webnovel

Rahasia Gudang Sekolah

Perempuan dengan rambut hitam legam mengalihkan semua pandangan siswa – siswi yang berbaris rapi di tengah lapangan khusus upacara. Dia mulai naik ke atas mimbar dengan gaya angkuhnya dan meraih gagang mik. Terlihat tangan yang putih dan kurus dengan jari – jari yang panjang dari arahku yang sedang berdiri sebagai pemimpin upacara hari ini.

Matanya menatap sebentar ke arahku, lalu menatap ke arah siswa – siswi yang sedang menunggunya berbicara. Bibirnya mulai membuka untuk memulai pembicaraan, tiba-tiba dari arah kanan ada keributan yang membuatnya tidak jadi berbicara. Seorang siswi mulai berlari ke arah perempuan itu dengan histeris.

Aku mulai melangkahkan kaki melindungi perempuan itu dari serangan tidak terduga itu bersama guru – guru lain yang berada di depan. Wajah siswi itu merah seperti udang rebus dengan mata melotot yang mengerikan. Setelah beberapa menit aku memegangi  siswi itu, ia pingsan dengan kulitnya yang memucat. Para petugas PMR segera mengambil tandu dan membawa siswi itu ke dalam ruang UKS untuk dirawat.

Kepala sekolah memintaku membubarkan barisan karena kejadian itu. Perempuan itu juga turun dari mimbar dan berjalan santai menuju tempat awalnya berdiri. Aku pun membubarkan acara upacara sesuai perintah kepala sekolah. Siswa dan siswi mulai berhamburan dan ribut membicarakan kejadian yang tengah terjadi beberapa menit itu.

Tiba – tiba langit mendung dan mecurahkan air ke tanah lapang yang tadinya gersang akibat panas. Cuaca yang kadang berubah – rubah menimbulkan banyaknya kursi kosong akibat pemiliknya yang sakit dan tidak bisa bersekolah. Aku segera meletakkan selempang bertulis pemimpin upacara itu kedalam kotak khusus bersama dengan teman – teman yang bertugas hari ini di ruang peralatan.

" Eh eh, tadi kenapa sih tuh cewek? " Tanya Bandi yang hari ini bertugas sebagai pembaca do'a.

" Mana gue tau, Tanya Alfi aja." Kata Tia yang sedari tadi memperbaiki kerudungnya.

Aku yang berada di depan pintu menunggu hujan reda sedikit agar bisa ke kelas segera membalikkan badan ketika Kevin memukul bahuku dengan sedikit kencang. Ketika itu juga, perempuan berambut hitam legam itu berjalan ke arah ku dengan membawa payung yang juga berwarna hitam. Aura menakutkan terpancar dari cara dia menatapku, Kevin terpaku melihat perempuan itu.

" Permisi... Saya sedang mencari Alfi Triwardana."

Kevin mendorongku ke arah perempuan itu, aku terpaksa harus menghadapinya.  Aku menoleh sebentar ke arah Kevin dan melotot, terlihat di dalam ruangan juga terdapat orang – orang yang kepo dengan kedatangan perempuan itu untuk mencariku. Aku pasrah saja dan mulai mengobrol dengan perempuan itu.

" Ada apa mencariku?" Tanyaku bersikap biasa – biasa saja.

" Temani saya pergi ke ruang kepala sekolah."

" Alfi itu lagi sibuk, dia harus ke kelas. Denganku saja?" Kevin tiba – tiba menyerobot masuk dalam obrolan kami.

Terlihat perempuan itu tidak senang saat menatap Kevin, tetapi Kevin tidak tau karena yang ada dipikirannya sekarang mungkin adalah cara mendapatkan hati perempuan. Kevin memang terkenal dengan sebutan playboy di kalangan siswi – siswi di sekolah, tidak terhitung sudah berapa perempuan yang jadi mantannya.

" Baiklah, kamu boleh ikut."

" Yeeessss."

Aku langsung mengikuti arah perempuan itu berjalan dengan Kevin yang kegirangan di sampingku. Kami berjalan dengan langkah lambat karena harus menghindari hujan dengan payung yang sedikit besar. Tercium bau harum dari seragam yang ia pakai. Rambutnya benar – benar panjang dan sangat hitam kalau dilihat dari dekat. Kami hanya diam selama perjalanan ke ruang kepala sekolah.

" Nama saya Lily, saya sedang menjalankan sebuah pertukaran pelajar."

" Nama gue Kevin anak kelas 12 IPA, satu kelas sama ni anak." Kata Kevin memperkenalkan diri menggandeng bahuku.

" Terima kasih sudah menyelamatkan saya dari serangan makhluk jelek itu."

Aku bertanya – tanya dengan makhluk jelek yang sedang dibicarakannya, aku hanya terdiam menatapnya bingung.

" Maksud kamu?"

" Saya bisa melihat hal – hal yang tidak bisa kamu lihat."

Perempuan itu tersenyum hambar namun manis dilihat.

Bulu kudukku entah kenapa jadi berdiri dan kebetulan angin mulai sepoi – sepoi dari arah samping tubuhku. Aku menghilangkan pikiran negatif dan mulai memikirkan hal – hal bahagia.

Perempuan itu kali ini berdiam dan mulai melipat payungnya untuk memasuki ruang aula. Sekolah ini cukup besar dan luas sehingga memerlukan waktu yang lama untuk menuju ke suatu tempat. Ruang kepala sekolah berada di lantai atas karena kepala sekolah menyukai tempat tinggi dan bisa melihat aktivitas anak didiknya dengan leluasa di jendela ruangannya.

" Kalian tunggu saja di sini, aku akan masuk sendiri ke ruang kepala sekolah."

" Loh, katanya minta ditemenin." Kevin berusaha ikut dengan perempuan itu.

" Udahlah Vin, orang dianya mau sendirian. Ayoklah kita ke kelas aja." Ajakku yang sudah tidak tahan dengan kelakuan Kevin yang membuat perempuan itu tidak nyaman sejak tadi.

Perempuan itu melanjutkan perjalanannya menaiki lantai atas tanpa menghiraukan Kevin yang mengumpat tidak jelas karena aku melarangnya mengikuti untuk naik. Aura menakutkan itu tidak hilang sedari tadi, membuatku ingin cepat – cepat meninggalkan ruangan ini karena hawa lembab dan agak gelap akibat hujan yang lebat. Aku dan Kevin pun duduk di tangga sambil mengobrol menunggu Lily.

" Eh fi, lo pernah denger nggak cerita ruangan yang disana." Kevin menunjuk sebuah gudang kosong yang sudah lama terkunci di pojokan.

" Nggak tau, gak peduli gue."

" Katanya disana banyak hantu, nggak pernah dibuka karena banyak memakan korban."

" Terus, lo udah coba masuk."

" Ya nggak bisalah, kan di kunci. Bodoh banget lo."

" Ya udah nggak usah percaya sama cerita – cerita nggak pasti dong."

" Tapi gue tertarik banget sama tuh cewek, dia bisa lihat yang begituan kan."

" Terus kenapa?" tanyaku penasaran

"BRAAAAKKK"

Tiba – tiba ada seseorang yang terjatuh dari arah aula dengan beberapa berkas dan kertas kosong yang berhamburan di sekitarnya. Kevin langsung berdiri menghampiri perempuan yang sedang memungut kertas – kertas. Aku pun mau tidak mau harus membantu karena perempuan itu melihatku.

Kami pun membantu perempuan itu, aku mengikuti mereka sambil membawakan beberapa kertas dari belakang karena Kevin sedang merayu anak itu dengan dalih membawakan berkas – berkas yang dibawa perempuan itu tadi. Tidak habis pikir kenapa ia bisa jatuh cinta dan tertarik dengan lawan jenis dengan sangat cepat. Aku saja tidak pernah dekat dengan perempuan.

Di saat dekat dengan ruang gudang, aku teringat obrolan dengan Kevin yang tidak lama tadi sempat membuatku merinding. Aku pun langsung mencegah Kevin dan membisikkan pertanyaan kepadanya tentang gudang itu. Kevin malah menjawab santai bahwa tidak akan terjadi apa – apa dan lanjut mengobrol dengan perempuan itu dengan asik. Perempuan itu membuka pintu gudang dengan santai, lalu mempersilahkan kami masuk.

" Ayo masuk."

" Ini ditaruh dimana?" Tanya Kevin dengan semangat.

" Taruh saja di lemari."

"BLAARRRRR"

Petir menyambar dari langit dan membuat gelap seisi ruangan gedung. Aku merogoh saku kantong untuk mendapatkan handphone milikku. Tiba – tiba saja suasana menjadi dingin dan hening, bau amis menyengat membuat hidungku sakit. Aku mulai mencari keberadaan Kevin sambil memanggil – manggil namanya. Tidak ada sahutan, hanya suara hujan dan gemuruh yang nyaring terdengar.

" KEVIN, LO MASIH DI SINI KAN."

" Ngapain sih lo teriak – teriak, gue lagi nggak bisa gerak ini."

" Dari tadi gue panggil – panggil nggak nyahut aja lo." Sambil menghadapkan senter Hpku ke wajah Kevin yang menyebalkan.

" Jangan – jangan lo takut ya."

" Becanda aja lo, cepetan keluar."

" Tangan gue penuh, lo coba bukain lemari. Gue nggak bisa liat apa – apa ini."

Aku pun membuka lemari, tetapi bau menyengat itu makin menusuk penciumanku. Dengan jantung yang berdebar, aku membuka pintu lemari itu dengan hati – hati. Senter HP mulai menerangi isi lemari, angin mulai memasuki ruangan karena salah satu jendela terbuka. Aku merasa tidak nyaman dengan perasaan yang bercampur aduk ini.

" KRIIIEEET..." pintu lemari terbuka dan mata kami langsung melotot melihat perempuan tadi berdiri di lemari dengan lengan yang tersilang di depan dada dengan pakaian bersimbah darah dan melotot ke arah kami.

" HIHIIHHIHIHIHIHIHIHIHIHI..... AKHIRNYA KETEMU."

Aku dan Kevin langsung kocar – kacir menuju pintu, tidak tau menabrak benda yang ada di sekitar, ruangan itu menjadi semakin luas karena aku tak kunjung menemukan pintu untuk keluar. Beberapa menit aku berlari, akhirnya aku menemukan pintu keluar itu. namun, perempuan itu telah menangkap dan mencekik leher Kevin di depanku. Aku pun tidak tau harus melakukan apa – apa. Kevin mulai meronta – ronta dan makhluk itu melemparnya.

Aku meneguk air liur melihat kejadian itu, rasa takut menggerogoti tubuhku yang nyaris tidak dapat bergerak. Namun, makhluk itu tidak menyentuhku sedikit pun, ia hanya menyakiti Kevin yang saat ini tidak bergerak di bawah meja akibat lemparan keras. Dengan tangan gemetar, aku memberanikan diri mengambil kursi yang ada di dekatku untuk memukul makhluk itu. Aku menarik napas panjang saat itu, aku mulai mendekati makhluk yang mulai beraksi menyakiti Kevin lagi. Namun, cahaya terang menyilaukan mataku ketika pintu terbuka.

" Berhentilah, dia bukan orangnya!."

Aku pun menengok ke belakang dan menemukan Lily yang sedang berdiri di depan pintu gudang. Aku menatap Lily ketika makhluk itu menghampirinya, tidak selang berapa lama makhluk itu menangis dengan nyaring yang memekakkan telinga. Seluruh kegelapan menjadi terang kekuningan, aku menatap seisi gudang dengan aneh. Beberapa orang laki – laki dan satu perempuan berkumpul di pojok ruangan.

Aku melihat kekerasan yang dilakukan siswa laki – laki itu kepada seorang perempuan. Mereka mulai melakukan hal yang tidak pantas untuk dilakukan. Mereka mebuka baju masing – masing dan merobek pakaian perempuan itu. Tiba – tiba seperti sebuah slide, kejadian itu beralih ke kejadian dimana perempuan itu meninggal dan di letakkan di lemari dan dikunci oleh seorang siswa.

Tampak wajah tak berdosa dari mereka menembus tubuhku saat ingin keluar gudang. Aku berpikir, inikah kejadian yang terjadi terhadap perempuan itu. Kemudian Lily menepuk pundakku dan menyuruhku untuk membawa Kevin yang tergeletak tidak sadar itu ke rumah sakit.

" Saya adalah adik dari perempuan itu, saya datang kesini hanya untuk menjemputnya  untuk membuatnya tenang. Orang – orang yang sudah membuatnya seperti itu sudah binasa di tangan saya sendiri. Ingatkan kepada teman – temanmu untuk tidak menyakiti perempuan. Akan selalu ada balasan untuk perbuatan yang keji dan tidak bermoral bagi siapapun yang melakukannya."

Kemudian Lily dan makhluk itu menghilang setelah payung hitam itu dibukanya. Bapak kepala sekolah pun membantuku membawa Kevin dan mau menyerahkan diri ke kantor polisi karena telah menyembunyikan kasus besar yang menewaskan seorang siswi. Dirinya juga menyebutkan nama – nama dari pelaku yang terdiri dari siswa – siswa yang memiliki status keluarga terpandang dan ternama.

Para polisi pun segera menggeledah gudang dan menemukan mayat perempuan yang sudah menjadi tengkorak dan langsung menguburkannya di pemakaman. Saat ini Kevin masih trauma dengan kejadian itu, dan aku tidak akan pernah lupa dengan pesan Lily yang sangat bermakna.

Sekarang aku percaya dengan apa yang tidak bisa aku lihat.