webnovel

Dijodohkan

Di depan Rumah megah dan besar bercet putih salju, terlihat sosok pria penuh beruban yang sedang sibuk memotong rumput, dan seorang pria paruh baya menyiram tanaman bunga yang sangat mahal.

Jenis bunga apapun ada.

"Paman Opa ... Aku berangkat, Opa ... Sudah, nanti lelah sudah usia seratus tahun itu harus istirahat, ayolah pria tampanku." Wanita berkemeja yang jasnya diletakkan di lengannya, dia berjalan sambil merapikan bajunya.

Wanita cantik berkulit putih dengan tinggi semampai.

"Makanya itu kamu cari suami, jangan yang matre, yang tulus gitu lo. Oh ya, Kanaya. Paman akan mengajakmu ke Bogor, jadi cepat selesaikan tugas kantor agar bisa cuti," jelas Opanya.

"Opa jangan mikirin aku kalau ada jodoh pasti bertemu kok, jika Opa tetap membahas soal wanita nanti kita malah berdebat."

"Naya, Oma sudah tua apa salah jika ingin melihat cucu pertamanya menikah, lihat Risya dari remaja sukanya bawa cowok, sebenarnya Opa selalu sesak jika dia bertingkah seperti itu, Hanif sukanya mabuk tapi sekarang pergi entah kemana. Semoga saja dia berubah menjadi orang baik, sedang Nisya sama, sama kamu, dia belajar terus, ya ... Opa minta ya sama kamu," ujar Opa, Kanaya mainan ponsel tapi dia menyimak ucapan pria renta itu.

"Opa, aku sayang sekali sama Opa, cari jodoh itu bukan hal mudah, plis deh ... Mending Opa cariin istri untuk Galih kasihan tuh Fariz, baby sister sudah berumur carikan yang muda, agar bisa di halalin juga sama Galih, kan Ponakanku yang butuh Ibu," ujar Kanaya meraih tangan Omanya dan segera berjalan melarikan diri dari teguran Omanya.

"Kanaya, jantung," bicara Opa dengan penuh tenaga Kanaya tidak memperdulikan karna tahu itu hanya ekting dari Opanya.

Kanaya berumur 31 tahun ini paling malas kalau membahas soal pria. Dia mengendarai mobil mewah pajero terbaru berwarna putih. Wanita keren ini sangat disiplin, tegas dan sangat bersih, sampai di kantor, para gadis berpakaian rapi berjejeran intuk memberikan map. Kanaya mengambil satu persatu, tanpa melirik salah satu skertarisnya.

"Hai Ria," panggilan Kanaya membuat semua merasa iri. Salah satu wanita melangkah. "Stop," suara Kanaya sangat menakutkan.

"Iya Pak," jawab Ria dengen suara bergemetar.

"Kurangi lipstikmu, dan kalian bukan seperti pekerja tapi malah seperti penggoda, rok kurang ke bawah, jaz kurang besar dan make up kurang tipis," tegurnya lalu berjalan masuk ke ruangan.

Di dalam ruangan ada gadis berpakaian biru, itu adalah seragam OB.

"Jeh ... Siapa namamu? Lain kali ... Kurang pagi, oke!" nada bicara Kanaya, gadis itu hanya mengangguk dan akan pergi. Kanaya melihat debu.

"Hai ..." Kanaya memanggil tapi sibuk dengan laporan di mapnya.

"Iya Nona."

"Lihat nih, masih kotor! Bisa kerja tidak sih, suasana bersih itu nyaman, yang bersih! Atau kamu ingin aku pecat, Ha! Heh ... Bikin nggak mood, pagi-pagi sudah membuat emosi," ujarnya lalu pergi dengan membanting map, map itu.

Gadis itu hanya merunduk dan menangis sambil terus memedang dadanya yang sakit. Dia mengambil satu-persatu kertas yang berserakan.

"Pastas saja tidak dapat jodoh galaknya MasyaAllah," gumamnya.

Kanaya berada di parkiran ponselnya berdering.

"Hai ... Kanaya kan?" panggil pria tampan Kanaya segera masuk ke dalam mobilnya karna tidak mendengarnya.

Wanita angkuh itu segera menginjak Gas mobil, namun rem mobil juga di injaknya.

"Heh ... Aku melupakan sesuatu, jika pulang dan bermain dengan Faris, Opa pasti mencari cara agar berhasil menjodohkanku. Lebih baik aku bayar orang saja untuk jadi pacar bohongan," pikirnya, dia kembali turun dari mobil.

"Naya ... Ih," keluh pria yang lalu menghampirinya.

"Aku lupa, siapa?" tanya Kanaya acuh dan fokus ke ponselnya.

"Bagaimana bisa kau mengingatku jika penglihatanmu fokus ke layar ponsel," tegurnya lalu menarik dagu Kanaya.

"Jangan pegang-pegang! Ups. Teguh, iyakan?" tanya Kanaya, mereka berjabat tangan.

"Mari makan, sibuk tidak?" tanya Teguh.

"Aku sih selalu sibuk," jawab Kanaya.

"Sesekali tiga puluh menit, yuk," ajak pria itu, Kanaya mengangguk dan mengunci mobil lalu berjalan dan masuk ke salah satu kafe di depan kantornya.

"Hih ... Sibuk muluk sih," tegur Teguh ke Kanaya yang fokus dengan ponselnya, semua perhatian Kanaya ke ponsel itu.

"Bagaimana lihat tuh tugasku," Kanaya melihatkan layar ponselnya. Teguh tertawa saat tau bukan tugas penting melainkan menyelesaikan game.

"Hehehe Ya ampun ...."

"Baiklah, kita boleh saja bertemu kapanpun, asal satu jangan membahas soal pria," tegur Kanaya sebelum masuk ke topik perbicangan.

"Naya. Naya, bagaimana bisa dulu kamu playgirl dan sekarang seperti muak pada pria,"

"Plis jangan bahas itu, tolong kisahkan saja cerita hidupmu," pinta Naya, Teguh tertawa kecil.

Dretttt

Dretttt

"Halo Risya,"

"Kak. Opa ...." teriak Risya, Kanaya terkejut dia berdiri.

"Sya kamu di mana? Aku pamit Guh," Kanaya bergegas dan berjalan cepat. Dia masuk kedalam mobil, menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Ya Allah ... Aku kira tadi Oma hanya pura-pura makanya aku abaikan, namun ternyata Oma serius, bagaimana jika Oma, hef ... Mending aku turuti apa maunya," dia terus bicara sendiri dengan penuh penyesalan.

"Sya kamu di mana? Aku pamit Guh," Kanaya bergegas dan berjalan cepat. Dia masuk kedalam mobil, menginjak gas dan melaju dengan kecepatan tinggi.

"Ya Allah ... Aku kira tadi Oma hanya pura-pura makanya aku abaikan, namun ternyata Oma serius, bagaimana jika Oma, hef ... Mending aku turuti apa maunya," dia terus bicara sendiri dengan penuh penyesalan.

Mobil berhenti di parkiran depan Rumah Sakit Ar Rahmah Jakarta pusat. Kanaya turun dari mobil. Dia segera berlari, langkahnya semakin cepat, melihat Risya meronta dan menangis tersedu-sedu.

"Hah ... Pasti ekting karena Galih dan Nisya tidak terlihat jelas, saja ini modusnya Opa dan paman," gumam Kanaya masuk dengan akting menangis.

"Opa ... Aku akan menuruti semua keinginan Opa, oke aku mau di jodohkan, dengan pria pilihan Opa, Opa ... Opa ..." Kanaya menangis sesenggukan di lengan keriput Opanya.

Opa dan Risya saling melirik, Kanaya mengangkat wajah dan memergoki Opanya yang mengode Adiknya.

"Aku tau ini hanya hoax, kalian pura-purakan? Sya, bohong karna butuh uang sungguh tidak layak, dan Opa karna masalah perkawinan. Baiklah Opa nikahkan saja aku, tapi jangan salahkan jika aku tetap acuh kepada suamiku," ucapan Kanaya membuat Omanya menangis.

"Hek hek heks, kamu malah berkata seperti itu, terserah kamu jika mau melajang jangan lagi bicara sama Opa," ujar Opanya menghapus air mata dan sangat kesal dengan Kanaya.

Kanaya duduk di sofa merasa lelah dengan penat saat membahas soal nikah.

"Kak, lagian pria itu pelindung, Kak ayolah pikirkan Kakak sendiri, kami sudah baik-baik saja, giliran Kakak hidup bahagia," sahut Risya ikut duduk dan merangkul Kakak pertamanya.

"Kak, selama ini setelah Mama dan Papa meninggal Kakak sibuk kantor, Kak Galih juga sibuk dan sekarang Nisya juga mulai kerja, jadi sekarang ayo pikirkan kehidupan Kakak. Hidup akan berwarna dengan adanya keluarga, apa lagi kalau Kakak melahirkan." Risya terus membujuk.

"Masalahnya aku tidak ada hati, masa menjalani pernikahan karena terpaksa, kan malah menyiksa, dengar remaja baru gede. Semua itu butuh proses, masa ujug-ujug nikah?" Kanaya menatap Adiknya penuh curiga.

"Kak, ih serem jangan memandangku. Aku beneran dukung," Risya risih dan takut akan tatapan tajam Kanaya. "Ih takut ah ...." Risya melarikan diri.

Di ruangan itu Kanaya mendekat ke Opanya, menarik kursi lalu duduk menggenggam erat tangan yang kendor dan keriput.

"Sudah cukup baktimu, Adik-adik mu sudah mulai dewasa, Risya walau begitu sudah tidak nakal lagi, sudah berhenti dugem walau kuliah belum lulus, dan Nisya juga sudah sibuk di kantor, kini tinggal kamu CEO merana," ucapan Opanya meledek.

"MasyaAllah, aku tidak merana ada Opa dan yang lain apalagi si kecil Fariz. Opa ... Aku rilex dengan kehidupanku, tapi jika Opa memintaku untuk menikah, baik aku akan berusaha cinta, tapi kalau tidak bisa cinta aku harus bagaimana? Bukankah aku akan menyakiti hatinya. Opa pasangan yang aku lihat sempurna yaitu Galih dan Almarhum istrinya, saling cinta dan bahagia. Aku sendiri tidak tau bagaimana cara menumbuhkan cinta sedang aku hanya memcintai Opa semata,"

"Gombal Nis," karena usia Opanya sering keliru memanggil nama.

"Naya Opa," sahutnya cepat.

"Mereka bisa saling bahagia dengan adanya landasan ilmu agama, Adikmu itu religi beda dengan kamu dan si kembar, dia merasa mudah karna tidak memberatkan masalahnya, dia rilex dan tawakkal dan ikhtiar, melakukan apa pun yang sudah dicontohkan bahkan mengambil sikap pun dia mencontoh sunnah Rosul, kamu saja solat masih di gabung-gabung, masa boleh seperti itu," protes sang Opa sambil memencet hidung mancung milik Kanaya, Kanaya hanya cenge-ngesan.

"Kamu sibuk kerja tapi lupa Allah lah yang sudah memberi segalanya dan seharusnya rasa syukur itu cukup dengan lakukan yang diwajibkan, menambah sunnah akan lebih sempurna, tapi Opa belum percaya sama kamu, jadi ... Yang terpenting adalah jangan tinggalkan solat lima waktu," tegur Opanya.

"Bagaimana ya Opa, takut tidak diterima sih karna tidak khusyuk," bantahnya.

"Sombong kali kau," tegur Opanya berlogat Batak dengan nada marah. "Diterima atau tidak yang penting solat, jangan sok. Jangan lagi membantah, Opa tidak suka, kamu mau Ayah dan Mamamu disiksa karena putrinya membangkang, kamu itu sama saja masa Galih, eh siapa itu lupa aku," Omanya berpikir.

"Risya Oma ...." jawab Kanaya.

"Oh iyo, Nisya, dengar Nis eh ... Naya

tetap harus solat, kalau kamu berprinsip seperti tadi setan akan tambah senang dan terus membujukmu agar kamu tidak melaksanakan solat, kalau kamu nunggu kamu bersih tanpa dosa itu namanya takabbur, dan kamu tidak tau panjang pendeknya umurmu, kamu mau is death dengan banyak dosa?" tanya Opanya, Naya tertunduk pasrah dan hanya meneguk ludah, dia menggelengkan kepala.

"Makanya solat, eh tapi kamu paling tidak hapal Doa qunut, tahyat akhir iya kan?" tanya Opanya serius wanita itu hanya memainkan bibirnya.

"Oma itu sudah jelas," jawabnya ringan.

"Heh ... Ya Allah ... Yang dibawa mati itu amal bukan harta, Opa pusing kali ini mikirin kamu dan Nis, eh Sya, kalian yang paling sulit di atur, kamu mau di jodohkan dengan pemuda benama Khairul Azam? Dia pemuda solih IngsyaAllah."