webnovel

Elite Class part. End

Aku termundur beberapa langkah setelah seseorang memecah belah jarak antara aku dengan bocah sombong di depanku.

Ruangan yang aku injak sekarang berbeda, sosok dengan pakaian ala gothic psikopat berdiri menatap bergantian aku dan Twillight si bocah sombong di depan.

[POV Antonius Zweizenaa Catalysm]

"Selamat datang..." serunya merentangkan tangannya dan suaranya sudah jelas adalah seorang wanita.

"Di dalam Divine Place milikku!" Tutupnya dan benar saja apa yang aku pikirkan, tempat ini adalah Divine Place milik seseorang.

Kami bertiga saling menatap, wujud zirah mode bertarung yang aku gunakan sekarang ku tambah konsentrasinya, namun diantara kami, tak ada yang ingin menyerang duluan.

Twillight menghentikan bentuk zirahnya dan duduk dengan pedang besi terkutuknya ditancapkan ke tanah.

Layaknya seorang ksatria hebat, auranya menggambarkan kekuatan sebenernya bocah sombong tersebut.

"Allysia Gerard Terraheart."

"Fufufuffu, mochi mochi... Kau langsung tau ini aku, Pangeran tampanku, xixixixi!"

Gadis itu seperti bocah yang butuh perhatian, dia berjalan di depan Twillight sembari menarik dengan langkah kecil dan sesekali menatapku dengan tajam.

"Wangimu sangat khas, kebiasaanmu mendekat kepadaku membuat aku hapal dengan wangi tubuhmu," ucap Twillight yang membuat Gadis itu beraksi aneh.

"Kyaaa, Pangeran ku mesum... Mochi mochi lakukan terus pangeran ku!"

Gadis itu beraksi aneh, mulutnya berbusa sedikit dan dirinya seperti orang yang sedang mempunyai nafsu yang amat tinggi, golongan nafsu birahi sepertinya.

"Ahhhh, percuma aku mempertahankan wujudku ini," ujarku kecil namun sebuah benda tajam dan tipis aku tahan, gadis itu mengenggam benda kayaknya jarum jam yang merupakan senjatanya, satu arah pendek dan satu arah panjang.

"Aku benar-benar tidak boleh lengah ya sedikitpun?" tuturku mendorong benda itu dengan katalis yang aku gunakan, sebuah pedang pendek keluarga Catalysm.

Gadis itu berputar layaknya sedang berdansa waltz dan sekarang tangannya menyentuh bahu Twillight.

"Allysia, kau senang sekarang?"

Allysia tersenyum mengerikan disamping wajah Twillight dan hawa nafsunya semakin membesar saat Twillight berucap.

"Mochi mochi... Sesuai dugaan, Tuan Twillight yang hebat sangat membuatku bergairah."

Allysia berjalan menyentuh Twillight, berputar dan mengusap rambutnya dengan tangannya yang dibalut sarung tangan hitam layaknya madam yang berdansa dengan gaun hitam.

Katalis sihir miliknya, dua buah pedang yang berbentuk seperti dua jarum jam tangan dan pendek menyilang di antara punggungnya menyatakan bahwa dia adalah petarung hebat layaknya seorang dual sword master.

"Aku bingung, suasana ini sangat absurb."

Aku berjalan mengambil jarak memutari mereka, ruangan ini sebenernya sungguh menganggu diriku sebagai guru dari kedua siswa yang kekuatannya tidak bisa aku nilai sekarang.

"Penyihir yang bisa mengaktifkan Divine Place dan Pendekar yang mempunyai Celestial power yaitu Divine Arm, kekuatan sejati milik Presiden dari Metro Nua, kelas F benar-benar menarik rupanya," tambah diriku memperpanjang bilah pedang pendek menggunakan mana yang aku punya.

"Hahahaha..."

Kedua orang itu tertawa dan menatapku, aura kebencian tertabur dalam diri mereka dan entah mengapa keduanya saling terhubung satu sama lain dengan dua sumber tenaga yang berbeda.

Twillight berdiri dan mencabut pedangnya seraya butiran besi terkutuk itu menuntun dirinya berubah menjadi benda yang diinginkan oleh Twillight.

Allysia mundur beberapa langkah dan puluhan duri bunga terbang melayang sesaat dirinya merapalakan syair pendek yang menghasilkan benda itu.

"Rose bloosom!" Teriak duluan Allysia dan pertarungan tiga arah terjadi.

Ayunan pedang milik Twillight membabi buta dan anginnya menyayat-nyayat bunga yang tumbuh di cepat karena sihir Allysia.

Divine place miliknya adalah sebuah Tanah kosong, namun sejak sihir tadi dirapalkan, bunga mawar tumbuh begitu cepat dan menembakan peluru duri satu persatu persepuluh lalu bertambah lagi begitu cepat.

Ledakan yang aku timbulkan dengan sihir eksplosion andalanku membuat tumbuhan itu mencar kemana-mana, bahkan bunga yang buyar menghasilkan duri yang membuat tembakan beruntun menyerang diriku dan Twillight.

"Bloody Rose, BAM!" Allysia dengan katalis yang dia genggam sebuah tongkat kecil meledakan area di belakangku, dari ledakan itu sebuah duri yang sedang berputar layaknya bor bersiap untuk dilepaskan.

"Sialan!" ungkap diriku yang melihat duri itu melesat dan sebuah sihir yang terpikirkan oleh diriku adalah teknik pertahanan 360 derajat yang merupakan dasar dari sihir pertahanan.

Mantel zirah dari mana terlepas seketika saat peluru yang berputar begitu cepat mengincar diriku terus menerus.

"Hehehe..." Tawa kecil Allysia yang membuat aku sadar bahwa dirinya fokus menyerang aku saja.

Twilight terlihat sudah ada disisi dimana energi pertahanan berbentuk kubah yang aku buat begitu lemah dan pedangnya sudah membesar siap membelahnya.

"Direct assault Attack!" teriak Twillight dan Divine Arm miliknya membuat hembusan begitu kencang dan konsentrasi pedangnya begitu besar hingga duri yang melewati kubah jatuh satu persatu hingga akhirnya semua balik arah saat kibasan besar yang digunakan Twillight membuat gelombang angin dan kubah yang aku buat pecah.

"Eits, jangan lupakan aku, Pangeran tampan," seru Allysia yang sudah ada dihadapan Twillight dan lengan kanannya menepis pedang yang dia genggam dan sebuah pukulan mendatar keluar dari dirinya.

Twillight termundur jauh karena serangan itu, dan mata Allysia fokus kepada mataku sekarang.

"Sialan kau!"

Aku mundur beberapa langkah setelah tangan kananku menjadi korban dari serangan gila milik Allysia, duri tertusuk menembus tangan kananku setelah aku mencoba menghindari serangan yang dia tujukan kearah perut.

"Run!" serunya kecil dan menyeringai mengerikan sesaat lingkaran begitu banyak muncul di sampingnya dan dalam seketika duri tajam kembali di spam olehnya melesat kearah diriku.

Angin begitu besar muncul di tengah-tengah pertarungan, vortex kecil membesar saat seseorang mengumpulkan auranya dengan pedang besar yang dia genggam diacungkan ke langit.

Duri yang menyerangku berputar kedalam angin itu dan seperti membawanya keatas sebelum akhirnya hujan duri datang begitu banyak menyerang diriku, Allysia dan Twillight yang sudah melakukan antisipasi.

"Pendekar yang bisa menggunakan kekuatan sihir? Menarik, sangat menarik!" Teriak Allysia yang berlumur darah menerima beberapa tusuk duri yang mengarah kepada dirinya dan darah yang mengalir dalam tubuhnya berwarna hitam.

Divine power miliknya perlahan memudar dan kondisi tempat ini kedip-kedip seperti sudah tidak bisa menampung kami bertiga hingga akhirnya wanita itu terkujur lemah dan Divine powernya benar-benar hilang.

Twillight menghilangkan keberadaan kekuatannya dan bergegas mendatangani gadis yang merupakan anak baru yang masuk ke kelasnya bernama Allysia.

"Mari kita sudahi ini, Sensei. Tolong pikirkan baik-baik tentang permintaanku!" seru Twillight meninggalkan tempat itu dan menggendong sosok Allysia yang penuh darah namun bekas durinya menghilang begitu saja setelah kekuatannya tidak aktif.

"Yap, mari kita naik ke puncak dunia ini bersama, Twillight," balasku dan dia tersenyum sembari menatap mataku dan tangan kirinya yang bebas dia rentangkan dan dia mengucapkan sebuah rapalan.

"Semoga itu membantu, sensei," serunya setelah dia melapalkan sihir penyembuh kecil tanpa kata sedikitpun.

Darah yang aku terima menghilang oleh sihir kecil itu, konsentrasi hebat yang dia punya begitu menakjubkan.

"Twillight Illyar Hernandez, anak yang menyeramkan untukku," seru diriku dan tertawa lebar memikirkan akan seperti apa kelas ini dengan sosok gila seperti dirinya.