Aku membuka topiku dan memeriksa bekas operasi itu. Huft … untung saja tidak mengeluarkan darah. Sengaja pula ku pakai topi hitam dengan begitu darah yang akan keluar tak begitu terlihat. Mungkin akan tampak basah.
"Apakah bekas jahitannya baik-baik saja?" tanya Arata. Aku menganggukkan kepalaku.
"Sepertinya orang itu sengaja menekan kepalaku agar yang lainnya ingin tahu. Dia benar-benar membuatku naik pitam," jawabku.
"Kau benar. Ingin rasanya aku menghajar wajahnya itu. Kalau saja kita tidak di ruangan itu, pasti akan ku buat dia babak belur," balas Tasaki dengan nada kesalnya.
"Aku juga ingin mencekiknya. Dia hampir mematahkan leherku dengan cekikannya di rumah sakit saat itu." Sekarang Arata yang mengungkapkan kekesalannya kepada Fievero.
"Sepertinya kita harus mengajaknya bertarung," usul Tasaki. Aku menoleh.
"Untuk apa? Meluapkan emosi dan dendam? Tidak ada gunanya. Dia lebih kuat daripada kalian," sahutku.
Dukung penulis dan penerjemah favorit Anda di webnovel.com