webnovel

Chapter 12

"Axel, Ibu mohon kepadamu, dengarkanlah ayahmu, terimalah tahtanya, dan pimpinlah kerajaan." Sambil menangis sang ratu berusaha untuk membujuk anaknya.

Situasi ini seperti yang pernah dikatakan oleh sang ibu, Axel akan menjadi seorang raja jika sudah waktunya tiba. Ucapan ibunya itu juga dirasa seperti sebuah pertanda jika apa yang dialami oleh ayahnya akan terjadi. Ini baru tidak sadarkan diri, bisa saja ayahnya tidak ada secara tiba-tiba.

Axel menundukan pandangannya, ia merasa menyesal dengan sikap yang sudah diberikan kepada sang ayah beberapa waktu lalu. Axel pun berusaha merendahkan egonya dan menyadari jika dia juga harus memikirkan orang-orang disekitarnya. Ayahnya sudah cukup kecewa dengan apa yang sudah ia lakukan.

Axel berjalan ke ranjang ayahnya, ia berusaha untuk berbicara, meskipun ayahnya tidak mendengarkan sama sekali. Ia ingin ayahnya tahu jika dirinya akan menuruti apa yang akan menjadi keinginan sang raja. Axel ingin berbakti sebelum ayahnya bener-benar tiada dan meninggalkan dunia ini.

"Ayah, maafkan aku, aku seharusnya memikirkan dirimu yang ada di hadapanku. Aku akan menerima tahtamu dan menjadi raja sepertimu," bisik Axel.

Tak lama, tabib yang dipanggil ke istana pun datang. Tabib yang sangat terkenal sakti dengan obat-obatan yang diraciknya dari bahan-bahan langka itu pun diharapkan bisa menyadarkan dan menyembuhkan sang raja.

*

Raja masih belum bisa melakukan aktivitasnya untuk memimpin kerajaan. Dengan keadaan yang seperti ini, sudah pasti banyak hal yang akan dilewati oleh sang raja jika kondisinya tidak juga membaik. Dalam masa pemulihan ini, kerajaan harus ada yang memimpin agar tidak terbengkalai begitu saja. Ada beberapa pertemuan juga yang harus didatangi oleh sang raja, untuk memperlancar hubungan datang, maupun hubungan lainnya.

Ibu Axel mencoba menjelaskan hal ini kepada anaknya agar Axel mengerti dengan situasi saat ini dan mau segera nobatkan. Jika memang tidak nobatkan dengan segera pun, ibu Axel meminta putranya itu untuk menghadiri undangan-undangan yang telah mereka terima sebelum raja jatuh sakit.

"Aku tahu, Bu, ini memang adalah tanggung jawabku sebagai pewaris Ayah. Aku tidak sebegitu egoisnya untuk tidak memikirkan apa yang akan terjadi nanti," ujar Axel.

"Ibu tidak bisa berbicara banyak lagi untuk membujukmu. Ibu hanya ingin mengingatkan, jangan menunggu ayahmu tiada kau akan berubah dan menyesali semuanya," jawab ibu Axel.

"Ibu …" Axel sangat kaget dengan ucapan ibunya. "Aku akan melakukan apa pun demi kerajaan ini dan juga demi Ayah. Menunggu acara penobatanku, aku akan mengambil alih tugas Ayah untuk mendatangi semua undangan itu."

Ibu Axel merasa lega anaknya sudah tidak memikirkan keegoisannya lagi, walaupun sedikit terlambat dan dalam kondisi seperti ini.

Sang ratu pun mendatangi suaminya yang sedang terbaring lemah di kamar. Ia ingin membicarakan tentang kesediaan Axel untuk segera menjadi raja, dan suaminya bisa beristirahat dengan tenang. Ratu juga sudah membicarakan ini kepada perdana menteri mereka agar bisa segera menyusun acara untuk penobatan.

Raja senang sekaligus sedih mendengar apa yang dikatakan oleh istrinya. Ia senang karena akhirnya Axel mau menerima tahta dan berubah. Sedangkan kesedihannya timbul karena Axel melakukan semua itu setelah dirinya terserang sakit. Andai saja Axel bisa melunak sebelum sakitnya datang, itu pasti akan lebih baik lagi.

*

Akhirnya, acara penobatan Axel dilakukan, semua orang-orang penting di kerajaan hadir untuk mengesahkan sang raja baru. Charlotte yang juga akan menjadi ratu pun tampil memukau dan sangat anggun. Semua mata tertuju padanya sepanjang penobatan berlangsung, senyumannya juga tidak pernah lepas menghiasi wajah cantiknya untuk membalas tatapan-tatapan yang tertuju kepadanya.

Setelah penobatan selesai, pesta rakyat pun dilakukan. Axel duduk di beranda istana untuk menyapa seluruh rakyat. Senyuman Axel merekah tidak seperti biasanya, kali ini ia memberikan senyuman tulus kepada semua rakyat. Charlotte yang berdiri di sampingnya pun juga memberikan senyuman dan bersikap sangat baik.

Namun, kebahagiaan yang dirasakan oleh semua orang tidak dirasakan oleh Theodor. Theo masih tidak enak hati dengan Axel karena perkataan dan sikap sepupunya itu sedikit membuatnya kesal hingga hari ini. Theo juga tampak iri dengan naiknya Axel menjadi raja, karena dirinya berada di umur yang sama dengan Axel, namun tidak sesukses sepupunya itu. Yang bisa dilakukannya adalah membuat api dalam hubungan Axel dan Charlotte, sehingga membuat istri Axel itu semakin kepikiran dan berhati-hati.

Selesai menyapa rakyatnya, keluarga kerajaan pun masuk kembali untuk merayakan naiknya Axel menjadi raja. Charlotte harus mengganti pakaiannya, begitu juga dengan Axel, namun mereka berganti di tempat yang berbeda.

Saat Charlotte berjalan di lorong menuju kamarnya, Theo menghampiri dan saat itulah pesan-pesan yang membuat hati istri Axel itu bimbang disampaikan.

"Axel sudah menjadi raja, apakah kau yakin akan menjadi wanita satu-satunya? Ah, tidak, apakah kau yakin sebelum menikah dengannya kau adalah wanita satu-satunya?" Theo memberikan senyuman penuh dengan sindiran kepada sepupu iparnya.

Charlotte yang setelah berbalik melihat Theo, langsung membalikan penuh badannya, menghadap ke sepupu iparnya itu. Ia tidak mau terlihat sedang dalam kepanikan dengan apa yang dikatakan oleh Theo. Oleh sebab itu, Charlotte memilih untuk tetap memberikan senyuman kepada Theo sambil menjawab perkataannya.

"Aku rasa tidak pernah ada yang menjadi satu-satunya di dunia ini. Begitu pula Axel di hati dan kehidupanku," jawab Charlotte dengan tenang.

"Ah, benar. Tapi, sesuatu yang bercabang akan menimbulkan kehancuran," lanjut Theo.

Charlotte tersenyum lagi, ia mencoba masih tetap tenang dan ingin menggoyahkan Theo dengan semua ucapannya. Charlotte cukup pandai mengendalikan sikapnya dalam situasi dan suasana hati yang tidak terduga, sehingga ia tidak mudah dipermainkan.

"Jika kerajaan ini hancur, aku rasa keluargamu juga akan sama hancurnya," ujar Charlotte. Ia lalu berpamitan dengan Theo dan meninggalkan sepupu suaminya itu di lorong.

Charlotte membalikan badan dan merubah wajahnya dari wajah ramah dan penuh senyuman ke wajah kesal dan panik. Anna yang berada di sampingnya saat itu pun berusaha untuk menenangkan karena ia tahu jika perkataan dari Theo pasti sangat menyakitkan hatinya.

*

Saat berada di kamar, Charlotte meluapkan ke khawatirannya tentang apa yang dikatakan oleh sepupu dari suaminya itu. Ia sudah tahu jika memang ada orang lain yang masih menempati hati sang suami, tapi Axel tidak mungkin dengan lancangnya kembali ke wanita itu, jika dia masih ada. Apalagi, saat ini Axel sudah menjadi seorang raja, jika ia terlibat sebuah skandal, maka citra kerajaan akan rusak seketika.

"Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Jika memang Axel akan kembali dengan cinta masa lalunya, bagaimana dengan nasibku," ujar Charlotte.

"Itu tidak mungkin terjadi, Ratu. Bagaimanapun Raja Axel tetap harus bersama dengan pasangan resminya, yaitu Ratu," jawab Anna.

"Aku tahu, tapi hatiku tidak siap untuk berbagi," lanjut Charlotte.

Anna terdiam mendengar ucapan Charlotte, tidak ada wanita yang akan sanggup untuk berbagi hati. Tapi, kedudukan Charlotte lebih tinggi dari segalanya, selagi kedua orang tua Axel masih ada, ia masih mendapatkan dukungan penuh. Anna selalu mengingatkan akan hal itu kepada Charlotte.

Menerima semangat dari Anna, Charlotte jadi sadar dan mengingat kembali, jika kedua orang tua Axel adalah senjata terakhirnya untuk meluluhkan sang suami. Tidak seharusnya ia takut dengan apa yang dikatakan oleh Theo.

Anna juga mengingatkan Charlotte untuk segera memberikan buah hati kepada Axel agar mertuanya dan kerajaan ini memberikan perhatian lebih kepada dirinya. Anna meyakinkan sang putri, jika semuanya bisa dikendalikan dengan berbagai cara.

*