webnovel

Really I Want

Apa yang kalian pikirkan tentang kehidupan? Mungkinkah hanya terlintas seperti air yang mengalir? Ini kehidupan Zea. Hidup bersama keluarga tapi semua terasa hampa. Dia seorang wanita yang rapuh, namun berusaha untuk tetap terlihat baik-baik saja di depan orang lain. Fake smile memang mungkin pilihan terbaik dari pada mengeluh. Karena tidak semua orang bisa merasakan di posisinya walaupun mereka tahu keadaannya. Prinsipnya tidak ingin melibatkan seseorang dalam permasalahan kehidupnya. Dia mempunyai sebuah rahasia besar, yaitu menyembunyikan penyakitnya. Hingga suatu hari orang terdekatnya mengetahui hal itu. Apakah Zea akan tetap bertahan dalam kondisi dan prinsipnya? mungkinkah kepahitan akan terus menyelimuti kehidupannya? "Hidupku seperti hujan ya, udah tau jatuh dan nggak ada yang peduli tetap aja bangkit," ujar Zea menatap hujan. "Kalau kamu hujan, aku yang jadi buminya. Aku selalu siap menerima kamu kapan pun disaat kamu jatuh," ujar Zafran menatap Zea.

Maulidatun_N · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
306 Chs

Chapter 9

Zea mengacak rambutnya frustasi. Setiap hari selalu bertemu spesies otak miring bertingkah idiot. Omongannya bikin terbang tapi menjatuhkan. Mau baper takut dikibulin. Mau cuek takut dibilang sombong. Tapi faktanya dijatuhin terus-menerus setelah mendapat kata-kata manis. Ibaratnya masih terbang menggunakan sayap, tiba-tiba sayapnya patah akibat tertabrak pohon karena terbuai keindahan alam, hal tersebut yang menjadikan langsung terjatuh.

Hidup itu memang gampang-gampang susah. Dikit-dikit banyak yang komentar. Apalagi jaman sekarang, netizen merajalela. Seperti hidup Zea, salah tingkah sedikit saja langsung dikomentari. Hidupnya menjadi serba salah.

"Diem deh! Pagi-pagi teriak-teriak, udah piket belum?!" Bentak Sindi, salah satu penghuni kelas yang menjabat sebagai seksi kebersihan. 

Menjadi seksi kebersihan itu termasuk cobaan yang begitu berat. Tiap hari kerjaannya teriak-teriak  hanya untuk memerintah menyapu debu dan sampah. Bahkan bisa menimbulkan emosi karena yang diperintah pura-pura tuli.

"Apaan sih?! Gue laper, mau makan dulu. Kalau nggak sabar, yaudah disapu sendiri!"

"Dasar pemalas! Awas lo kalau balik!"

Tanpa banyak bicara lagi, Zea segera meninggalkan Sindi yang masih menahan rasa amarah. Mau bagaimana pun perut lebih penting. Lagian menyapu itu butuh tenaga, sedangkan Zea belum memiliki tenaga yang cukup. Karena itu dia memutuskan untuk makan di kantin.

Di setiap langkah, tangan kanannya membenarkan tatanan poni. Dia tidak ingin orang lain mengetahui apa yang sedang dia rasakan. Mencoba baik-baik mungkin akan lebih baik. Karena tidak semua orang itu baik. Mungkin mereka terlihat baik di depan kita, namun tidak untuk dibelakang kita. Bahkan terkadang mereka baik-baik hanya untuk menggali informasi.

Saat sampai di kantin, Zea langsung  memesan makanan. "Bu, nasi goreng sama es teh satu."

"Siap, Neng."

Melihat sekeliling tempat duduk kantin, Zea menjadi bingung sendiri. Pasalnya banyak dari anak IPS yang paling Zea benci. Pastinya mereka semua itu cewe. Berbeda dengan anak cowo, walaupun mereka nyebelin, seenggaknya mereka tidak banyak omong seperti cewe yang suka menghibah.

Zea memutuskan untuk duduk di kursi paling pojok. Di sana terdapat satu anak laki-laki yang sedang makan. Saat akan mendaratkan pantatnya di tempat duduk, dia terperanjak kaget.

"Allah hu akbar! Lo benar-benar Zea?!"

"Apaan, Zaf?! Gaje banget!"

"Eh sumpah, lo kelihatan cupu banget. Pake diponi segala," ujar Zafran. Tangannya terulur untuk menyingkirkan poni Zea.

Tangan Zea langsung menempis tangan Zafran agar tidak menyentuh rambutnya. "Jangan pegang-pegang!"

"Lo kenapa sih? Wajahnya kusut gitu?"

"Lagi bete? Kenapa sih, orang malas itu selalu disalahin? Padahal kan gue nggak ngapa-ngapain?"

"Emang siapa yang nyalahin lo?"

"Sindi. Dia nyuruh gue buat piket, tapi gue kan nggak ngapa-ngapain, karena gue males ngapa-ngapain, tetap aja disalahin."

"Gini nih, kalau bodohnya natural tanpa edit."

"Apaan? Tadi nanya sekarang bilangnya bodoh."

Zea memutuskan untuk membuka handphone nya. Mengingat semalam dia samasekali belum membuka handphone baru. Rasa sebal itu semakin bertambah sebal. Ternyata kartu yang Zea masukan salah, dia memasukan kartu yang tidak ada kuotanya.

"Zaf, hospot dong, gue nggak ada kuota."

"Hp merek iphone, kuota aja miskin."

"Masih gue dengerin, belum gue sleding."

"Santuy lah."

"Sandinya apa?"

"Cium dulu."

Reflek kedua mata Zea membulat sempurna. Dia menatap Zafran yang sedang santainya memakan nasi goreng. Wajahnya itu benar-benar tenang tanpa ada kesalahan terhadap apa yang dia ucapkan. Untuk itu, ingin sekali Zea memukul wajah polos Zafran menggunakan sepatu.

Tangan Zea mengepal sendiri. Pria yang berada di depannya memang tidak memiliki kesadaran tingkat tinggi. Biasanya juga akan mengajak ribut, tapi untuk kali ini berbeda.

"Jangan bercanda, Zaf!"

"Gue serius kok."

"Ya sudah." Dengan sedikit rasa ragu, Zea memberanikan diri untuk mendekati Zafran.

Cup

Sebuah kecupan mendarat mulus di pipi kiri Zafran. Mereka berdua saling melemparkan tatapan. Sebuah senyum terbit di bibir Zafran. Tidak hanya itu, hati pun ikut berbunga-bunga.

"Cie, lo pasti kangen sama gue kan?" Goda Zafran.

"Lo sendiri yang minta cium."

"Loh, kan gue udah bilang sandinya cium dulu. Ci-um du-lu," ujar Zafran penuh penekanan.

Semburat malu muncul di pipi Zea, dia menutup wajahnya menggunakan kedua tangan.

"Nggak usah ditutupin, lo kelihatan tambah cantik kalau lagi bulshing," ujar Zafran.

Ucapan itu memang benar-benar membuat hati Zea terbang melayang jauh di awan. Jurus gombal itu sangat ampuh untuk membuat warna merah di pipi. Mereka berdua sudah mantan tapi masih saja sayang-sayangan. Tiap hari kerjaannya adu mulut. Orang-orang disekitarnya hanya mengamati tingkah mereka yang aneh.

Awalnya romantis, akhirnya hati terkikis. Terbangnya tak seberapa, eh jatuhnya tak kira-kira. Sakit hatinya sebentar, membekasnya selamanya. Itulah resiko dari cinta. Mengingat hati tak setahan banting tupperware, cinta itu memang benar-benar membutuhkan kesehatan jasmani dan rohani.

Selain itu, cinta juga kapan saja bisa berbalik. Dulu cinta sekarang jadi benci. Dulu benci sekarang jadi cinta. Karena itu cinta bisa bertumbuh seiring jalannya waktu, yaitu jika dilakukan bersama-sama tanpa ada kata bosan. Bosan dalam hubungan itu wajar, yang nggak wajar itu perselingkuhan. Hanya orang tak punya hati yang berani menyakiti hati orang lain. Dan hanya orang cupu yang beraninya selingkuh. Bagaimana mau dibilang nggak cupu jika nyari pacar lagi saja secara sembunyi-sembunyi?

Seperti yang Zea rasakan, detakan jatung semakin terasa. Dia membuka tangannya yang digunakan untuk menutup wajah. "Gue pingin banget ngejahit mulut lo!"

Seorang wanita menarik kursi di samping Zea duduk. Wajahnya bulat, pipi cubby, berambut keriting gantung. Dia terlihat berseri-seri seperti bunga matahari.

"OMG! Ini Zea beneran? Kok cupu banget ya?!" pekik Dina, teman tetangga kelas Zea, IPA 2.

"Apaan sih, Din? Lo tuh sama aja kayak Zafran. Bilang aja kalau lo iri kan?"

"Nggak minat sama sekali."

Zea memutar bola matanya malas. Dia memutuskan untuk diam sambil menunggu pesanan datang saja, dibandingkan ikut-ikutan dengan orang yang unfaedah. Hanya membuang-buang waktu saja. Tangan kirinya digunakan untuk menyangga kepala, sedangkan tangan kanannya digunakan untuk mengetuk meja berkali-kali.

"Permisi, ini pesanannya," ujar penjual kantin sopan. Sambil memberikan makanan, dia tersenyum ramah.

"Iya terima kasih."

Tanpa banyak bicara, Dina sudah melahap nasi goreng pesanannya. Dia terlihat rakus seperti orang yang tidak pernah makan. Zea yang melihatnya geleng-geleng kepala tak percaya. Mulut kecil itu penuh dengan nasi goreng, sampai-sampai mirip ikan koi. Cantik, banyak diminati, mulut kecil dan mungil, tapi mengembung.

"Gue ada pertanyaan buat lo, Zaf," kata Zea.

"Apa?"

"Lo tahu nggak? Kenapa dinamakan nasi goreng?"

Zafran menghentikan makannya. Dia berpikir sejenak. "Karena cara masaknya digoreng."

"Salah."

"Kok salah? Yang benar apa?"

"Karena Dina lapar."

Zafran mengibaskan kedua tangannya. Dia juga menggelengkan kepala. "Nggak-nggak, lo nanyanya kenapa dinamakan nasi goreng."

"Loh kok nyolot, gue kan nanyanya kenapa dinamakan nasi goreng? Ya jawabannya karena Dina lapar lah."

"Kok gitu? Mana bisa? Nggak nyambung!"

"Nyambunglah. Gue kan nanya, kenapa Di-na ma-kan na-si-go-reng. Jawabannya karena Dina laparlah. Nggak percaya tanya aja sama Dina," ujar Zea penuh penekanan.

"Benar, Din?" Tanya Zafran, sedangkan Dina hanya manggut-manggut saja sebagai jawaban.

Setelah selesai menghabiskan nasi goreng, Dina meminum setengah gelas es teh. Zea yang melihatnya merasa risih. Wajah dan kelakuannya itu memang benar-benar berbanding terbalik. Wajah berparas imut-imut, kelakuannya amit-amit. Belum sempat Zea memakan makanan pesanannya saja, perut sudah terasa penuh. Akhirnya dia memutuskan untuk mainan handphone.

"Widih, hp baru nih, mereknya buah apel," ujar Dina kepada Zea.

"Nggak, sudah lama."

"Iya lama di konternya." Dina menarik handphone yang masih dipegang Zea. "Ini berapa, Ze?"

"Satu."

"Maksud gue itu harganya, Ze."

"Nggak dijual."

Melihat Ekspresi wajah Dina menahan sebal, Zafran ikut terkikik geli. Mereka berdua memang mirip anak kecil. Sama-sama tak ada yang mau kalah, maunya menang sendiri semua.

"Pinter banget mantan gue yang satu ini. Saking pinternya, gue pingin ngesleding otak lo biar cepat sadar," ujar Zafran sambil mengacak rambut Zea.

Perbuatan Zafran membuat Zea menjadi sebal. Terlebih dia takut jika Zafran dan Dina melihat dahinya terdapat luka. Selain itu, tujuannya yaitu untuk menghindari berbagai pertanyaan. Sudah dipastikan jika mereka tahu, dirinya pasti akan diserbu berbagai pertanyaan.

"Zafran! Lepasin! Ntar jadi jelek!" Jerit Zea.

Sebelum singa betina mengamuk, Zafran memutuskan untuk meninggalkan Zea dan Dina. Untung saja dia sudah membayar sebelum pesanannya datang. Jika belum, maka akan membuatnya ribet.

"Lo selalu cantik di mata gue kok, Ze!" Teriak Zafran saat keluar dari kantin. Hal itu membuat Zea menahan malu karena memiliki mantan spesies idiot.