[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Karya orisinil Ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.
><><><
Bukan hanya gugup, aku pun merasa takut karena pastinya aku akan bertemu dengan orang dewasa yang mungkin bawahan papa. Aku takut membuat kesalahan, salah bicara, aku takut pembicaraanku melenceng. Semua perasaan itu menyatu dengan sendirinya yang membuat diriku ingin menangis, rasanya ingin meminta papa untuk membatalkan apa yang ia inginkan. Namun mana mungkin aku berani seperti itu, pasti papa akan memarahiku, menyiksaku dan bahkan mencaci makiku dengan kata-kata kasarnya.
Kini aku diajak ke dalam ruang meeting, banyak orang dewasa di dalam ruangan itu. Dengan gugup ku rapikan dasiku, para orang dewasa itu menatapku seakan-akan aku ini seorang penjahat yang baru saja keluar dari penjara. Kini aku berada di hadapan mereka, berdiri dengan tubuh yang bergemetar hebat, jantung yang berdegup cepat dan keringat yang bercucuran.
"Ehem," dehemku pelan memulai keheningan di dalam ruangan ini.
"Ba-baiklah. Sebelum aku memulainya, aku ingin memperkenalkan diri. Namaku Reizero Rizer, aku adalah salah satu putra dari Tuan Rizer yang nantinya akan menjadi penerus perusahaan ini. Berdirinya aku di sini adalah untuk melatih keberanianku agar terbiasa dengan meeting seperti ini. Jika aku tidak melatih diri, maka aku akan disebut sebagai seseorang yang gagal dalam menerus perusahaan Tuan Rizer. Jadi, mohon bantuannya agar meeting ini berjalan dengan lancar!" ucapku dengan lantang. Mereka semua terlihat menerimaku, tersenyum manis menyambutku. Aku membalas senyuman mereka lalu mataku beralih ke ambang pintu, terlihat di sana ada papa yang memperhatikanku. Sepertinya ia benar-benar ingin mengujiku.
"Untuk meeting kali ini aku akan membahas tentang menurunnya keuangan perusahaan Rizer Corp yang berada di Prefektur Saitama. Aku mendengar bahwa cabang di sana mengalami krisis keuangan yang begitu menurun hingga 50%. Mendengar kabar tersebut, aku cukup terkejut. Bagaimana tidak? Sebagian keuangan di sana menurun dengan drastis, kemungkinan mereka menggunakan uang perusahaan yang berlebihan. Kita semua tahu bahwa menggunakan uang perusahaan secara berlebihan sudah termasuk melanggar ketetapan dan undang-undang perusahaan kita. Dengan itu aku memutuskan bahwa ...." Ucapanku tergantung. Aku lupa jika papa menyuruhku untuk memutuskan sendiri apa yang harus dilakukan dengan perusahaan yang ada di Saitama itu. Apakah akan diteruskan atau diberhentikan? Jujur saja, aku tak tahu pilihan mana yang bagus untuk perusahaan itu. Aku menatap papa, ia hanya tersenyum padaku. Mencoba memberiku dukungan walaupun tidak secara langsung. Aku meneguk ludah. Jujur, aku takut. Aku takut mengambil keputusan yang salah. Aku takut jika aku mengambil keputusan yang salah maka aku akan dihukum papa selama 3 hari penuh. Ya, papa berkata seperti itu jika aku mengambil keputusan yang salah. Pilihannya adalah diteruskan atau diberhentikannya perusahaan itu. Papa juga memintaku untuk memiliki alasan jika aku memilih di antara kedua pilihan itu, yang pastinya dengan alasan yang berbeda. Aku pun menghela nafas beratku, mencoba memikirkan pilihan mana yang tepat dan alasan apa yang nantinya akan ku sampaikan. Aku menutup mataku, lalu membukanya. Ya, aku sudah memutuskannya. Memutuskan bahwa perusahaan di Saitama akan ditutup alias diberhentikan.
"Baiklah. Aku memutuskan bahwa perusahaan di Saitama akan ditutup," lanjutku dengan lantang. Terlihat semua orang terkejut, termasuk papa. Papa terlihat menatapku tajam, sepertinya pilihanku salah. Aku harus segera memberi mereka semua alasan.
"Alasannya karena aku tidak ingin kejadian ini terulang kembali. Jika perusahaan di sana tetap dilanjutkan, maka keuangan di sana akan semakin menurunku," ujarku. Tak lama ada seorang lelaki tua yang mengangkat tangannya.
"Saya ingin bertanya," katanya. Aku mengizinkan dia untuk bertanya, "Mengapa kita tidak menyumbangkan saja uang kita ke perusahaan di sana? Mengapa harus ditutup?"
"Ya, kita bisa saja menyumbangkan sebagian uang kita ke perusahaan di sana, tapi apakah hal tersebut akan membantu? Kemungkinan suatu saat nanti cabang di Saitama akan kembali mengalami kejadian yang sama, dan apa kita akan terus menerus menyumbangkan uang kita ke sana jika memang kejadian ini terulang? Bukankah itu sama saja dengan menghancurkan perusahaan sendiri? Tidak bisa menutup kemungkinan jika perusahaan di sana tidak mengalami hal yang sama. Kita tahu bagaimana sulitnya saat keuangan kita menurun. Maka, dari itu kita harus menutupnya," jawabku dengan mantap. Lelaki yang tadi bertanya tercengang dengan jawabanku. Begitupun dengan papa, tatapan tajamnya memudar. Ku lihat ada seorang wanita yang ingin mengajukan pertanyaan.
"Jika cabang di sana diberhentikan, kami tidak akan memiliki cabang di kota Saitama lagi. Apa itu tidak terlalu berlebihan? Bukankah Tuan Rizer bersikeras untuk membuat cabang di Saitama beberapa tahun yang lalu? Mengapa kau memutuskan semua itu tanpa persetujuan Tuan Rizer?" tanya wanita itu. Rupanya ia tahu bahwa semua itu adalah keputusanku sendiri. Ya, ia mengetahuinya karena ia adalah asisten papa yang pastinya ia akan tahu semuanya dari papa. Aku berdehem.
"Disetujui atau tidaknya hal itu tidak akan mengubah apapun. Keputusan yang aku ambil ini adalah jalan terbaik untuk perusahaan di sana. Karena jika diteruskan akan menjadi bumerang besar untuk perusahaan kita juga," jawabku. Wanita itu mengangguk-anggukkan kepalanya. Sepertinya aku harus mengakhiri meeting ini.
"Sebelum aku tutup meeting hari ini, apakah ada yang merasa keberatan?" tanyaku. Seorang lelaki muda berdiri dengan kertas yang ia pegang.
"Aku merasa keberatan. Sebelumnya maaf jika mungkin perkataanku sedikit tidak sopan. Sebuah cabang yang mengalami penurunan memang bukanlah hal yang sering terjadi, tetapi bukankah terlalu kejam jika kita harus menutup perusahaan itu? Para karyawan tengah mengalami kesulitan dan dengan mudahnya kau memutuskan bahwa akan menutup perusahaan di sana. Kita yang sebagai kepala pusat seharusnya dapat membantu mereka walaupun kita tahu bagaimana nanti risiko ke depannya. Mengenai para karyawan, apakah kau akan memecat mereka? Sedangkan mereka untuk saat ini tengah membutuhkan pekerjaan itu." Aku meneguk ludahku mendengar pernyataannya. Ia mengatakan hal yang membuatku merutuki keputusanku sendiri. Sial, aku harus menjawab apa?
"Baiklah. Sebelum aku menjawab pertanyaan itu, aku akan menunjukkan sebuah grafik keuangan Rizer Corp di kota Saitama," ucapku sambil menunjukkan sebuah gambar grafik yang keluar dari layar proyeksi.
"Jika kita lihat dari penurunan setiap tahunnya, terdapat penurunan sekitar 10% dalam setahun. Untuk tahun ini ternyata 50% adalah penurunan paling parah. Jika kita membiarkan perusahaan itu terus berlanjut, maka dalam dua atau tiga tahun lagi perusahaan akan benar-benar bangkrut. Itu pun jika kita tidak menyumbangkan uang, dan jika kita menyumbangkan uang, mungkin hanya akan bertahan hingga lima atau enam tahun. Kemungkinan besar pula perusahaan pusat akan terkena imbasnya. Dengan kata lain sumbangan uang dari perusahaan pusat hanya untuk mempertahankan perusahaan di Saitama. Tidak menutup kemungkinan jika kita akan mengalami kebangkrutan dalam beberapa tahun ini," jelasku. Entah mengapa otakku bekerja dengan benar, mengeluarkan kalimat seakan-akan aku adalah seorang pemimpin sungguhan.
Bersambung ...
><><><
ATTENTION : [ Please, jangan lupa tinggalkan komentar dan collection! ]
Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!