[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]
Karya orisinil Ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.
><><><
"Mengenai para karyawan, aku rasa mereka akan menyetujui keputusanku ini. Perusahaan akan mengantisipasi para karyawan di sana. Cabang kita bukan hanya di satu tempat saja, melainkan beberapa distrik di Saitama dan para karyawan kemungkinan akan dipindahkan di lokasi yang berbeda."
"Maaf sebelumnya, aku direktur Rizer Corp dari Distrik Saitama merasa keberatan dengan keputusanmu. Apa yang kau katakana memang benar bahwa tidak selamanya perusahaan pusat akan terus menyumbangkan uang untuk perusahaan di Kota Saitama. Tetapi, berilah kesempatan untuk para karyawan untuk tetap bekerja di sana. Mereka berkata kepadaku jika mereka tidak ingin perusahaan ditutup," ucap seorang lelaki tua. Hm, ternyata dialah direktur yang mengurusi perusahaan Rizer Corp di Distrik Saitama.
"Tidak ada pilihan lain. Tahun kemarin pun hal ini pernah terjadi, penurunan tahun kemarin 30% dan sekarang lebih parah. Apakah kau yakin akan terus bertanggung jawab sedangkan perusahaan semakin lama semakin menurun? Jika sudah seperti ini, maka perusahaan pusat tidak dapat melakukan apapun selain menutupnya. Tenang saja, kau dan karyawan yang lainnya akan dipindahkan ke perusahaan Rizer Corp yang lain tepatnya di Distrik ….," kataku. Wajah pria tua itu sedikit kecewa tetapi ia menerimanya. Aku pun menarik nafas karena lega bisa mengatasi hal ini. Jujur saja, awalnya aku tidak tahu harus menjawab bagaimana. Saat wajah papa menatapku dengan wajah yang menantang membuatku menyeringai sedikit dan seketika saja aku melontarkan keputusan seperti itu. Entahlah, aku tak mengerti.
"Bagaimana? Apa ada yang keberatan lagi?"
"Cukup. Kami semua setuju," jawab mereka bersamaan.
"Baiklah. Keputusan hari ini adalah menutup perusahaan yang ada di kota Saitama." Aku mengulangi apa yang kami bahas tadi. Seketika saja mereka memberiku tepuk tangan yang cukup meriah.
"Oke. Kita akhiri pertemuan hari ini. Mohon maaf jika perkataanku menyinggung kalian. Mohon dimaklumi! Arigatou gozaimasu, Konnichiwa. Kalian bisa meninggalkan ruang meeting." Ku lihat mereka segera berhamburan dari ruangan ini. Tak lama papa menghampiri dan duduk di kursi yang tak jauh dariku.
"Hm, cukup bagus, Nak. Kau membuat papa bangga padamu," ujar papa. Aku tersenyum mendengar ucapannya. Ku kira papa akan marah, ternyata tidak. Dia pun melanjutkan, "Beri Papa kejutan lagi, ini memuaskan. Keputusan dan alasanmu memang tepat. Padahal Papa juga ingin menghentikan cabang perusahaan Papa di kota itu, tapi ternyata kau satu pemikiran denganku. Lain kali Papa akan membawamu ke sini lagi."
Aku hanya menganggukkan kepala. Hei, jarang sekali aku merasa bangga seperti ini. Di lubuk hatiku ada keinginan untuk meneruskan perusahaan papa, tapi di sisi lain aku tahu bagaimana sulitnya menjadi pemimpin sebuah perusahaan, harus memiliki tanggung jawab penuh. Aku tidak yakin dengan diriku karena aku belum pernah bertanggung jawab dalam hal yang cukup besar seperti ini. Namun, suatu saat nanti pun aku akan meneruskan perusahaan ini, papa sudah memilihku. Aku tidak bisa menolak. Jika aku menolak pasti papa akan memaksaku. Jadi, ya, mau tidak mau aku harus lebih giat lagi belajar agar suatu saat nanti aku tak perlu bimbingan dari papa untuk menjadi pemimpin yang sebenarnya.
"Bagaimana? Seru kan jadi pemimpin?" tanya papa tiba-tiba. Aku sedikit terkejut.
"Ya, bagaimana ya? Lumayanlah," jawabku sambil mengusap tengkukku.
"Kau masih dalam proses belajar untuk menjadi pemimpin, Rei. Sedikit demi sedikit juga kau akan terbiasa dengan semua ini." Aku kembali mengangguk. Setelah semuanya selesai, aku pun pulang. Mengistirahatkan diriku sebentar dan kembali belajar.
Setelah kejadian itu, aku terus menerus berada di kantor papa, aku diajarkan oleh papa cara mengelola data-data yang ada di komputer dan di laptopnya. Cukup sulit untuk aku pahami tapi sedikit demi sedikit aku sudah mengerti. Papa juga menyuruhku untuk membantunya merapikan beberapa berkas kantor yang menumpuk. Ya, lumayan juga menjadi seorang pemimpin, hanya duduk di kantor dan menunggu kabar dari bawahan. Kini aku berada di dalam ruangan kantor papa sendirian, papaku sedang keluar menemui seseorang. Aku disuruh papa untuk merapikan data-data perusahaan yang ada di laptop. Sungguh, awalnya saat papa mengajariku aku mengerti, tapi kini aku lupa lagi. Bagaimana ini? Apa yang harus ku lakukan?
Aku pun melakukan sesuatu yang masih ku ingat. Namun entah mengapa semuanya menghilang. Apa yang sudah ku lakukan? Ke mana semua data-data itu menghilang? Aku masih ingat untuk mengembalikan data-data tersebut, tapi tak kunjung muncul. Bagaimana ini? Aku mematikan laptop lalu menyalakannya lagi dengan harapan semua data itu kembali tertera di layar benda ini. Namun aku salah, semuanya hilang tanpa tersisa sedikitpun. Sungguh aku takut jika papa akan memarahiku karena aku menghilangkan semua data perusahaan.
Aku terkejut saat ada yang membuka pintu, ku lihat papa masuk ke dalam ruangan ini. Aku panik, tegang dan tak bisa berbuat apa-apa. Papa menghampiriku dan melihat laptop yang sedari tadi ku biarkan menyala dan hanya menampilkan wallpaper laptop itu.
"Kenapa? Ayo lanjutkan saja menyalin datanya!" suruh papa. Aku menggigit bibir bawahku, merasa takut sekali jika papa marah. Aku pun berdiri dan membungkukkan tubuhku di hadapan papa. Bermaksud untuk meminta maaf padanya.
"MAAFKAN AKU PAPA! JANGAN HUKUM AKU! AKU MOHON MAAFKAN AKU! MAAF!" teriakku ketakutan. Tubuhku bergemetar hebat, aku tak bisa melihat ekspresi papa saat mendengar apa yang sudah ku katakan. Aku tak berani menatapnya.
"Mengapa kau meminta maaf? Memangnya apa yang sudah kau lakukan?" tanya papa. Aku memejamkan mataku mencoba menahan air mata. Aku sudah siap dipukul oleh papa.
"Aku menghilangkan datanya. Maafkan aku, Papa! Aku mohon!" jawabku tanpa mengubah posisiku.
Alih-alih menyalahi, papa hanya bertanya dengan nada tenang, "Apa? Hilang? Bagaimana bisa?"
Lagi-lagi aku memohon maaf kepadanya. Ku jelaskan pula apa yang ku lakukan tadi sehingga semua data perusahaan menghilang. Ku dengar papa menyuruhku agar menegakkan tubuh, tapi aku menolak dan terus mengatakan hal yang sama. Seketika dia menggebrak meja membuatku terkejut. Papa kembali menyuruhku, dengan terpaksa aku pun menuruti dan menegakkan tubuh. Aku menundukkan kepalaku.
"Rei!" Aku pun memberanikan diri menatap mata papa. Astaga! Tatapannya begitu menakutkan.
"Lain kali jangan diulang!" kata papa dengan nada tertahan. Aku yakin dia sedang menahan amarahnya. Ku anggukkan kepalaku. "Kau tahu apa yang akan Papa lakukan saat kau membuat kesalahan, bukan?" tanyanya.
Bersambung ...
><><><
ATTENTION : [ Please, jangan lupa tinggalkan komentar dan collection! ]
Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!