(Trigger warning : this ch have an 18+ content)
Gwen melangkah dengan perlahan ke sebuah ruangan, wanita itu mengetuk pintunya sebelum melongok ke dalam. Ia melihat Louis duduk di balik meja kerjanya sendirian, dengan cepat ia masuk dan mengunci pintunya. Wanita itu lalu berderap masuk, tanpa suara membanting tubuhnya keras-keras di sofa.
"Ada apa?" tanya Louis tenang tanpa mengalihkan pandang dari berkas-berkasnya.
"Rencana kita bisa gagal," wanita itu berdecak.
"Kenapa khawatir sekali?"
"Yang Mulia Raja memberikan dia pengawal." Gwen mendecak, "dan sial kenapa harus pria itu? Kenapa bodoh sekali."
"Bukannya justru hal ini akan jadi mudah? Karena hanya pria itu yang dia pilih," ucap Louis masih dengan nada tenang.
"Mudah?" Gwen mendengus. "Konyol. Aku masih tidak bisa percaya. Pengawal pribadi," wanita itu mendecak. "Kenapa diantara semuanya harus pengawal pribadi."
"Karena pengawal pribadi akan jauh lebih aman."
"Luois apa kau bodoh? Ini akan merusak semua rencana kita!"
Louis menghela nafas, ia menegadah dengan wajah bosan. "Kita punya rencana B bukan?"
"Ya tapi-,"
"Tidak perlu berfikir," Louis memotong cepat. "Kau hanya perlu mendekati Yang Mulia Ratu Gwen, hanya itu satu-satunya cara. Ada pengawal bodoh atau tidak, jika kau berhasil. Maka semua akan berjalan lancar."
...
Redd tidak tahu berapa lama ia menyibukkan diri untuk menata pondok kaca itu, yang jelas ia baru sadar betapa lelahnya dia saat Fleur mengulurkan air dingin yang langsung diminum oleh Redd hingga tandas. Ratu itu menjatuhkan diri di sofa ruang tengah, ia tersenyum saat menginggat ketika ia dan Richard terjebak di pondok dan masih bertannya-tanya bagaimana cara pria itu membawanya kembali ke istana.
"Justin berhenti bekerja!" teriak Redd saat melihat Justin yang masih asik memindahkan posisi meja makan.
Pria muda itu meringis, mengacungkan satu jari meminta kesempatan sekali lagi.
Redd memutar bola matanya malas, mengibaskan tangan yang mana langsung membuat Justin bersorak diiringi suara meja yang mulai bergeser lagi.
"Anak itu terlalu bersemangat," ucap Fleur masam.
"Kenapa kau tampak tak suka sekali dengan Justin?"
"Tentu saja," Fleur menggeram kesal. "Dia pasti akan selalu menuruti semua keinginan anda dan anda akan lebih leluasa mengacaukan keadaan."
"Aku tahu," Redd meringis. "Menyenagkan bukan?"
Redd tertawa riang saat pelayan pribadinya itu merengut, ia duduk menyamping membelakangi Fleur, menatap kosong pada hamparan hutan yang tersiram oleh cahaya matahari. Jauh di dalam hatinya, Redd masih bertannya-tanya misteri apa yang disimpan oleh pondok kaca dan hutan ini. Misteri di tempat ini bukan hal mistis, sama sekali bukan. Tapi hal yang lebih buruk, sebuah masa lalu. Masa lalu menyakitkan yang melukai banyak orang dan menghancurkan satu orang. Hingga berkeping-keping.
"Aku takut Richard marah jika aku memakai tempat ini," Redd berucap pelan. "Kau tahu Fleur, aku takut ini akan menyakitinya. Tapi aku ingin dia berdamai dengan masa lalunya, ia tidak bisa terus lari. Itu akan menyakitinya lebih banyak." Redd menghela nafas. "Aku harus membawa dia kemari untuk hal yang menyenangkan, tapi apa?" Redd diam. "Tidur? Aku sudah pernah. Piknik? Itu bukan di dalam rumah. Aku bertanya pada Bibi May soal hal apa yang harus aku berikan pada seorang suami di waktu-waktu sekarang, dia bilang Richard butuh bercinta ...."
Ratu itu mengerutkan kening.
"Aku tidak paham kenapa dia bilang begitu. Padahal aku sudah mencintai Richard tiap hari dan begitupun Richard. Kenapa Bibi May bilang Richard butuh bercinta? Apa aku kurang mencintai Richard? Fleur apa kau tak akan menjawabku?" tanya Redd saat ia menyadari bahwa Fleur membisu tanpa suara. "Fleur kau tidak mendengarku?"
Redd mendecak, "FLEUR KAU TI-," ucapan Ratu itu terhenti. Saat melihat Richard berdiri diam dibelakangnya. Tepat di tempat dimana Fleur tadi duduk.
"... dak mendengarku," suara Redd memelan. "Kenapa kau di sini?"
"Karena aku ingin."
"Kemana Fleur dan Justin?" tanya Redd cepat, menghindari tatapan tajam Richard.
"Pulang."
"Kalau begitu ayo kita pergi," Redd bangkit berdiri dengan cepat. Tapi langkah Ratu Muda itu terhenti saat Richard mencengkeram lengannya dan mendorongnyaa ke sofa.
Redd terdiam lagi seketika saat Richard menahan tubuhnya di sofa, posisi ini sudah sering terjadi. Bahkan baru tadi pagi juga terjadi, tapi entah kenapa Redd merasa jantungnya berdebar lebih keras dan ia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak meneguk ludah gugup.
"Ada apa?" tanya Richard saat menangkap tatapan Redd padanya.
"Tidak ada," jawab Redd canggung. "Menyingkir."
"Kenapa?"
"Menyingk-umph,"
Redd menggerang penuh dengan kepala menegadah saat Richard meraih bibirnya, menggigitnya dan mengulumnya liar. Wanita itu merengek saat merasakan rasa basah disuatu tempat di selatan tubuhnya. Ini berbahaya dan panas, dan entah untuk alasan apa Redd tidak mau berhenti seperti waktu yang lalu.
"Richard," Redd merengek lagi saat pria itu menghisap bibir bawahnya gemas.
"Bibi May mu benar Redd, aku memang butuh bercinta," bisik pria itu dalam.
Redd mendorong dada Richard keras, menatap pria itu keheranan. "Tapi aku sudah mencintaimu."
Richard menyeringai. "Bukan itu."
"Lalu?"
Redd tidak tahu apa alasan Raja Muda itu terkekeh, yang ia tahu ia memekik kencang saat tangan Richard menyentuh dadanya dan melakukan gerakan memijat yang membuat Redd menutup mata. "Apa yang kau lakukan?" tanya Redd terengah.
Raja Muda itu menelusurkan hidungnya pada rahang Redd. "Bercinta?"
"Ap, apa?"
"Bercinta. Aku akan menunjukkan padamu apa itu. Jadi diamlah."
Wanita bersurai gelap itu sudah hendak memprotes lagi, tapi tersedak oleh kalimatnya sendiri saat tangan besar Richard menelusup dibalik gaun tosca yang dipakainya. Tangan pria itu dengan kurang ajar memutar di sekitar lututnya sebelum kemudian naik perlahan menuju atas melalui paha dalamnya. Redd melenguh, tubuhnya bergerak karena desir geli dan matanya terbuka. Sayu dan basah. Dalam diam ia mengamati wajah Richard yang ada di atasnya, wajah itu tampak tenang. Tapi Redd tidak bodoh untuk mengartikan pandangan gelap itu. Sialan, Richard tengah kerasukan oleh nafsu.
"Aku mengerti," wanita itu berucap lemah. "Aku tahu apa itu bercinta."
"Kau tahu," Richard tersenyum miring. "Katakan jika begitu? Apa itu bercinta sayangku? Katakan."
Redd mencoba membuka mulut, namun gagal mengucapkan kalimatnya. Ia membuka mulut tapi yang terdengar hanya desahan lirih dan lenguhan yang menjadi. Raja Muda itu terkekeh, tangannya menekan tonjolan kecil dibalik celana dalam katun Redd yang mulai basah, ia kemudian melesakkan jarinya lebih jauh. Dibalut dengan kain katun yang terasa becek dan suara Redd yang menggema.
"Hen, hentikan," wanita itu merengek. Tapi Richard dengan sepenuh hatinya mengacuhkan rengekan itu.
"Jangan menolak," ia berucap dengan suara tenang. "Kau hanya perlu memberikannya padaku."
Tanpa tahu sopan santun tangan Raja itu bergerak lebih dalam, ia mencubit, dan terus menekan lebih dalam. Redd membusungkan dada, sungguh ia ingin berhenti. Tapi entah kenapa otaknya seolah macet tak bergerak, ia bahkan tidak sanggup membuka matanya. Wanita itu menggerang lagi, tangannya mencari pengangan dan berakhir dengan mencengkeram lengan Richard sekuat yang ia bisa.
Hanya itu, dan hanya hal itu yang kemudian ia butuhkan untuk membuat seluruh semesta meledak di kepalanya. Redd melenguh panjang, pinggangnya secara otomatis terangkat. Menyambut orgasme nya untuk yang pertama.
Baru akan menyuarakan ucapan, bibr Richard sudah terlebih dahulu meraup bibir kemerahan Redd, melumatnya tanpa tahu aturan.
Redd awalnya ragu, tapi ia akhirnya membalas hisapan rakus saat kedua lengannya mengalung di leher sang Raja. Tanpa sengaja, Ratu muda itu menekan bagian selatan Richard menggunakan lututnya. Raja itu menahan geraman. Ia memagut bibir Redd tanpa henti sementara kedua tangannya meraba punggung Redd mencari resleting. Lidah Raja Muda masuk ke dalam rongga mulutnya, membuat Redd memejamkan mata dan tanpa sadar menghisapnya kuat dan ia selalu menemukan bahwa dirinya makin menggila tanpa sadar.
Raja itu kemudian bangkit dan terkekeh saat Redd merengek tidak terima, dengan cepat pria itu membuka kemejanya dan melemparnya ke lantai. "Aku sudah bilang jika tidur tanpa pakaian adalah ide yang bagus."
"Orang gila."
"Aku tahu," Richard tertawa sebelum menjatuhkan dirinya di atas Redd. "Aku suka saat kau memujiku."
"Aku tidak dasar sinting."
Richard terkekeh, dengan cepat pria itu menarik Redd terduduk dan menarik gaun wanita itu turun. Menarik celana dalamnya dan melepasnya melalui mata kaki;melemparnya ke lantai.
"Siapa bilang kau boleh melepas bajuku?" tanya Redd datar.
"Tidak ada. Tapi aku sudah berjanji akan memberitahumu apa itu bercinta."
"Sialan."
Richard tertawa tanpa suara, tangannya membuka kancing celana dan resletingnya cepat. Ia kemudian bangkit untuk berdiri, memakai lututnya sebagai tumpuan dan menarik Redd ikut bangkit di depannya.
"Aku ingin bertannya," Richard terdiam. "Aku tidak mau ada penyesalan. Aku akan melakukannya jika kau mau. Aku beri tiga detik untuk menolak, selepas itu aku tidak akan melepasmu. Sungguh."
"Satu,"
Redd diam.
"Dua,"
Masih diam.
"Redd aku memperingatkanmu un- uh. Sialan."
Richard menggerang, menatap pada jemari Reds yang memijat miliknya dari luar celana dengan lembut. Menyebabkan godaan yang lebih parah dari segelas anggur. "Lanjutkan saja bodoh, kenapa lama sekali?"
Richard mendongak, hanya untuk menemukan pandangan Redd yang menggelap. Tanpa sadar pria itu terkekeh sebelum membanting Redd di sofa, Richard berusaha menelanjangi Redd dengan pandangan dan tangannya. Pria itu kemudian berdiri di sisi sofa untuk meloloskan seluruh celana dan ikat pinggangnya.
Setelah telanjang sepenuhnya, Raja itu berdiri di antara kedua paha Redd. Sama sekali tidak mencoba untuk menyembunyikan bagian tubuhnya yang menegang. Redd memerah, untuk beberapa saat ia berusaha mengalihkan pandang. Tapi ia menyerah saat rasa penuh godaan melintas begitu saja, kejantanan Richard mengeras dan tegang. Redd secara nyata tidak punya bahan perbandingan, tapi ia sadar itu adalah ukuran yang besar dan penuh.
"Kenapa Mansen?" nada menggoda dalam kalimat Richard membuat Redd sukses merona. "Aku akan memenuhimu dengan ini," ia meraih tangan Redd menuju kejantananya. "Sentuh aku."
Redd bergetar dari ujung kepala hingga kaki saat tangan Richard membawa tangannya untuk menyelubungi tanda gairah pria itu dan mengajak tanganya bergerak naik turun. Tangan Redd bisa merasakan urat yang menonjol dan garis yang sekeras batu, karena hal ini ia bisa merasakan bagian kewanitaannya berdenyut dengan liar
Redd menelusuri batang tegang itu ke ujung, menatap penasaran saat setitik cairan bening keluar dari ujungnya dan secara otomatis ia menyekanya.
Richard menggeram, ia meraih tangan Redd erat. "Jangan lakukan itu."
Redd terkesiap saat Richard menyingkirkan tangannya dan meraih bibirnya, tangan pria itu lalu menelusuri pinggang hingga pahanya. Salah satu tangan yng lainnya bermain dengan puncak payudaranya dan satunya lagi membuka pahanya.
Pria itu menarik bibirnya dan menatap Redd. "Aku memilikimu," ia menghujam masuk ke pangkal paha Redd yang basah. "Sekarang."
Ratu itu memekik saat mersakan tikaman rasa perih dan kenikmatan yang baru. Ia meraih pundak Richard gelagapan dan menggerang keras saat Richard mulai bergerak lagi. "Sial Redd." Richard menggeram. "Kau. Nikmat sekali."
Raja itu kemudian menarik dirinya hingga ujung sebelum menghentak dengan keras lagi, tangannya memegang pinggang Redd dan mendorong lebih dalam dan lebih dalam pada Redd. Wanita itu mendesah ribut, ia merasa nyaris meledak. Ia merasa begitu penuh dan tidak bisa menahan teriakan saat Richard meraih pantatnya dengan kedua tangan dan mengangkat pinggulnya, untuk masuk lebih dalam. Redd terengah, nyaris tak bisa bernafas karena merasakan Richard memenuhinya dimana-mana.
"Richard," bisik Redd terengah.
"Sial. Kau sempurna, terlalu nikmat."
Redd terkekeh untuk alasan yang tidak ia tahu, dan Richard secara cepat membungkam kekehan itu dengan bibirnya. Raja itu mulai menghujam lagi. Kali ini lebih dalam dan Redd menyadari bahwa tubuhnya sudah menyesuaikan diri dengan keberadaan Richard.
Raja itu menarik dan menghujam dengan cepat dan dalam. Redd sudah kehilangan seluruh rasa sakitnya dan terlalu sibuk dengan nikmat yang menyerangnya dari banyak arah. Wanita itu menggerang, tangannya meraba bahu; punggung dan lengan Richard yang berotot dan licin oleh keringat. Richard mengeluarkan geraman nikmat, dan pria itu mulai bergerak dengan hujaman tanpa sopan santun. Pria itu terpejam, kehilngan seluruh pengendalian dan hanya disetir oleh nafsu serta kebutuhan laki-lakinya.
Dengan tidak sabaran, pria itu lalu bangkit dan berlutut. Ia menarik pinggang Redd mendekat dan menghujam lagi. Kali ini lebih keras dan liar. Payudara Redd berguncang dan secara otomatis wanita itu membawa lengannya ke wajah.
Tanpa menghentikan hujamannya pria itu menarik tangan Redd. "Jangan bersembunyi. Aku harus melihatmu saat kau berteriak memanggil namaku nanti."
Redd menggerang saat otaknya menvisualisasikan ucapan Richard, ia tahu seluruh tubuhnya bergetar antusias. Redd sudah nyaris gila, ia tidak menahan lagi desahan erotisnya saat Richard menghantam lebih dalam. Raja itu membawanya makin dekat ke angkasa, ke garis yang nyaris putus dan ambyar.
"Berikan padaku sayang," bisik pria itu menggoda. "Ayo berikan padaku. Sebut namaku sayang, ayolah."
Redd meneleng, ia menarik nafas pendek-pendek saat ia sudah makin dekat dan merasakan bahwa kewanitannya berdenyut makin cepat, dan yah. Hanya butuh beberapa hujaman saat. Redd menjeritkan nama Richard. Saat garis yang menahannya akhirnya putus, dan tangannya meremat sofa hingga memutih saat ia mencapai puncaknya yang kedua. Klimaks hingga punggungnya melengkung dan mulutnya terbuka. Tanpa suara.
"Terlalu ketat sayang," Richard menggeram dan tanpa memberi waktu Redd untuk bernafas ia langsung menghujam dengan kasar. Membuat keduanya terhentak dan melenguh.
Pria itu terus menggila dalam hujamanya, sebelum ia menegadah dan mengeluarkan suara serak antara geraman dan erangan. Redd mendesis saat merasakan milik pria itu makin penuh dan ada rasa hangat yang naik ke perutnya. Perlu beberapa saat, sebelum Raja Chevailer itu menjatuhkan dirinya di atas Redd dan tenggelam di ceruk lehernya. Mengecup dan menghisapnya pelan.
"Ini gila," pria itu berucap. "Aku menyakitimu?"
"Tidak. Tidak sama sekali."
Richard kemudian bangkit dan menggulingkan badannya ke samping. Menarik Redd merapat ke tubunya dan memeluknya erat. "Ini hal paling hebat dalam hidupku," ia berbisik sambil mengecup kening Redd yang basah. "Terimakasih."
Redd terkekeh, ia menyamankan diri dalam pelukan Richard dan mengerjab saat rasa kantuk yang dahsyat menyerangnya. "Sama-sama."
"Redd."
"Hm?" Redd menyahut panggilan itu mengantuk.
"Kau adalah milikku," Richard berbisik. "Dan aku adalah milikmu."
Redd tersenyum, ia mengangguk sebelum jatuh tidur tanpa mimpi dan nyenyak. Dalam hati ia tetap berharap. Semoga apa yang dikatakan oleh Richard akan jadi kenyataan pada akhirnya.
....