webnovel

Royal Family Series : Pengantin Sang Raja (The King's Bride)

Richard adalah raja yang tak pernah menikah. Itu adalah sumpahnya setelah melihat penghianatan yang dilakukan ibunya. Namun bagaimana jika adik lelakinya yang merupakan pewaris tahta akhirnya meninggal dan memohon agar Richard menikah sebagai permintaan terakhirnya? GalaxyPuss

Galaxypuss · Sejarah
Peringkat tidak cukup
55 Chs

Kembali

Justin selalu ingat dengan kenangan masa lalu yang ia miliki.

Kedua orang tuanya adalah orang tua paling hebat di dunia untuk Justin, keduanya adalah contoh sesuatu yang orang sebut sebagai cinta sejati. Ayahnya adalah seorang ilmuwan keren yang menciptakan banyak hal. Sementara ibunya adalah seorang dokter militer, namun mulai membuka praktek dirumah setelah Justin lahir.

Sering kali saat ia masih kecil ia membandingkan siapa diantara kedua orang tuanya yang paling mirip dengannya, dan Justin akan menganggap bahwa rasio keduanya seimbang. Wajahnya adalah milik ayahnya, begitu pun dengan rambut pirangnya. Tapi sifatnya adalah milik ibunya, mereka sama-sama tipe orang yang ceria dan tidak takut menanggung resiko; tipe orang yang senang bermain-main.

Saat musim panas, ketika masa liburan sekolah orang tuanya akan mengadakan kamping dibelakang rumah. Ibunya adalah juru masak imajinatif—beberapa percobaannya tidak aman untuk dimakan—tapi Justin selalu menyukai masakan ibunya.

Ketika malam tiba, saat bintang muncul di angkasa. Ibunya akan memanggang sosis sapi sementara ayahnya akan memangku Justin, mengajaknya bercerita tentang angkasa dan hal-hal luar biasa yang menarik. Ayahnya senang memanggil Justin dengan sebutan 'serigala kecil' karena kecintaan Justin pada bulan purnama. Justin selalu berpikir bahwa keluarganya adalah keluarga sempurna, ia hanya tidak tahu bahwa keluarga sempurnanya harus memiliki sebuah akhir tragis. Akhir yang begitu menyakitkan.

...

Justin tersentak, tersadar dari lamunannya saat ponselnya berbunyi nyaring. Matanya melirik caller ID yang berkedip marah—Yang Mulia.

Dengan segera ajudan itu meraih ponselnya dan mengangkat panggilan itu, berdeham sesaat sebelum berbicara. "Yang Mulia?"

"Oh, Justin."

"Ya?"

"Aku mau kau pulang besok."

Alis Justin naik sebelah, "Besok?"

"Ya, besok."

"Tapi saya belum mendapat apapun, bahkan saya belum menemukan info tentang gereja yang Anda minta itu."

"Tidak perlu," Richard menggumam. "Pulang saja, sebentar lagi perigatan setengah tahun kematian Redd. Aku membutuhkanmu."

Justin tersenyum sedikit. "Anda membutuhkan saya? Apa itu sebuah rayuan?"

Terdengar suara jijik. "Sudah kuduga. Beberapa minggu di Vatikan memang bisa mengubah orientasi seksmu, apa kau jadi didominasi pria di bandara kemarin?"

"Yang Mulia!"

Richard tertawa, "Bercanda. Pulang besok, kau akan mendapat tiketnya dari Charles. Dia bilang dia sudah memesankannya, sampai jumpa di kantorku."

Justin menghela nafas saat panggilan itu dimatikan, matanya memandang sesaat pada jendela yang bening sebelum meraih jaketnya dan keluar—menyongsong malam di jalananan Vatikan.

...

Raja Chevailer itu iseng memutar kudanya menuju ke pondok ibunya. Jika dihitung sudah lama sekali ia tidak kemari; sejak kematian Redd tempat ini menjadi tabu untuk ia datangi. Richard mengikat kudanya di pohon depan pondok, tangannya menepuk kepala kuda itu beberapa kali sebelum menuju ke pelataran pondok. Ia meraih kunci pondok di bawah pot dan membuka pintu, bau samar apak dan bunga kering menyerbunya begitu saja. Dengan langkah perlahan Richard melangkah masuk dan berhadapan dengan lorong rumah.

Ribuan memori menerjangnya begitu saja, tentang hujan, pigura, burung yang terluka dan tentu saja sofa basah. Raja itu terkekeh kecil, menutup pintu di belakangnya dengan perlahan ia mulai menjelajah lebih jauh ke dalam.

Keadaannya masih sama.

Sofa dan segala hal disana masih sama, seperti terakhir kali ia meninggalkannya. Tidak ada satu pun yang berubah, dan itu malah membuatnya makin direndam duka. Beberapa hari lagi adalah peringatan setengah tahun kematian Redd, dan ia terus-terusan merasa bahwa awan mendung berkumpul di atas kepalanya. Bahkan setelah setengah tahun, ia masih tidak percaya bahwa Redd sudah meninggal; memuakkan.

Raja Muda itu kemudian mulai melangkah menuju ke dapur, terkekeh kecil saat melihat persediaan makanan yang dulu disiapkan Redd masih ada di sana. Tangannya membuka-buka laci makanan malas, hanya mencoba untuk memberi kegiatan pada waktu luang dari program istirahat—buatan Charles—yang mengharuskan ia berhenti dari segala pekerjaannya selama satu jam dalam sehari. Pria tua itu membuat Richard terpaksa harus bersedia ditendang dari ruang kerjanya dan mulai mengekplorasi lingkungan sekitar. Raja itu sudah memprotes bahwa kegiatan ini hanya membuat ia terlihat seperti kucing penasaran dan bahwa ia sudah cukup lama menjalani hidup penuh eksplorasi.

Tapi tentu saja Charles menang, Fleur mendukungnya dan ia bahkan menyertakan surat dokter yang menyarankan kegiatan luar ruangan bagi Richard. Selain itu argumennya sudah cukup untuk membuat Richard diam 'Anda harus menyembuhkan diri anda, termasuk jiwa dan pikiran anda tanpa terkecuali. Anda jelas agak sakit beberapa bulan ini, anda mengakuinya kan?' Tidak. Tentu Richard tidak mengakuinya, karena itu artinya ia mengiyakan bahwa dirinya sebelas dua belas dengan pasien rumah sakit jiwa beberapa bulan kebelakang.

Raja Muda itu menghela nafas, ia meraih botol air mineral yang berjajar rapi di laci kanan dan membukanya. Meminumnya seraya beralih untuk duduk di lantai dan bersandar ke kaki meja dapur, kakinya ia selonjorkan dan matanya terpancang melewati ambang dapur ke sofa di ruang tengah. Ya, tempat penuh kenangan yang tak bisa Richard lupakan.

"Kau dulu pernah berjanji di sofa itu, ingat?" Raja itu bermonolog. "Kau berjanji akan membuatku bahagia, tapi kau berbohong."

Richard terkekeh sebentar, ia kemudian meremukkan botol air minum yang telah habis dan melemparnya ke sudut ruangan. Ia lantas mengambil ancang-ancang untuk bangkit, saat tangannya tergores oleh sesuatu yang bertepian tajam. Sembari mengaduh pelan, Raja itu berbalik dan membungkuk mengecek hal yang sudah menyebabkan luka melintang tipis di lengannya.

Sebuah kawat, tipis yang menjorok keluar dari bawah langit meja. Richard menghela nafas pelan sembari mencoba menarik kawat itu, untuk mencegah orang lain terluka lagi. Namun gagal, maka Raja itu mencoba mencari sesuatu untuk memotong kawat itu. Ia berputar, mulai mencoba menemukan perkakas. Langkahnya kemudian berderap ke lorong, menggumam lega saat menangkap kotak perkakas yang ditaruh di sudut. Tepat disamping pajangan bunga ibunya.

Richard kemudian berjongkok dan membuka kotak itu, mencari tang atau benda lain yang akan berguna sampai matanya melirik celah sempit diantara rak dengan tembok. Ada sesuatu yang dijejalkan di celah itu, menelengkan kepala penasaran, Richard menggeser kotak perkakas ke belakang tubuhnya dan meraih tepian rak; sebelum kemudian mendorongnya ke depan. Raja itu berhenti saat celah itu sudah muat dengan tangannya, dengan segera ia meraih benda yang ternyata adalah sebuah map kulit.

"Apa ...."

Kening Richard berkerut saat melihat lambang kerajaan di sampul map itu, dengan rasa penasaran Raja itu berjalan menuju ruang tengah dan mengambil duduk di karpet. Sembari bersila ia membuka map itu dan mulai mengeluarkan isinya.

Sebuah kertas, banyak kertas jika boleh disebutkan. Richard menelengkan kepala, ada dokumen dengan stampel resmi kerajaan yang bahkan ditandantangi oleh ayahnya, surat-surat tulisan tangan yang menguning dan beberapa dokumen lain yang berisi sesuatu seperti sebuah penemuan baru dan perjanjian. Ada juga beberapa lembar nota dan tube kecil berisi cairan keemasan yang sudah membeku dan menempel di dinding tube.

Richard memutuskan untuk membuka dokumen resmi terlebih dahulu, benar dugaannya. Sebuah surat keterangan persetujuan Raja, yang menyebutkan permintaan penggunaan sesuatu yang bernama Violet ZC5 sebagai bahan tambahan dalam amunisi dan persenjataan militer Chevailer. Dokumen lain berisi sebuah laporan penemuan dan hak paten Violet ZC5-lagi-oleh seseorang bernama—

"Hans Curry ...." Richard termenung sebentar. "Curry? Itu nama Justin?" Raja itu menggeleng. "Marga Curry tentu ada banyak sekali, bukan hanya satu orang saja."

Tangannya berlanjut membaca nota-nota yang tersisa, nyatanya mengejutkan. Karena angka yang tertulis di nota itu mencapai lebih dari tiga puluh juta dollar. "Untuk apa semua ini sebenarnya?" Richard mendecak dan meraih surat-surat yang menguning, meratakannnya dan kemudian terhenyak ... karena surat itu berisi tulisan milik ibunya.