webnovel

16 - This is only Satisfaction (Part 01)

Di dalam bangunan panti asuhan, Odo duduk di ruang makan utama dengan tegang. Tempat di atas meja kayu di hadapannya, disediakan roti kering dan potongan daging rusa asap yang diletakkan pada piring kayu. Anak berambut hitam itu hanya menatap makanan itu dengan gelisah, menunggu Siska kembali dari dapur mengambilkan air hangat untuknya. Suasana di dalam bangunan dengan pencahayaan lentera itu cukup sunyi, hanya terdengar suara salju di luar yang semakin lebat turunnya. Pencahayaan tempat tempatnya berada tidak terlalu terang, hanya ada dua lentera yang digantung di sudut ruang.

Odo masuk ke dalam panti asuhan hanya karena terbawa alur pembicaraan Siska saja, dirinya tidak menyangka akan benar-benar terjebak di dalam bangunan yang memiliki kesan klasik kental tersebut. Menoleh ke arah pintu masuk ruang makan, terlihat anak-anak panti asuhan yang mengintipnya dengan tatapan polos, mereka bersembunyi di balik dinding dan terlihat sedikit takut dengan Odo. Dari enam anak yang tinggal di panti asuhan yang mengambil nama dari pusat keagamaan setempat, Inkara, hanya ada lima anak yang mengintip, Nanra tidak terlihat diantara mereka.

Saat Siska kembali dengan membawa gelas kayu berisi air hangat dan melewati pintu yang sama dengan yang digunakan para anak-anak untuk bersembunyi, mereka mengikuti biarawati itu dan membuntut tepat di belakangnya, pertama Nesta, dan di belakangnya diikuti Dainel dan Firkaf yang masing-masing menggandeng sepasang anak kembar, Mila dan Erial. Melihat mereka berbaris mengikuti Siska, Odo sempat merasa kalau anak-anak itu terlihat seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

Meletakkan gelas berisi air panas ke atas meja, Siska menoleh ke belakang dan melihat anak-anak itu dengan tatapan sedikit gemas. "Apa yang kalian lakukan? Memangnya Tuan Muda semenakutkan itu sampai-sampai kalian harus bersembunyi?" ucap Siska. Odo sempat terkejut mendengar hal itu, tanda biarawati itu tidak menyembunyikan fakta tersebut berarti memang semua anak di panti asuhan sudah mengetahuinya.

"Maaf, Tuan Muda .... Mereka masih anak-anak, jadinya seperti ini memang sikap mereka masih kekanak-kanakan," ucap Siska seraya menoleh ke arah Odo.

"Tidak ..., aku tak masalah soal itu .... Tapi ..., apa semua penghuni panti asuhan ini sudah tahu identitasku ... sampai-sampai Kakak mengatakan hal itu dengan santainya seperti itu?" Odo menatap datar biarawati berambut pirang tersebut, lalu sedikit memindah tatapan ke arah anak-anak di belakangnya.

"Bukan hanya mereka, semua orang di kota ini sudah tahu kalau identitas anak berambut hitam yang pernah datang bersama Nanra adalah anak dari Marquess. Lagi pula, di kuil juga anda pernah dibahas saat diam-diam masuk ke Kota ..., terutama soal kabar anda mengalahkan Naga Hitam .... Tuan Muda, bukannya anda tahu kabar seperti itu tentu saja akan membongkar identitasmu?" Sisak duduk di ursi kayu yang berhadapan dengan Odo, lalu menatap anak berambut hitam itu seraya tersenyum ramah. Di belakang kursi tempatnya duduk, anak-anak panti asuhan bersembunyi dan tetap memberikan tatapan aneh ke arah anak berambut hitam yang terlihat sangat dewasa di umurnya yang masih sangat belia tersebut.

Menarik napas dan mengamati kembali pengurus panti asuhan itu, Siska terlihat mengenakan pakaian Alba yang merupakan salah satu Vertimentum berwarna cokelat pudar, sebuah pakaian sehelai jubah panjang sampai mata kaki. Pada kepalanya tidak ada ornamen tambahan, dan hanya ada Singel, sebuah ikat jubah seperti tali yang ujungnya berjumbai-jumbai yang melingkar sekitar pinggang bagian atas.

[Catatan: Alb/Alba; sebuah Vertimentum atau pakaian ibadat berbentuk jubah tunggal, pada sekitar leher ada ikat tali yang bisa biasanya diikat sampul di bagian sekitar dada tengah. Singel; sebuah tali yang melambangkan kesucian, pajang dan tebal, digunakan untuk merapikan Alba. Jangan salah baca menjadi Single ya ....]

Odo membuang pandangannya ke langit-langit dan sedikit menarik napas lega karena tidak perlu menjelaskan hal-hal lain. "Memang benar kata Kak Siska, tapi ya tetap saja rasanya aneh seperti ini setelah identitasku terbongkar. Meski aku telah mengalahkan Naga Hitam, bukan berarti ada yang berubah atau semacamnya, bukan?" ucap Odo seraya melihat kembali ke arah biarawati tersebut.

"Tidak ada ya ...." Siska meletakkan kedua sikunya ke atas meja, lalu menyatukan kedua tangan di depan wajah dengan jemari saling masuk ke sela, kemudian menyangga kepalanya dan menatap Odo. Tatapan itu terasa sangat tajam, seakan memang dia telah mengetahui hal lain yang disembunyikan anak berambut hitam tersebut.

"Apa ...?" Odo memasang wajah datar.

"Tidak ..., hanya saja Saya tidak percaya rumor kalau pewaris Keluarga Luke telah mengalahkan Naga Hitam sebelum melihat Anda secara langsung seperti ini, Tuan Muda ...."

"Memangnya sangat berbeda ya auraku?"

"Bukan hanya berbeda, saya sampai-sampai mengira kalau ada monster yang berdiri di hadapan saya saat ini .... Bahkan, tadi saat pertama kali anda datang ...."

Odo menyipitkan mata dan tatapannya bertambah tajam. Ia sedikit tahu tipe pengguna sihir yang memiliki kekuatan untuk mendeteksi seperti itu. Kebanyakan orang memiliki sensitivitas terhadap tekanan sihir dan aura orang lain, tetapi kepekaan tersebut sangatlah bervariasi, dan ada beberapa yang bisa mendeteksi sihir orang lain sampai jarak belasan kilometer atau membongkar penyamaran dan keberadaan seseorang hanya dengan merasakan tekanan sihir yang samar-samar terpancar dalam keadaan pasif. "Meski sudah ditekan, dia tetap menyadarinya ya ...," pikir Odo.

"Hmm, jelas saja Kak Siska tadi panik ...."

"Ya! Sungguh, saya kira ada monster yang masuk ke kota dan merusuh ...."

"Hmp ...." Odo tersenyum kering mendengar itu. Sedikit memalingkan pandangan ke arah pintu, anak itu terlihat seperti sedang mencari sesuatu.

"Tuan Muda ..., apa anda mencari Nanra?" tanya Siska melihat gelagat anak berambut hitam itu. Odo melirik, lalu menjawab, "Ya ..., dia ada di mana? Kok tidak kelihatan, Kak?"

"Dia sedang tidur ...." Siska mulai muram, wajahnya yang tadinya ceria mulai luntur.

"Apa terjadi sesuatu padanya?" tanya Odo.

"Tidak ..., tidak ada. Dia sedang tidur di kamar ...."

Melihat biarawati itu menyembunyikan sesuatu, Odo terlihat mulai cemas. Ia berdiri dari tempat duduk, lalu menatap tajam ke arah biarawati tersebut. "Kak, kenapa Kakak susah-susah menyembunyikan sesuatu dariku? Apa aku semencurigakan itu? Apa Kakak tidak percaya padaku karena aku anak dari Tuan Tanah wilayah ini?" tanya Odo, nadanya terasa sangat menekan.

"Tidak .... Mana mungkin saya bera⸻"

"Kak Nanra sedang demam," ucap Mila, salah satu anak kembar di belakang Siska. "Kak Nanra sedang demam tinggi di kamarnya," lanjut Erial, anak kembar satunya.

Mendengar itu, Odo menatap tajam Siska. Dalam sorot mata biru anak itu, sangat terlihat jelas kalau amarah mulai membara. "Kenapa Kak Siska menyembunyikannya? Kalau dia demam, tinggal katakan saja. Memang apa susahnya? Apa karena Kakak tidak mempercayaiku sampai-sampai ...," ucap anak berambut hitam itu.

"Bu-Bukan begitu! Saya hanya merasa tidak enak terus menerima kebaikan dari anda. Bukan hanya sudah menerima persediaan makanan yang lebih dari cukup, kalau anda membantu lagi rasanya .... Bahkan karena perkataan saya waktu itu ..., Tuan Muda langsung pergi ...."

Odo berusaha memaklumi perkataan tersebut dan menangkan diri, dalam benak anak itu rasa khawatir memang jelas ada saat mendengar Nanra demam. Menekan Rune pada punggung tangan kanan, Odo mengeluarkan Gelang Dimensi dan memegangnya dengan tangan kiri. Ia mengaktifkan Gelang Dimensi, lalu lingkaran sihir berdiameter semeter yang berisi ratusan Rune keluar di atas gelang tersebut. Siska terkejut melihat anak itu bisa menggunakan sihir dengan kerumitan tinggi seperti itu dengan mudahnya.

"A-Apa yang ingin Tuna Muda lakukan?" tanya Siska dengan panik karena tidak tahu lingkaran sihir yang muncul itu.

"Tenang saja ...." Odo menekan salah satu Rune pada lingkaran sihir, lalu proses pengeluaran objek dalam dimensi penyimpanan diproses dan sebuah botol kaca berbentuk corong perlahan keluar dari dalam lingkaran sihir. Odo mengambilnya, lalu meletakkannya ke atas meja. Menonatifkan Gelang Dimensi dan menyimpannya kembali di dalam Rune di atas punggung tangan kanan, Odo kembali menatap Siska. "Ini Potion kualitas menengah yang aku buat. Kalau Nanra demam karena musim dingin, seharusnya dengan meminum ini dia bisa langsung sembuh," ucapnya seraya mempeletakkan jari telunjuk ke atas tutup kayu yang menyumbat botol tersebut. Ramuan yang keluarkan Odo tersebut berwarna hijau tua dengan partikel-partikel pancawarna di dalamnya.

Melihat itu Sika langsung tahu kalau Potion tersebut memang kualitas menegah, dan tentu saja kalau dijual harganya bisa mencapai seribu Rupl karena memang obat semacam itu harganya bisa sangat mahal sebab tidak banyak yang bisa membuatnya. "Apa Anda bersungguh-sungguh memberikan ini? Bukannya itu kalau dijual harganya sangat mahal?" tanya Siska dengan tatapan ragu untuk menerima pemberian itu.

Odo sekilas memejamkan mata, dalam benak Ia ingin biarawati itu langsung menerimanya tanpa bertanya lagi. "Memang .... Karena itu, kali ini aku ingin Kakak benar-benar membayarnya, tidak seperti kasus bahan pangan yang aku berikan dan hasilnya aku benar-benar memberikannya dengan cuma-cuma," ucap Odo seraya tersenyum kecil. Ia mengangkat jari telunjuknya, lalu menunjuk ke arah Siska dan berkata, "Bayar aku dengan informasi." Berhenti menunjuk dan kembali duduk di kursi, anak berambut hitam itu menunggu jawaban Siska.

Biarawati itu terlihat ragu untuk menjawab, dalam wajahnya tersirat rasa masih tidak bisa mempercayai Odo secara penuh karena syarat itu terdengar seperti main-main dan hampir sama halnya saat anak itu saat meminta bayaran atas persediaan makanan yang diberi beberapa waktu lalu. Sedikit memiringkan kepala, Siska berkata, "Bukan hanya tubuh anda yang terlihat lebih besar dari anak seumuran anda, tapi pemikiran anda juga sudah sangat dewasa, ya? Kenapa anda selalu menyembunyikan alasan membantu kami, Tuan Muda?"

"Menyembunyikan? Haah, padahal aku sama sekali tidak menyembunyikan apa-apa, sih .... Kalau Kakak masih belum percaya, apa yang harus kulakukan agar Kak Siska percaya? Lama-lama rasanya menyusahkan, aku tidak punya banyak waktu, loh." Odo menyipitkan matanya, dan sorot matanya terlihat mulai gelap.

"Bertahu saja apa alasan anda membantu panti asuhan ini .... Mudah, bukan?"

Odo terdiam mendengar itu, tatapan gelap mulai hilang darinya. Menarik napas dan menenangkan diri, anak itu menegakkan posisi duduknya. "Aku ingin mendapat kepercayaan kalian," jawab Odo.

"Mendapat kepercayaan ...? Untuk apa?" tanya Siska dengan bingung. Ia meluruskan kepala, lalu balik menatap anak berambut hitam itu dengan tajam dan serius.

"Kakak tahu ..., aku ini pewaris Keluarga Luke yang kelak akan menjadi penguasa wilayah ini. Karena hal itu, aku butuh sebuah kepercayaan dan pencitraan tersendiri ...."

"Kepercayaan dan Percitraan? Bukannya itu juga bisa anda dapat dari Tuan Dart? Saya yakin kalau beliau pasti dapat mencarikan orang-orang yang akan sangat setia pada anda .... Terlebih lagi ..., bukannya pencitraan sudah anda miliki, Tuan Muda? Apa Pembunuh Naga Hitam saja tidak cukup?"

"Kak Siska ..., kesetiaan itu tidak bisa diwariskan. Meski aku anak Maquess yang menguasai wilayah ini, belum tentu loyalitas para bawahannya akan sama dengan saat dipimpin Ayah, terutama para bangsawan lainnya. Dan juga, Pembunuh Naga Hitam, ya ...? Bukannya kabar yang beredar itu 'anak sang Ahli Pedang yang membunuh Naga Hitam' yang benar?"

Siska terdiam mendengar itu, Ia tidak menyangka kalau anak berusia delapan tersebut bisa memiliki pemikiran sampai seperti itu. Pada umur Odo yang sekarang, tidaklah aneh kalau anak berambut hitam itu membanggakan pencapaiannya yang telah mengalahkan monster yang bahkan tidak bisa ditaklukkan setelah dua kali percobaan saat ekspedisi.

"Saya memahaminya ..., Tuan Muda. Jadi ..., memangnya apa yang anda inginkan dari panti asuhan ini?" tanya Siska.

"Sebelum itu ..., aku ingin bertanya apa Kakak punya gambaran untuk masa depan anak-anak panti asuhan ini? Apa Kak Siska bisa mewujudkan impian mereka?"

Mendapat pertanyaan balik seperti itu, Siska terdiam dan benar-benar memikirkannya. Dalam keadaan finansial panti asuhan sekarang, kemungkinan besar akan sangat sulit memberikan pendidikan atau menyongsong kebutuhan bagi mimpi anak-anak tersebut. Tanpa menunggu Siska menjawab, Odo kembali bertanya tetapi kali ini kepada anak-anak yang bersembunyi di belakang biarawati itu duduk, "Kalau besar nanti, cita-cita kalian mau jadi apa? Nesta, Daniel, Fifkar, Mila, Erial, bisa kalian membertahukannya padaku?" Pertanyaan itu membuat kelima anak itu terdiam, lalu melihat satu sama lain dengan bingung. Keluar dari belakang Siska dan berbaris di dekat meja, mereka mulai menjawab secara bergantian.

"Aku ingin jadi kesatria! Aku ingin melindungi Kak Siska nanti kalau sudah besar!" jawab Daniel dengan penuh rasa percaya diri. Dari semua anak, dialah yang paling terlihat aktif dengan raut wajah penuh semangat.

"Aku ...ingin menjadi pandai besi .... Saya ingin membuat peralatan dapur dan perabotan yang murah supaya Kak Siska gak kesusahan lagi," ucap Firkaf. Ia anak yang terlihat pendiam dan lebih pasif dari Daniel yang setahun lebih tua darinya.

"Saya ingin menjadi biarawati seperti Kak Siska, Tuan Odo! Saya ingin menjadi perempuan yang anggun seperti dirinya!" ucap Nesta. Dari semua anak, dia yang paling berpikiran luas dan impiannya paling kuat karena memang dia telah belajar beberapa pengetahuan secara autodidak dan mendapat sedikit pembelajaran dari Siska sendiri.

"Kami ingin bisa membuat obat! Supaya Kak Nanra sembuh!"

"Kami ingin bisa membuat obat .... Supaya Kak Nanra sembuh ...."

Anak kembar, Mila dan Erial menjawab secara bersamaan dan gembira. Impian itu sangat polos, tetapi kalau dipikir kembali memang itu sangat mulia mengingat mereka baru berumur enam tahun dan masih belum tahu menahu tentang dunia.

Mendengar impian-impian yang diutarakan kelima anak itu, Siska yang menoleh ke arah mereka sempat terkejut dan dalam hatinya merasa sedikit perih mengingat keadaan finansial yang sangat tidak memungkinkan untuk mewujudkan semua impian anak-anak itu. Meski dengan mengorbankan impian anak lainnya, mungkin keuangan panti asuhan hanya dapat menyokong satu impian saja dari kelima anak yang ada. Faktor ekonomi menjadi penentu kehidupan anak-anak tersebut.

"Lihat ..., Kak Sisika ... mereka semua punya cita-cita sendiri. Bukankah itu mengagumkan kalau semuanya bisa meraih cita-cita mereka?" ucap Odo dengan nada yang terkesan menghasut.

"Apa yang ingin anda inginkan?" tanya Siska seraya menoleh ke arah anak berambut hitam itu. Tersenyum kecil mendapat pertanyaan tersebut, Seraya merentangkan kedua tangannya ke samping Odo berkata, "Aku ingin mempekerjakan mereka kelak nantinya saat mereka besar."

Siska terkejut mendengar itu, wajahnya terlihat sangat tidak percaya seorang anak bisa berpikir sampai sejauh itu. Semua kebaikan yang Odo berikan menjadi jelas, dan itu memang bukan hanya sekedar diberi secara cuma-cuma tetapi lebih seperti semacam investasi.

"Bekerja? Maksudnya anda ingin memasukkan mereka ke ranah pemerintahan saat anda sudah menjadi pewaris wilayah?" tanya Siska dengan wajah terkejut.

"Bukan itu .... Aku hanya ingin mereka membantuku nanti saat cita-cita mereka sudah tercapai, kalau mau masuk ke ranah pemerintahan itu kebebasan mereka. Untuk itu, aku akan membantu keuangan ke panti asuhan ini dan Kakak akan mempercayakan permintaan ini pada Kakak .... Bagaimana, kurasa ini tawaran yang sangat menguntungkan, bukan?"

Wajah Siska langsung terlihat bahagia, tawaran itu sangatlah logis dan berpotensi untuk mengeluarkan anak-anak di panti asuhan dari garis ketidakmampuan. Mempertimbangkan berbagai hal seperti keadaan finansial, ekonomi panti asuhan dan kota, lingkungan dan potensi yang ada, Siska benar-benar merasa kalau menerima tawaran Odo merupakan pilihan yang terbaik. Tetapi, dalam benak biarawati tersebut masih ada sesuatu yang mengganjal karena hal tersebut bagaikan sebuah mimpi bisa mendapatkan kesempatan seperti itu. Hal tersebut sangat bertolak belakang pada saat dirinya yang dulu gagal meraih apa yang diinginkannya dan berakhir menjadi pendeta di Kota Pesisir seperti sekarang.

Anak-anak yang mendengar tawaran Odo terlihat senang, terutama Nesta dan Daniel karena mereka yang paling tahu keadaan panti asuhan sekarang. Melihat anak-anak itu kegirangan, Siska yang menoleh ke arah mereka kembali merasa perih dalam hati membayangkan kesenangan itu sirna karena dirinya tidak menerima tawaran yang diajukan pewaris Keluarga Odo tersebut. Melihat wajah biarawati itu yang berpaling melihat anak-anak tersebut, Odo menutup mulutnya dengan tangan kanan dan menyeringai gelap seperti telah mendapatkan tujuannya datang ke panti asuhan.

Anak berambut hitam itu menahan rasa senangnya dan berhenti menyeringai, lalu menurunkan tangan kanan ke atas meja. "Bagaimana, Kak Siska? Apa Kakak setuju?" tanya Odo. Siska sempat tersentak mendengar itu, Ia langsung menoleh ke arah anak itu dan langsung menjawab, "Se-Setuju, tentu saja setuju!"

"Syukurlah ..., kalau Kakak setuju." Odo tersenyum dengan tulus. Melihat itu, Siska teringat dengan orang yang pernah menyelamatkannya dulu, dan orang itu adalah ibu dari anak yang ada di hadapannya tersebut. "Tuan Muda ..., kenapa anda memilih panti asuhan ini? Bukannya masih banyak tempat lainnya ...?" Siska masih penasaran dengan hal tersebut, meski sudah pasti kalau niat Odo sangatlah baik menurutnya, tetapi memang rasa penasaran tidak bisa ditahan.

"Itu karena di sini ada Kak Siska," jawab anak berambut hitam itu.

"Saya?"

"Ya, Kak Siska. Kakak salah satu anak yatim piatu yang dibawa Ayah dan Bunda untuk mengikuti seleksi pemilihan penyandang nama Shieal, bukan?"

Siska benar-benar terkejut anak itu bisa mengetahuinya, Ia tidak menyangka kalau seleksi yang menentukan kehidupannya itu akan dibahas kembali sekarang. Siska memalingkan wajah muram, dalam dirinya masih ada rasa penyesalan karena tidak terpilih menjadi penyandang nama 'Shieal' dan bekerja langsung di bawah naungan kedua orang yang dikaguminya. "Kenapa Tuan Muda tahu itu?" tanyanya.

"Aku membacanya ..., pada dokumen di ruang arsip ada data-data anak-anak yatim yang mengikuti seleksi tersebut. Dari hampir belasan tahapan yang dilakukan, Kakak gugur di seleksi tahap akhir dan dikirim ke tempat peribadatan di Kota Pesisir ini saat masih berusia kurang dari sepuluh tahun .... Jujur seleksinya sangat ketat, ya? Lebih dari dua ratus lima puluh anak yang menjadi yatim piatu karena Perang Besar dibawa mereka dan diikutsertakan dalam seleksi, hanya dipilih enam saja, terlebih lagi ada beberapa makhluk berumur panjang di dalamnya yang sudah pasti lolos ...."

Siska terdiam kembali mendengar itu. Memang dalam seleksi yang dilakukan tidak lama setelah Perang Besar berakhir itu diikuti oleh banyak anak yatim piatu yang diselamatkan oleh Sang Ahli Pedang dan Penyihir Cahaya, dan kedua pahlawan perang tersebut mengumpulkan mereka untuk diseleksi dalam pemberian gelar keluarga cabang dari Keluarga Luke. Dalam Perang Besar hampir semua orang di Keluarga Luke mati dan semua keluarga cabangnya hancur di garis depan peperangan dalam menunaikan kewajiban mereka selama masa perang, hanya tersisa Dart Luke sebagai pewaris tunggal dan sah Keluarga Luke. Alasan Keluarga Luke tidak memiliki banyak keturunan karena kebanyakan dari mereka berfokus pada pendidikan pedang dan cenderung tidak menikah sampai usia kepala empat, dalam kasus Dart adalah pengecualian karena dia dimasukkan ke dalam pernikahan politik, dan pada kenyataannya baru mendapat anak pada usia kepala empat lebih. Dalam seleksi ditengah krisis tersebut, Dart dan Mavis mengikutsertakan dua sosok yang sudah akan dipastikan mendapat nama Shieal, yaitu Julia dan Fiola, dua Demi-human yang bisa dikatakan cukup spesial mengingat latar belakang mereka yang tidak biasa.

"Ya ..., saat itu yang mengikuti seleksi itu semuanya jenius. Saya hanya orang biasa, tidak ada kemampuan khusus atau keahlian spesial ..., meski berusaha keras itu tidak mengubah fakta kalau aku hanya anak biasa-biasa saja saat itu," ucap Siska. Dia menundukkan kepala dan terlihat sedikit sedih mengingat usaha dan kerja kerasnya saat itu membuahkan kegagalan.

"Kak ..., Kakak tahu kalau kerja keras juga merupakan bakat tersendiri?" tanya Odo. Siska mengangkat kepalanya dan melihat ke arah anak tersebut. Menatap lurus matanya, Odo kembali berkata, "Tidak semua orang bisa berjuang sekeras Kakak. Memang ..., Kakak hanya orang biasa jika dibandingkan semua pelayan yang tinggal di tempatku itu, tapi Kak Siska punya kelebihan tersendiri ..., tidak semua orang bisa berjuang sekeras itu .... Dari hasil Seleksi Kakak, aku tahu kalau itu hasil yang didapat dari kerja keras dan bukan bakat. Karena itulah aku memilih tempat ini ..., meski hanya kebetulan saja, tapi kurasa ini sudah semacam ... takdir."

Suasana menjadi hening setelah Odo berbicara , perkataan itu benar-benar menyentuh perasaan biarawati tersebut, itu memberikan arti lain dalam kehidupannya yang pasif dan tidak ada perkembangan besar. Menarik napas dalam-dalam dan mengumpulkan keberanian kembali, Siska berkata, "Terima kasih, Tuan Muda .... Mungkin hanya anda yang menganggap saya seperti itu ...."

"Hmm, begitu ya? Senangnya. Kebetulan aku ini tipe orang yang lebih ingin menjadi satu-satunya dari pada menjadi nomor," ucap Odo seraya tersenyum ringan, dan sekali lagi Siska terkejut mendengar perkataan seperti itu keluar dari anak kecil.

"Karena Kakak sudah setuju, kalau begitu terima ini ya ...." Odo mengajukan botol kaca berisi Potion kepada Sisika. Biarawati itu membungkuk dan menaikkan setengah dadanya ke atas meja, lalu mengambil botol tersebut. Kembali duduk seraya memegang botol tersebut, Siska mengamati ramuan tersebut dengan seksama.

"Minumkan saja itu ke Nanra, nanti juga dia sembuh," ucap Odo.

"Hmm, baiklah ...."

"Jadi ..., untuk bayaran Potion itu ..., aku ingin meminta sesuatu dari Kakak."

Sisika menurunkan botol Potion ke atas meja, lalu kembali melihat ke arah Odo dengan serius. Dalam hati perempuan itu telah ditetapkan, Ia paling tidak harus bisa berguna untuk anak dari dua orang yang dikaguminya, karena dirinya tidak bisa berdiri di tempat yang sama dengan mereka. "Apa itu?" tanyanya.

"Bisa Kakak beritahu di mana lokasi monster di wilayah kekuasaan Ayah? Terutama lokasi monster yang tingkat bahayanya menengah ke atas seperti Giftmelata?"

"Eh??" Siska terbelalak mendengar itu. Ia memang tahu tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang hibernasi para monster karena saat dirinya berjalan saja sudah dapat mendeteksi keberadaan mereka berkat kepekaan dalam mendeteksi pancaran Mana pasif. "Ke-Kenapa malah tanya saya? Bukannya di kediaman anda ada yang memiliki kemampuan mendeteksi lebih baik dari saya? Seperti ... gadis rubah berekor sembilan itu ...," lanjutnya dengan ekspresi tidak percaya diri.

"Sayangnya aku tidak bisa tanya Mbak Fiola ..., bahkan Mbak Julia juga rasanya tidak mungkin dimintai. Kalau aku tanya mereka, pasti kedua orang itu akan berkata, 'Ah, ternyata Tuan Odo belum mempersiapkannya sama sekalinya' dengan wajah songong mereka ...."

"Eh? Mempersiapkan apa memangnya?" tanya Siska.

"Ekspedisi .... Lusa nanti aku akan melakukan ekspedisi mencari monster untuk diambil kristal sihirnya."

"EH!!" teriak panik Siska, anak-anak di sampingnya sempat terkejut melihat biarawati yang biasanya terlihat tenang itu sampai berteriak. "Ekspedisi mencari monster?! Di musim dingin seperti ini?!" tanyanya.

"Ya .... Mungkin Kak Siska sendiri sudah tahu kalau sekarang wilayah Ayahku sedang dalam krisis keuangan dan punya hutang banyak, bukan? Untuk itu aku ingin mencari kristal sihir untuk media pembayaran lain ...."

"Be-Begitu ya .... Memang benar, saat ekspedisi pertama juga orang-orang dari pemerintahan memberikan bantuan dari menghutang ke wilayah lain. Jadi Tuan Muda ingin mencarinya tambahan dana dengan membasmi monster pasti bisa juga sebagai alat pembayaran, ya?"

"Iya .... Jadi ..., apa kakak tahu tempat yang banyak monster?"

Sesaat Siska memalingkan wajah, Ia mengingat-ingat kembali tempat-tempat yang menurut rumor paling banyak monster. Dirinya yang merupakan pendeta dari dulu sering berpindah-pindah tempat sebelum memutuskan untuk menetap dan mengurus anak-anak di panti asuhan seperti sekarang. Setelah mengingat sesuatu, Ia mengangkat jari telunjuk dan berkata, "Ah, di daerah selatan ..., sekitar Hutan Pando. Katanya di sana banyak monster-monster karena jauh dari pemukiman."

"Hutan Pondo ya .... Menurut rumor para penjaga dan pelayan dulu juga rasanya ada yang bicara soal tempat itu .... Hmm, kurasa pantas dicoba."

[Catatan: Pando; merupakan koloni klonal dari tumbuhan tunggal dari pepohonan besar yang bentuk batangnya seperti mahoni menjulang tinggi dan dedaunan cukup lebat di bagian atas, sistem hidupnya hampir mirip bambu karena berbagi akar atau bisa juga dikatakan akarnya tunggal].

Setelah itu, Sisika mulai menjelaskan lokasi detail yang memiliki potensi-potensi besar terdapat banyak monster saat musim dingin. Ia menjelaskan dengan sangat rinci sebisa mungkin, anak-anak lain melihat dan mendengarkan dengan seksama meskipun tidak paham apa yang sedang dibicarakan Odo dengan Siska. Sesudah mendapatkan informasi tersebut, Odo kembali mengambil Potion dari Gelang Dimensi yang diambil dari dimensi penyimpanan di punggung tangan kanan, lalu memberikannya kepada Siska untuk jaga-jaga kalau ada yang demam lagi.

Berbincang-bincang kecil dengan anak-anak lain dan menjelaskan beberapa sihir seperti memang mereka tertarik dengan itu, Odo akrab kembali dengan mereka dan suasana canggung yang sebelumnya ada mulai mencair menjadi kehangatan dan kebersamaan di dalam bangunan yang tidak bisa menahan hawa dingin meski pembakaran di dapur yang terhubung cerobong asap mengepul. Tanpa menunggu Nanra bangun terlebih dahulu, Odo lekas bergegas pergi dari panti asuhan setelah berbincang dengan mereka lebih dari setengah jam lamanya karena alasan ada keperluan lain.