan minum wine. Wajah perempuan itu pucat dan sedetik kemudian muntah hingga mengenai jas Jack.

"Astaga kamu pasti kebanyakan minum". Dengan sigap dan tanpa jijik, Jack langsung membopong tubuh Ruby menuju kamar nomor 3435. Bayangan indah dan liar hilang begitu saja dibenak Jack begitu melihat sang kekasih lemah tak berdaya digendongannya.

Jack langsung membaringkan Ruby keatas ranjang, lelaki itu hendak pergi sebentar untuk melepas jas-nya namun langsung dicegah begitu saja oleh Ruby. Ruby memeluk Jack erat-erat seakan tidak mau lepas. Meski ruby belum mencintai Jack, namun perempuan itu tidak ingin kehilangan Jack.

"Aku butuh kamu, Jack". Dipeluknya kepala Jack. Jack mendekapnya lebih erat. Ia mengelus-elus rambut panjang Ruby, kemudian mengecup bahu telanjang perempuan itu. Ditariknya dengan lembut pelukan mereka, Jack menyampirkan rambut Ruby yang basah terkena muntahan.

"Aku bersihkan wajahmu dengan air hangat ya?". Ruby menganggukkan kepala. Jack berjalan kearah dapur dan memasak air.

Jack membilas wajah Ruby dengan handuk kecil. Ia bersihkan sisa muntahan di sekitar bibir perempuan itu. Disaat Jack dengan telaten membersihkan wajah Ruby, hanya hening yang ada. Dan disaat itulah tiba-tiba Ruby mengingat sosok dokter yang sempat ia rendahkan dengan kata-kata. Entah kenapa ia ingin sekali bertemu dengan dokter itu.

"Jack, dokter yang waktu itu kita datangi namanya siapa?".

"Kenapa? Kamu butuh dokter?".

"Tidak, aku cuma ingin bertemu".

"Benar? Kamu tidak membutuhkan pertolongan medis?".

"Tidak. Sebenarnya yang aku butuhkan hanya kamu". Jack tersenyum dan mengecup dahi Ruby.

"Kalau tidak salah namanya dokter Sonia, sepertinya aku punya kartu namanya". Ruby hanya diam dan tidak menyahuti Jack. Perempuan itu justru kembali memeluk Jack dengan manja, mencium aroma tubuh Jack yang bercampur dengan bau muntahannya. Ruby merasa nyaman berada didekat Jack hingga terlelap. Jack mengerti kekasihnya mungkin sedang tertekan entah karena apa. Ia tak banyak tanya dan membiarkan kekasihnya terlelap, tidak mencoba menagih apa yang telah Ruby janjikan kepadanya. Perlahan Jack membaringkan Ruby keatas ranjang dan menyelimuti perempuan itu. Kemudian ia ikut berbaring disamping sang kekasih. Ditatapnya wajah Ruby saat sedang terlelap, sangat cantik namun terlihat rapuh. Tanpa sadar air mata Jack jatuh dengan sendirinya seakan ikut merasakan kesakitan yang dirasakan Ruby selama ini.

"Aku tidak akan meninggalkan kamu, kecuali kamu yang memintanya". Berulang-ulang Jack mengecupi pipi Ruby. Mereka akhirnya terlelap diatas ranjang yang sama. Pulas. Mereka tidak bercinta.

***

Ruby bangun pukul 02.10 dengan tubuh masih berselimut. Ia tidak menemukan Jack disampingnya. Ia turun dari ranjang dan masuk ke dalam kamar mandi. Bau anyir muntahan ditubuhnya membuat Ruby merasa perlu membersihkan diri. Ia melepaskan pakaiannya satu persatu dan berdiri di bawah shower. Ia membersihkan tubuh dengan sabun cair. Tanpa disadarinya pintu kamar mandi terbuka. Jack menatap tubuh Ruby dari belakang dengan terpesona. Ia bergerak mendekat dan tanpa ragu mendekap punggung Ruby.

Ruby sedikit tersentak sebelum membalikan tubuhnya. Awalnya saling diam, Ruby dengan jantung berdebar saat menatap mata sayu penuh gairah dari Jack. Dan Jack dengan jantung berdebar begitu melihat apa yang ada didepannya saat ini. Surga. Kemudian keduanya saling mengulum bibir satu sama lain. Jack membiarkan bajunya basah terkena pancuran air. Ruby sedikit tergesa melucuti baju Jack sambil terus berciuman dengannya. Jack mengerang saat tangan kecil Ruby membelai dada hingga turun ke  perut atletisnya.

Sentuhan demi sentuhan membangkitkan gairah keduanya. Tangan Jack pun tak tinggal diam selalu sibuk dengan menangkup dua bulatan indah, kenyal didepannya. Meremas dengan lembut dan mencubit pucuknya hingga siempunya melengkungkan tubuhnya tanpa sadar. Membusungkan dadanya seakan minta dimanjakan dengan lebih. Ketika rasa itu memuncak, Jack mendekap Ruby dengan lebih kuat dan membuka kakinya agar memberi celah.

"Akhhhh!!!".

Ruby menjerit keras, mengatupkan kedua pahanya. Jack terperangah dan segera melepas dekapannya. Sungguh tidak tega melihat Ruby begitu kesakitan saat jarinya mencoba menelusup ke dalam sana. Ia segera memeluk tubuh Ruby kembali yang masih mengerang kesakitan.

"Virgin?".

Ruby mengangguk disela tangisnya karena perih di antara kedua pahanya. Jack masih memeluk tubuhnya dan bertanya kembali.

"Virgin kah?".

"Ya". Sahut Ruby lemah. Jack awalnya tidak yakin jika Ruby masih perawan. Perempuan itu begitu liar dan nakal. Begitu Jack buktikan sendiri, lelaki itu baru yakin jika kekasihnya memang masih perawan.

Jack mengecup dahi Ruby berulang-ulang, kedua pipinya, kedua matanya, dan terus berbisik, "maaf, maafkan aku, aku tidak tahu sayang". Jack segera membalutkan handuk ke tubuh telanjang Ruby yang basah. Ia membimbingnya keluar dari bathtub dan mendudukkannya di atas tempat tidur. Kedua telapak Ruby mendarat dipipi Jack.

"Aku seharusnya yang minta maaf. Kamu pasti kecewa...". Jack langsung menggelengkan kepala.

"Tidak, aku tidak kecewa. Aku merasa beruntung sekali punya kekasih yang masih Virgin. Kamu tidak pernah tersentuh oleh lelaki mana pun. Dan itu artinya akulah laki-laki yang pertama kali melihat tubuh indah yang kamu miliki. Aku benar-benar tidak menyangka... aku sangat mencintaimu, Ruby. Untung kita belum berbuat lebih jauh. Aku tidak ingin merusakmu". Ruby menatap wajah Jack, menatapnya teduh.

"Tapi, kamu tidak puas...". Jack meletakkan jari telunjuknya ke bibir Ruby.

"Sssttt... maukah kamu menjadi istriku? Nikahlah denganku...". Jack mencium punggung tangan Ruby. Ruby tidak menjawab pertanyaan Jack, lebih tepatnya sengaja mengalihkan pembicaraan. Perempuan itu merangkul leher Jack, sambil melayangkan tatapan nakal.

"Ayo kita lanjutkan sayang, mumpung kita masih sama-sama telanjang". Jack merangkul pinggang Ruby sambil tersenyum lembut.

"Bagaimana ini. Aku sudah janji tidak mau merusakmu, tapi kamu pun merasakan sendiri apa yang terjadi pada diriku". Dengan sengaja Jack menggesekkan penisnya ke pangkal paha Ruby.

"Shhhh... haha". Keduanya tertawa geli.

"34+35? Wanna?". Jack menarik alisnya karena tidak paham dengan maksud Ruby.

"34+35?". Ruby tersenyum nakal kemudian mendekap Jack, dibisikanlah sesuatu di telinga lelaki itu.

"34+35=69, posisi 69. Sayang".

"Astaga kamu benar-benar nakal. Tapi aku suka, ayo lakukan". Jack meremas bokong Ruby kemudian memposisikan diri untuk saling memuaskan. Saling memuaskan tanpa merusak, hanya sekedar memuaskan dengan lidah dan mulut.

***

Wajah merah, nafas memburu, dada naik turun. Sejak dua jam lalu keduanya masih saling memuaskan satu sama lain. Mereka sudah tidak diposisi 69 lagi melainkan kini Jack menindih tubuh Ruby sepenuhnya dengan mulut meraup penuh buah dada perempuan itu. Ruby melenguh sambil menjambak rambut Jack kepala nya menoleh kekanan dan kekiri, bibirnya ia gigit menahan desahan.

"Aku janji tidak akan memasukannya". Ruby mengangguk dengan wajah sayu, membuka lebar kakinya memberi akses bagi Jack untuk melakukan petting.

Erangan dan desahan bercampur jadi satu, Jack menggesekkan miliknya dengan tempo teratur. Ruby tidak kuasa menahan kenikmatan yang Jack ciptakan, ia meremat sprei kuat-kuat. Ingin berteriak sekencang mungkin seakan ingin meledak. Sementara itu Jack terus mengeluarkan cairan pre-cum. Semakin lama-semakin cepat gerakannya, menggesek dinding vagina sang kekasih meski ingin sekali menancapkannya kedalam sana. Ingin merasakan kehangatan dan pijatan lubang sempit itu.

"Sayang, aku masukkan ya. Hanya ujungnya saja. Nghhhh...". Pinta Jack yang akhirnya tidak bisa menahan diri.

"Jangan Jack, aku tidak mau". Ruby menahan tangan Jack yang hendak memasuki dirinya.

"Aku tahu kamu juga sudah tidak tahan. Aku janji hanya ujungnya saja, lalu langsung aku keluarkan". Belum sempat Ruby menjawab, Jack sudah lebih dulu menerobos miliknya. Ruby menjerit sangat keras, meski baru masuk sedikit rasanya sakit bukan main.

"Jack aku mohon jangan, sakit sekali. Hiks...". Melihat air mata dipipi Ruby, Jack langsung menarik diri. Lelaki itu berguling kesamping dan tidak jadi melanjutkan apa yang hendak ia lakukan. Jack mengusap air mata dipipi Ruby dan memeluk sang kekasih erat-erat.

"Maaf, sudah tidak aku lakukan. Maaf ya sudah membuatmu kesakitan". Jack mengusap-usap milik Ruby yang basah dengan lembut. Memberikan sentuhan agar perempuan itu lupa akan rasa sakitnya.

"Hmmmm... dimaafkan". Ruby memposisikan tidur dengan posisi miring menghadap Jack, kemudian masuk kedalam pelukan lelaki itu.

"Tapi jika nanti kita sudah menikah, kamu harus menahan rasa sakitnya. Malam pertama tidak boleh ditunda". Kata Jack mutlak. Mendengar kata pernikahan membuat Ruby kembali tertekan. Apakah ia pantas menjadi seorang istri? Nyonya Jack? Ibu?

"Kamu mau kan menikah denganku? Jadi istriku, dan jadi ibu dari anak-anakku?". Tanya Jack sekali lagi sambil menunduk menatap mata teduh Ruby. Ruby tidak tahu hendak menjawab apa, ingin menolak tapi tidak kuasa melihat pancaran penuh harap dari mata Jack. Mata Jack melemahkan Ruby.

"Ya... nikahilah aku". Akhirnya jawaban yang entah bisa Ruby pertanggungjawabkan atau tidak itu ia ucapkan. Yang penting saat ini ia sudah membayar Jack dengan tubuhnya, ia tidak mau berhutang pada lelaki itu. Maafkan Ruby, Jack.

"Terimakasih sayang, aku sangat mencintaimu". Untuk yang kesekian kalinya dimalam ini, Jack mencium dahi Ruby dengan sayang.

***