webnovel

Ice Cream yang Menggoda

Allice's POV

Flash Back

"Bagaimana rasanya? Apa kamu menyukainya? Ini adalah salah satu es krim terlezat yang ada di London." Antony tampaknya sedang berusaha untuk membuka pembicaraan di antara kami karena sejak kami berangkat ke restoran yang menjual es krim yang sedang aku makan ini, di dalam mobil kami lebih banyak diam.

Menjadi pendiam sesungguhnya bukanlah sifatku, aku selama ini terkenal dengan sikap cerewet dan juga suka ingin tahuku yang tinggi. Namun, entah mengapa saat berdekatan dengan Antony, aku merasa kehilangan diriku.

Berada dekat dengan di Tuan News Anchor ini membuatku menjadi gadis pendiam dan sok malu-malu. Pesonanya benar-benar membuatku kalang kabut. Membuat diriku tak mampu untuk menjadi diriku yang seperti biasanya.

Antony Brus tidak hanya memesona di layar televisi, tetapi juga menawan hati di dunia nyata. Tatapan mata ambernya ketika melirik ke arahku, membuat degupan tak menentu di jantungku. Degupan aneh yang sebelumnya tak pernah terjadi.

"Kenapa diam lagi? Kamu lagi banyak pikiran, ya? Dari tadi saya perhatikan kamu lebih banyak diam dan melamun." Antony Brus kembali mengeluarkan suaranya yang renyah dan membawa candu. Ah, suaranya begitu merdu. Aku yakin selain dia pandai membawakan berita, dia pasti juga bisa menyanyi dengan merdu.

"Maaf, saya hanya sedang sedikit berpikir." Aku yang tak tahu harus memberikan jawaban apa atas ucapannya sebelumnya hanya bisa mengeluarkan tanggapan bodoh itu.

Antony mengangkat sebelah alisnya, menatapku dengan tatapan aneh. Wajar dia memberikan tatapan aneh itu karena memang ucapanku barusan terdengar sangat aneh. "Sedikit memikirkan sesuatu? Apa yang sedang kamu pikirkan memangnya?" Dia kembali bertanya padaku yang membuatku langsung gelagapan. Aku mencoba untuk memaksa otakku agar bisa menyusun kebohongan baru.

"Em ... itu, kelinci saya di rumah." Aku menjawab asal. Aku benar-benar merutuki kebodohanku. Entah mengapa tiba-tiba aku terpikir tentang kelinci padahal aku tidak memiliki kelinci. Aku berdoa di dalam hati agar Antony tidak membahas lebih lanjut mengenai kelinci itu. Aku sesungguhnya tidak pernah tahu mengenai dunia perkelincian dan hewan peliharaan karena aku tidak pernah memelihara hewan.

"Oh, jadi kamu suka kelinci?" Doaku tampaknya tak terkabul karena beberapa saat setelah itu, Antony tiba-tiba saja kembali membahas mengenai kelinci yang tak pernah aku miliki.

Aku tersenyum kikuk padanya. "Em ... tidak terlalu." Aku menjawab sekenanya.

"Tidak terlalu menyukainya, tapi memeliharanya? Sudah berapa lama kamu memelihara kelinci?" Antony masih terus bertanya mengenai kelinci fiktif yang tak pernah aku miliki. Es krim contong miliknya sudah mulai terlihat mencair. Dia pun buru-buru menjilat bagian es krim yang mencair itu, tidak membiarkan es krim yang mencair menetes ke tangannya.

Aku yang memesan es krim dalam cup karena selama ini saat aku memakan es krim contong selalu saja belepotan baru memakan beberapa suap saja dari es krim yang aku pesan padahal biasanya aku sangatlah lahap dalam memakan es krim. Hanya saja kali itu rasanya selera ketertarikanku pada es krim benar-benar merosot karena rasa gugup yang aku rasakan.

"Saya hanya iseng memeliharanya. Saya juga tidak terlalu lama memeliharanya." Aku memberikan jawaban terbodoh menurutku. Aku hanya bisa berdoa dalam hati agar Antony tidak mencurigai kebohonganku. Jika dia sampai tahu aku tengah berbohong mau ditaruh di mana wajahku ini.

Pria berlensa mata amber itu terkikik pelan mendengar jawaban yang aku lontarkan. Aku menatapnya dengan bingung, ingin kubertanya alasan tawa kecilnya itu, namun bibirku rasanya terkunci, tak mampu untuk berkata-kata. Tak mampu untuk bereaksi atas reaksi yang dia tunjukkan.

"Kamu ini ada-ada saja, iseng? Biasanya orang memelihara hewan itu karena suka dan sayang dengan hewan yang dipeliharanya, tapi kamu aneh sekali memelihara hewan karena iseng. Apa kamu saking tidak ada kegiatannya sampai menyibukkan diri dengan memelihara kelinci?" Setelah Antony menghentikan tawanya, dia kembali berbicara padaku. Ucapannya semakin saja membuatku bingung.

Ternyata benar kata orang bahwa sekali berbohong pasti akan menyebabkan kebohongan lainnya. Itu terbukti pada pengalamanku kali ini. Satu kebohonganku membawaku pada kebohongan-kebohongan yang lain. Hal itu membuatku khawatir. Aku takut jika sampai Antony menyadari bahwa sedari tadi aku membohongi dirinya.

"Apa kamu bawa kelinci kamu ke sini?" Antony kembali bertanya masalah kelinciku yang sebenarnya tak pernah ada. Pertanyaannya membuat kepalaku sakit karena aku harus terus menyusun kebohongan.

"Tidak. Ada di rumah, dirawat oleh sepupu saya." Aku telah menjebak diriku dalam kebohongan, jadi mau tidak mau aku harus melanjutkan kebohongan ini. Aku tidak mungkin menarik kebohonganku di depan Antony karena bisa-bisa dia menganggapku sebagai pembohong dan manusia aneh.

"Ah, begitu rupanya. Saya kira kamu bawa dia ke sini. Keputusanmu untuk menitipkan kelinci itu ke sepupu kamu itu adalah keputusan yang tepat karena jika kelinci itu kamu bawa ke sini pasti kasihan sekali. Kelinci itu pasti akan kurang perhatian darimu karena aku yakin pekerjaan magangmu ini akan menyita banyak sekali waktumu." Antony masih terus saja membicarakan masalah kelinci yang tidak pernah ada itu. Aku hanya bisa tersenyum kikuk. Bingung harus menanggapi ucapannya itu dengan kata-kata seperti apa.

"Es krim kamu sudah mulai meleleh, cepat makan, es krim saya saja sudah hampir habis." Mata amber Antony melirik pada cup es krimku yang masih berisi setengah porsi es krim. Setelah mendengar apa yang dia katakan, aku pun mulai kembali memakan es krim milikku. Ucapannya memang benar, es krim dalam cup milikku itu mulai mencair.

"Saya tidak menyangka es krim kesukaan kamu sama seperti es krim kesukaan saya. Rasa cokelat dan pistacio." Setelah Antony menghabiskan es krim contong miliknya, dia kembali berkomentar. Malam itu, memang kebetulan rasa es krim yang aku pesan dan es krim yang dia pesan sama. Aku juga tidak menyangka bahwa selera rasa es krimnya sama dengan selera rasa es krim kesukaanku.

"Ini memang rasa es krim yang paling enak sepertinya." Aku hanya bisa menjawab ucapannya itu sekenanya saja. Kini aku bisa bernafas sedikit lega karena dia tidak lagi membicarakan mengenai kelinci yang tak pernah aku miliki. Setidaknya kini dia membicarakan tentang masalah es krim.

"Sebenarnya masalah magang apa yang ingin Anda bicarakan pada saya?" Aku yang telah menghabiskan isi es krim dalam cup milikku pun kini memancing Antony untuk memberitahuku mengenai hal-hal yang berhubungan dengan magangku dan Nesi yang akan mulai berlangsung esok hari. Bagaimanapun juga alasanku menerima ajakannya makan es krim malam itu adalah karena dia mengatakan akan membicarakan hal penting mengenai magangku yang akan dimulai besok pagi.

Meski sebenarnya aku sungguh merasa senang karena bisa berduaan seperti itu dengan seorang Antony Brus dan aku yakin hampir seluruh perempuan di negeriku ini akan merasa beruntung jika diajak makan es krim oleh dirinya. Namun, rasa gugup dan degupan jantung tak karuan yang aku rasakan sungguh merusak suasana di antara kami.