Hari ekspedisi yang direncanakan Odo telah tiba. Di halaman Mansion terparkir satu kereta kayu dan gerobak besar yang di atasnya terdapat peralatan serta bekal untuk ekspedisi, alat transportasi tersebut akan ditarik sekaligus oleh seekor Drake berkulit abu-abu dan memiliki ukuran kurang lebih tiga kali lebih besar dari seekor kuda yang dibariskan. Salju yang terurun tidaklah terlalu lebat seperti kemarin. Tetapi, dengan jelas jalan dan halaman tertutup butiran putih yang jatuh dari langit.
Di dekat kereta kayu dan gerobak tersebut, terlihat para pelayan yang terdiri dari Minda, Xua Lin, Imania, mereka terlihat masih sibuk memilah barang yang akan dibawa mengingat jangka waktu ekspedisi yang tidak sebentar. Di antara para pelayan, terlihat juga Gariadin dan Linkaron, dua penjaga yang menyandang nama Shieal ikut membatu persiapan.
Gariadin adalah pria berbadan kekar yang terlihat mengenakan zirah rantai berlapis jaket berbulu, rambutnya berwarna merah tua, dan matanya berwarna hijau giok. Ia merupakan orang yang berasal dari Kerajaan Ungea sebelum diadopsi ke keluarga Luke sebagai keluarga cabang.
Rekannya yang memiliki tugas sama sebagai penjaga bernama Linkaron, seorang pria yang memiliki postur tubuh kekar seperti Gariadin dan mengenakan pakaian yang hampir serupa. Ia asli orang Kerajaan Felixia, matanya biru terang merupakan salah satu cirinya dan rambut hitamnya juga menandakan bahwa dirinya dari daerah yang sama seperti tuan yang dilayaninya.
Barang-barang yang mereka naikkan ke atas gerobak terdiri dari tenda, senjata, bahan makanan, kain tebal, pakaian tebal, serta beberapa alat-alat lainnya. Sedangkan pada kereta kayu yang tepat berada di belakang Drake, dimasukkan ke bawah tempat duduk beberapa kotak kayu kosong untuk menyimpan hasil ekspedisi.
Setiap kali mereka bernapas, uap putih terbentuk karena suhu rendah. Meski di tengah rendahnya suhu udara, mereka tetap bekerja tanpa mengeluh dan menaikkan barang-barang yang sudah dipilih oleh tuan mereka.
Dari arah Mansion, Odo dan Mavis datang ke tempat mereka. Kedua orang tersebut mengenakan pakaian tebal, anak laki-laki berambut hitam mengenakan jaket mantel berwarna kecokelatan, sedangkan ibunya mengenakan jaket dari bulu yang tebal dan terlihat cukup untuk menahan hawa dingin dari salju yang turun.
Tepat di belakang Odo dan Mavis, terlihat Julia dan Fiola yang berjalan mengikuti. Julia mengenakan pakaian pelayan yang dirangkap jaket tebal, sedangkan Fiola tetap mengenakan Kimono yang sedikit minim seakan hawa dingin sama sekali tidak mempengaruhinya.
Melihat para mereka datang, para pelayan dan penjaga yang sedang mempersiapkan ekspedisi menghentikan pekerjaan, lalu membungkukkan tubuh ke arah Odo dan Mavis dengan rasa hormat. Sekias saat melihat para pelayan dan penjaga tersebut, anak berambut hitam yang berjalan ke arah mereka, lalu menyipitkan mata dan menarik napas lega karena persiapan bisa berjalan tanpa masalah.
"Odo ..., apa kamu tidak kedinginan hanya mengenakan itu saja?" tanya Mavis dengan sedikit cemas. Meski dirinya sudah setuju akan permintaannya untuk melakukan ekspedisi, tetapi tetap saja seorang Ibu tidak bisa melepaskan anaknya dengan mudah ke luar menghadapi bahaya. Pikiran untuk membiarkan anaknya berkembang dan rasa cemas keibuan mulai bertentangan dalam dirinya.
Berjalan lebih cepat dan mendahului Ibunya ke dekat kereta kayu dan gerobak, anak berambut hitam itu berbalik dan melihatnya dengan tatapan ceria. "Jangan cemas, Bunda! Aku juga ingin membantu Ayah .... Lagi pula, ekspedisi ini juga bisa menjadi pengalaman untukku," ucapnya seraya merentangkan kedua tangan lebar-lebar.
Melihat anaknya tersenyum senang seperti itu, Mavis balas tersenyum tipis. Dirinya sadar kalau perkembangan sangat penting sekarang, terutama untuk anak penuh potensi seperti Odo. Meski rasa cemas memang masih menetap dalam benak, Mavis menjawab, "Baiklah. Tapi, ingat jangan terlalu mencari masalah saat ekspedisi, ya .... Kalau ada monster dengan tingkat bahaya tinggi, langsung lari saja ..., jangan lupa janjimu!" Mavis menipiskan tatapan, memikirkan hal lain untuk menekan rasa khawatir yang ada.
"Ya!" jawab Odo dengan riang.
Julia dan Fiola berjalan ke kedua sisi Mavis, lalu ikut melihat anak itu yang mulai berbincang dengan para pelayan lain mengenai perlengkapan yang akan dibawa. Melihat anak yang usianya belum genap sepuluh tahun itu, dalam benak dua pelayan kepercayaan Keluarga Luke itu merasa kalau Tuan Muda mereka benar-benar seorang jenius yang mungkin pertama kalinya lahir di Kerajaan Felixia ini.
"Tuan Odo memang benar-benar berbeda ..., Nyonya," ucap Fiola. Tatapan pelayan paling superior di Mansion itu terlihat tajam, melihat ke arah Odo yang sedang ikut mengangkut perlengkapan ke atas gerobak.
Melirik ke kanan dan melihat pelayan yang paling dipercayanya tersebut, sekilas Mavis menghela napas berat. "Baru sadar, Fiola? Anak itu memang sangat berbeda sejak lahir, dia tidak menangis ..., dan juga ...," ucapnya. Fioal menoleh ke arah majikannya saat mendengar itu. Tatapan gadis rubah berekor sembilan itu terlihat sedih, seakan ada sesuatu yang memang membuatnya tidak terima.
"Kenapa engkau menatapku seperti itu, wahai rubahku?" tanya Mavis.
"Bukannya Nyonya ingin seorang anak yang normal ...? Karena itu ..., Nyonya berjuang saat itu dan bahkan ... A ... k .... Nyonya ..., dunia sudah lebih damai setelah itu .... Kalau Nyonya ingin kehidupan damai ..., lebih baik Tuan Muda ...."
Fiola memalingkan wajah dan tidak bisa mengungkapkan apa yang dirinya rasa sekarang. Demi-human berambut cokelat gelap itu ingin Mavis mencegah Odo dan tidak mendorong perkembangan potensi anak tersebut. Alasannya tersebut sangatlah erat dengan keinginan Mavis untuk mempunyai keluarga normal dan bahagia, sebuah harapan yang diinginkan seorang makhluk yang tercipta sangat mirip dengan manusia tersebut.
Mavis paham apa yang ingin disampaikan pelayannya itu, tetapi dirinya tidak akan setuju dengannya. Seraya tersenyum ke arah sosok yang mengkhawatirkannya itu, wanita berambut pirang tersebut berkata, "Tidak apa, Fiola .... Ini juga tidak salah .... Sekarang ini ..., sungguh aku bahagia sebagai seorang Ibu." Mavis melihat ke arah Odo, memberikan tatapan kepada anaknya dengan senyum tulus seorang ibu. Melihat itu Fiola tidak bisa memahaminya, bagi dirinya keluarga satu-satunya hanya Mavis seorang, dirinya ingin wanita berambut pirang itu merasakan kebahagiaan sebenarnya.
Di sebelah kiri Mavis, Julia hanya menatap mereka dengan datar. Meski Ia menjadi pelayan kepercayaan di Keluarga Luke, tetapi Julia lebih dekat dan loyal pada Dart daripada Mavis. Meski dirinya juga loyal pada wanita berambut pirang yang memancarkan aura suci kuat tersebut, tetapi ada sesuatu dalam benak yang tidak bisa membuatnya saling kenal dengan tuannya lebih jauh karena memang sifat dasar saling bertentangan secara mendasar.
Menyadari tatapan Julia, Mavis melihat ke arahnya dan berkata, "Ada apa? Apa Julia juga ingin melarang ekspedisi yang Odo ingin lakukan ini?"
"Tidak ..., saya hanya bingung, Nyonya .... Sebenarnya ini sejak dulu ..., tapi entah mengapa belakangan ini saya makin penasaran dengan itu ....
"Hmm, memangnya penasaran tentang apa itu, Julia?"
"Bukannya Nyonya ..., lebih tepatnya ... rahim Nyonya rusak ... karena pernah menggunakan sihir cahaya yang memancarkan radiasi sangat kuat? Kenapa Nyonya bisa mengandung Tuan Odo?"
Tatapan Mavis seketika berubah gelap mendapat pertanyaan itu. Untuk wanita yang selalu sabar dan terlihat ramah sepertinya, wajah penuh amarah yang langsung memuncak dengan jelas nampak padanya. Julia langsung gemetar dan terkejut melihat itu, Ia lekas menundukkan dan merasa bersalah.
"Ma-Maafkan saya, Nyonya ...." Tubuhnya gemetar, di depan tatapan yang seakan itu berasa dari makhluk dimensi yang lebih tinggi. Telinga gadis kucing itu lemas, ekornya yang sering bergoyang ke kanan dan kiri hanya terdiam tanpa bergerak sedikit pun.
Merasakan hawa tajam tersebut, Odo yang sibuk membantu para pelayan langsung menoleh ke arah ibunya. Ia sempat terkejut merasakan hawa aneh yang sekilas terasa. "Ada apa, Bunda?" tanya anak berambut hitam itu. Setelah Ia meletakkan kotak kayu berisi bekal makanan ke atas gerobak, dirinya langsung berjalan ke tempat ibunya.
Sebelum Odo sampai, Mavis sekilas memalingkan wajah ke belakang dan menenangkan diri dengan cepat. Saat Ia berbalik ke menatap ke arah anaknya, sekilas matanya melirik ke Julia dan itu jelas memberitahu untuk tidak membahas hal sebelumnya.
"Tidak apa, anakku .... Tadi Julia heboh sendiri seperti biasanya, jadi Bunda tegur," ucap Mavis seraya tersenyum cerah, seakan tatapan tajam dan seram yang sebelumnya diarahkan pada Julia hanya ilusi.
"Hmm, begitu ya .... Mbak Julia memang suka heboh sendiri memang, sih." Odo menatap ibunya dengan ekspresi biasa, tidak curiga ataupun meragukan perkataannya. Mengalihkan pandangan dan melihat ke arah Julia, anak itu memasang wajah ceria seraya berkata, "Rasain kena marah ...." Melihat ekspresi kekanak-kanakan yang ada pada Tuan Mudanya tersebut, rasa takut Julia berkurang dan Ia mulai menarik napas dalam-dalam menenangkan diri.
Odo berbalik, lalu kembali menuju penjaga dan pelayan lain yang tidak sadar dengan aura amarah yang sekilas tadi terpancar dari Mavis. Sekilas melirik ke arah ibunya yang kembali mengatakan sesuatu pada Julia, Odo memastikan kalau memang ada sebuah hal yang disembunyikan mereka. Saat melihat ke arah Fiola di dekat mereka, gadis rubah itu menatap ke arah Odo dan mata mereka saling bertemu. Anak berambut hitam itu lekas berhenti melirik, kemudian kembali menaikkan barang-barang bersama yang lainnya.
"Bukan hanya Ibu yang menyembunyikan sesuatu ..., tapi Mbak Fiola dan Mbak Julia juga ....," pikir Odo.
"Sudah kuduga ..., Tuan Odo itu ....," pikir Fiola.
Pada kedua orang itu, mereka mulai saling mencurigai sesuatu. Odo mulai merasa kalau Fiola memang memiliki ikatan lebih dari sekedar pelayan pribadi dengan Ibunya, sedangkan Fiola sendiri mulai meragukan entitas kemanusiaan Odo mengingat bagaimana anak berambut hitam itu dikandung dulu. Berbeda dari Julia yang tidak tahu akan hal tersebut, Fiola sangat paham kalau Odo memang sangat berbeda dari anak-anak lain karena memang seperti itulah anak tersebut dikandung dan dilahirkan.
.
.
.
Beberapa belas menit berlalu, dan persiapan ekspedisi sudah benar-benar selesai. Para pelayan mempersiapkan diri dengan membawa pedang yang dikaitkan pada sabuk yang melingkar di pinggang mereka. Untuk Julia, Ia hanya membawa beberapa belati kecil yang diletakkan pada sabuk perlengkapan yang melingkar di paha kanan, di balik gaun pelayannya yang panjang sampai mata kaki.
Untuk penjaga yang ikut serta dalam ekspedisi, Gariadin mengenakan zirah kulit dengan bulu di bagian sekitar leher. Ia membawa sebuah artifak sihir berbentuk tombak yang mata tombaknya terbuat dari kayu cemara yang sudah menjadi fosil dan menjadi sangat keras serta berwarna hitam mengkilat. Pada mata tombak tersebut, terdapat struktur sihir yang membuat tombak memiliki kekuatan khusus untuk menandai target dengan syarat tertentu sehingga lemparannya akan selalu tepat sasaran meski target lari atau bersembunyi di balik tembok. Pada bagian tongkat tombaknya, terdapat beberapa Rune yang sama dengan apa yang terdapat pada Gauntlet di tangan kanannya.
Para pelayan dan penjaga berdiri di dekat kereta serta gerobak yang akan ditarik dengan Drake, sedangkan Mavis dan Odo berdiri saling menghadap satu sama lain di tengah halaman kediaman mereka yang tertutup salju. Salju turun dengan pelan dari langit menjelang siang yang mendung. Napas mereka mengeluarkan uap putih, menandakan hawa dingin masih tetap terasa.
Pada saat semuanya siap dengan perlengkapan masing-masing, Odo sama sekali tidak mengenakan peralatan tambahan dan penampilannya biasa-biasa saja dengan berselimut jaket mantel. Melihat anak itu, Mavis mengira kalau anaknya itu akan membawa senjata sihir asli buatnya sendiri mengingat keahlian Odo dalam hal sihir, tetapi nyatanya salah besar.
"Odo ..., anakku ..., kamu yakin hanya mengenakan itu dan tidak membawa yang lainnya untuk senjata? Paling tidak ..., pedang atau semacamnya .... Di gudang masih banyak senjata buatan Bunda, kamu bebas mengambilnya ...."
"Tidak usah, Bunda .... Lagi pula, walau aku membawa pedang, paling akan langsung rusak atau hanya dilemparkan saja .... Bunda tahu kalau aku masih belum mengusai teknik pedang sama sekali, bukan?"
"Meski sudah bisa menggunakan Langkah Dewa?"
Odo terdiam mendengar itu, dirinya memang telah menguasai salah satu Teknik Puncak Keluarga Luke, Langkah Dewa. Tetapi sesungguhnya, anak berambut hitam itu hanya bisa mengenakan beberapa teknik tingkat atas saja dari semua Battle Art yang dimiliki Keluarga Luke, itu pun kebanyakan teknik bertarung tangan kosong dan penguatan tubuh, tidak ada satu pun Battle Art yang mengadaptasi ilmu pedang atau menggunakan senjata yang dikuasai Odo.
"Bunda ..., aku hanya bisa menggunakan semua teknik bertarung tangan kosong dan penguatan tubuh .... Bukannya catatan tentang Teknik Pedang itu disembunyikan Ayah?"
"Tu-Tunggu, se-semua? Teknik tangan bertarung tangan kosong, semuanya?" tanya Mavis terkejut.
"Ya, hanya itu. Dari teknik pasif untuk peningkatan kekuatan fisik dan ketahanan tubuh, percepatan, langkah kaki, dan gerak tipu .... Kurasa tingkat tertinggi dari semua jenis teknik bertarung tangan kosong sudah aku kuasai."
Mavis benar-benar terkejut mendengar itu. Rasa ragu untuk melarang anaknya melakukan ekspedisi semakin berkurang, dan dirinya mulai paham mengapa Odo bisa mengalahkan Naga Hitam yang bahkan tidak bisa dikalahkan suami dan pasukannya. Bertolak belakang dengan Odo sekarang, Dart memang menguasai semua teknik pedang dan bahkan tingkat di atasnya, tetapi Dart sendiri tidak bisa menguasai secara sempurna teknik bertarung tangan kosong karena keterbatasan masa muda dimana dirinya masih bisa menyerap pembelajaran dengan cepat.
"Ah ..., baiklah .... Rasa ragu Bunda benar-benar hilang sekarang," ucap Mavis seraya sesaat memegang kepala dan memalingkan pandangan ke samping. Melihat Ibunya tersebut, Odo memiringkan kepala dan terlihat sedikit bingung. "Kenapa, Bunda? Apa demam karena dingin?" tanyanya.
"Tidak ..., tidak apa." Kembali menatap ke arah anaknya tersebut. Mavis tersenyum kecil, dan bertanya, "Apa kamu yakin tujuan ekspedisi kali ini ke Hutan Pando di selatan? Bukannya di sana banyak monster berbahaya?"
"Hmm, kurasa tidak masalah. Sekarang 'kan sedang musim dingin, kebanyakan mereka pasti sedang hibernasi," ucapnya seraya tersenyum kecil. Dalam benak anak itu, sebenarnya itulah tujuannya memilih Hutan Pando sebagai tujuan ekspedisi karena memang dirinya ingin mencari monster sekelas Giftmelata yang memiliki kristal sihir berharga tinggi.
Mendengar itu, Mavis menatap curiga. Odo lekas memalingkan wajah saat itu juga. Untuk sesaat, suasana di antara mereka menjadi senyap dan para pelayan serta penjaga yang berdiri di dekat kereta menatap ke arah kedua majikan mereka itu dengan tatapan heran. Kembali melihat wajah Ibunya, Odo berkata dengan riang, "Ka-Kalau begitu aku berangkat dulu ya, Bunda!"
"Hmm, selamat jalan! Jangan memaksakan diri, ya ...."
Odo memegang tangan kanan Mavis, lalu mengangkatnya dan menempelkan punggung tangannya ke kening. Melihat apa yang dilakukan anaknya tersebut, Mavis sempat bingung karena tidak tahu apa yang dilakukan anaknya tersebut. Saat anak berambut hitam itu melepaskan tangan ibunya tersebut dengan lembut lalu menatap dan mulai tersenyum, wanita berambut pirang itu bertambah bingung.
"Anakku, apa yang kamu lakukan tadi?" tanya Mavis.
"Eh ...?" Odo terkejut pada dirinya sendiri karena kebiasaan pada kehidupan sebelumnya bisa keluar sekarang. Mencari alasan dengan sedikit panik, Ia langsung menjawab, "I-Itu hanya ucapan salam, Bunda! Saat di tempat Roh Pohon Suci, dia memberitahu kalau ada salam seperti itu .... Semacam doa untuk meminta izin ...."
Jawaban itu memang terdengar logis bagi Mavis karena memang ada beberapa hal yang berbeda di Dunia Astral dan itu masih banyak yang belum terkuak. Tetapi saat melihat wajah anaknya itu yang terlihat panik dan kaget, Mavis memberikan tatapan curiga. "Hmm, dari tempat Roh Agung itu, ya ...?" ucap Mavis seraya membungkuk dan menatap anaknya itu dari dekat. Sekilas, mata Odo berputar melihat ke samping.
"Hem, begitu rupanya." Mavis menjauhkan wajah, lalu tersenyum ringan. "Bunda tidak keberatan, kok. Jangan khawatir seperti itu, Odo. Bunda hanya cemas sifat Ayahmu yang sering gombal sampai terturun ke kamu," lanjutnya.
"Gombal?" tanya Odo.
"Tidak! Tidak ..., lupakan yang tadi."
"Ya ...." Odo menatap dengan datar. Ia melihat ke arah para penjaga dan pelayan yang sudah siap, lalu melihat ke arah Mavis kembali, dan berkata, "Kalau begitu, aku berangkat dulu, Bunda."
"Ya, hati-hati ...."
Odo segera berlari menuju tempat pelayan dan penjaga yang sudah siap berangkat ekspedisi. Mereka langsung naik ke atas kereta kayu dengan posisi masing-masing. Julia, Minda, dan Imania naik di dalam kereta kayu bersama Odo, sedangkan Gariadin dan Xua Lin duduk di depan sebagai kusir dari Drake. Di dekat kereta tersebut, Fiola dan Linkaron melangkah sedikit menjauh saat alat transportasi tersebut akan dipacu dan keluar dari halaman Mansion, dan melaju di jalanan yang tertutup bersalju.
Saat melaju keluar dari gerbang, Odo membuka jendela kereta dan melongok keluar seraya melambaikan tangan ke arah ibunya yang berdiri di dekat gerbang utama. Melihat anaknya pergi dengan senyuman, perasaan dalam benak kembali bercampur antara rasa cemas dan senang. Melihat ekspresi yang nampak pada Mavis, sosot mata Fiola terlihat seakan tidak terima akan sesuatu. Ia menyipitkan mata dan memikirkan banyak hal saat itu juga.