webnovel

Queen Candy

Atharazka Xeno Arisadi, seorang lelaki tengil dan pecicilan itu seperti tidak punya ketakutan atas apapun, kecuali satu hal: menyatakan perasaannya pada Queen Candy Titania. Semula Azka berpikir, hubungan pertemanannya dengan Candy adalah zona paling nyaman bagi mereka berdua. Namun, pada akhirnya, Azka menyadari, zona nyaman tidak selamanya aman. Adalah Devano Walker Orizon, seorang pujangga sejuta pesona yang berhasil meluluhkan hati Candy, sekaligus merebut Candy dari genggaman Azka. Apakah Azka akan melepaskan Candy begitu saja? Atau mungkinkah Azka mengungkapkan perasaannya selama ini ia simpan rapat-rapat? Sebuah cerita klasik bertajuk roman picisan yang berjudul Queen Candy akan mengajak kamu menyelami kisah pelik cinta segitiga yang diselimuti rona merah jambu di putih abu-abu.

MerahJambu_00 · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
296 Chs

Panggilan dari Rangga

Hujan menjadi penutup sore itu. Azka mengiringi Candy pulang hingga basah-basahan.

"Ngeyel sih lu, diajakin berhenti dulu eh malah ngotot mau lanjut," gerutu Azka ketika tiba di rumah Candy.

"Nanggung Azka! Lagian udah malam juga. Hujan kayak gini juga nggak bakal reda sampai pagi," balas Candy sembari mengibas-ngibas air hujan yang membasahi rambutnya.

"Serah lo, deh. Gua balik dulu. Dahh!" Azka bersiap untuk mengendarai motornya kembali. Namun seiring dengan itu, Gita keluar rumah dan menghampiri muda-mudi itu.

"Bunda pikir siapa ya yang berani bawa kabur anak bunda dari sekolahan, eh, ternyata kamu, Azka," celutuk Gita.

"Candy-nya yang ngotot minta Azka culik, Bun," balas Azka.

"Eh, sembarangan," dengus Candy.

Gita hanya tersenyum. "Azka, yuk masuk dulu!" ajak Gita.

"Azka langsung pulang aja, Bun. Hujan, lagian udah malam juga." Azka menolak sopan.

"Justru karena hujan, makanya masuk dulu. Ntar biar Bunda yang nelpon ke mama kamu, bilang kamu lagi di sini," ucap Gita.

Azka pun tak lagi dapat menolak. Mereka semua masuk ke dalam rumah itu.

"Om belum pulang ya, Bun?" tanya Azka.

"Tahu sendiri kan om kamu itu pulangnya selalu malam, Ka. Kalau nggak jam dua belas, ya jam satu malam," jawab Gita. Gugun, suaminya itu memang memiliki usaha sturbuck yang dikelolanya sendiri dari nol.

"Papa juga gitu kok, Bun. Pulangnya selalu malam," balas Azka yang turut meresahkan ayahnya yang sibuk mengurus bisnis property.

Gita melirik Candy yang tampak memasuki kamar untuk berganti pakaian, lantas ia kembali mengalihkan pandangan pada Azka. "Kenapa lagi si Candy, Ka?" tanya Gita.

"Nggak kenapa-napa kok, Bun," sahut Azka.

Gita mengibaskan tangannya. "Udah, nggak usah ditutup-tutupin dari Bunda. Kalau Candy pulang sekolah nggak langsung ke rumah, trus ujung-ujungnya diantar pulang sama kamu, pasti ada sesuatu," ujar Gita. Kendati Candy selalu menutupi setiap kesedihannya dari sang ibunda, sebagai seorang ibu, naluri Gita tidak akan pernah bisa dibohongi.

Melihat Azka hanya diam, Gita pun tampak menghela napas. "Kamu tahu kan, Ka, Azka adalah anak Bunda satu-satunya. Kami butuh penantian enam tahun lebih hingga akhirnya Tuhan menghadirkan Candy dalam rahim Bunda. Itu sebabnya Bunda lebih overprotektif sama Candy. Tap Bunda juga tahu, sebagai seorang remaja, Candy pasti punya privasi yang nggak ingin Bunda tahu," tutur Gita, lantas ia menatap Azka dalam-dalam. "Bunda percayakan Candy ke kamu ya, Ka."

Azka terenyuh mendengar hal itu. Dari kecil, Gita memang selalu percaya pada Azka. Bagi Gita, Azka adalah teman terdekat Candy yang ia percaya sebagai seseorang yang akan melindungi Candy selain Gita dan Gugun sebagai orang tua. Dan, dari kecil jua, Azka tidak pernah terbebani oleh kepercayaan Gita. Azka tersenyum pada Gita sambil berkata, "Bunda tenang aja, Azka nggak akan segan-segan ngejewer telinganya si Candy kalau dia aneh-aneh."

Mereka berdua pun tertawa bersama.

Seiring dengan itu, Candy yang telah berganti pakaian pun keluar dari kamar. "Lagi pada ngegosipin Candy, ya?" ujarnya sembari duduk di sebelah Azka.

"GR amat lo!" dengus Azka.

"Pokoknya Bunda jangan nanya-nanya soal Candy ke Azka ya, Bun, soalnya Azka itu tukang ngarang. Dia pasti cerita yang aneh-aneh," sungut Candy.

"Eh, jangan samain gua sama elo ya!" sergah Azka.

Gita kembali tersenyum melihat tingkah dua remaja itu. "Kalian berdua dari kecil berantem terus, nggak capek apa?"

"Dia tuh nyebelin!" dengus Candy.

"Sudah, sudah," lerai Gita. "Oh ya, Ka, kamu tiduran aja dulu. Ntar kalau hujannya udah reda akan bunda bangunin," lanjut Gita.

"Ok, bun," sahut Azka sembari merebahkan punggungnya di sofa itu.

***

'Kriiiingg… Kriiinggg…'

Terdengar suara ringtone handphone yang berdering sedari tadi. Candy keluar dari kamarnya sembari melirik jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh malam. "Bun, itu hp kok nggak diangkat-angkat sih!" seru Candy.

"Bukan hp Bunda, Can!" sahut Gita yang sedang menyetrika pakaian.

Candy pun mengalihkan pandangan pada Azka yang masih tidur di sofa. "Pasti hapenya Azka," batin Candy sembari meraih tas punggung Azka yang ditaruhnya di bawah sofa.

"Dasar kebo! Hp bunyi dari tadi nggak bangun-bangun juga," dumelnya sembari merogoh saku tas punggung Azka tersebut.

Semula Candy mengira panggilan itu dari orang tuanya Azka, namun ternyata salah, panggilan masuk itu ternyata dari Rangga. Setelah menimang-nimang benda pipih yang berdering itu selama beberapa detik, Candy pun menekan tombol connecting.

"Lo dimana, Ka? Anak-anak udah nggak sabaran nih, mau have fun barenga-bareng. Gua juga udah siapin barang baru yang wajib banget buat lo coba," ujar Rangga tanpa basa-basi terlebih dahulu.

Candy mengernyitkan dahi, ketika hendak bersuara, panggilan itu justru terputus secara tiba-tiba. "Barang apaan, sih? Mencurigakan banget," batin Candy.

Merasakan ada seseorang di dekatnya, Azka pun terbangun dan langsung terperanjak begitu melihat ponselnya sedang berada dalam genggaman Candy. "Eh, lo ngapain megang-megang handphone gua?" Azka langsung merebut ponselnya kembali.

Candy menelan ludah. "Hp lo bunyi dari tadi!" semprotnya.

Azka pun bergegas mencek log panggilan, ternyata ada sekian panggilan tidak terjawab dari Rangga. Barulah ia teringat bahwa ia memang ada janji dengan teman-temannya malam itu. Azka langsung bangkit berdiri dan meraih tas punggungnya. "Bunda, Azka balik dulu ya, Bun!" serunya pada Gita.

"Iya, hati-hati ya Azka. Makasih udah nganterin Candy pulang tadi!" sahut Gita.

"Ya, sama-sama, Bun," balas Azka sembari melangkah menuju pintu.

Candy mengejar langkah Azka. "Lo mau kemana?" tanya.

"Mau pulanglah, mau kemana lagi," balas Azka.

"Bohong!" tandas Candy. "Lo pasti mau balik ke basecamp itu, kan? Lo pasti mau ketemu Rangga and the geng itu, kan?" tuding gadis itu.

"Trus hubungannya sama lo apa, hah?" Azka mendelik.

"Pokoknya gua nggak bakal ngizinin lo ke sana!" tegas Candy.

"Lha! Emang lo siapa ngatur-ngatur gua," sergah Azka.

"Pokoknya kalau lo balik ke basecamp itu, gua ikut," cetus Candy.

Azka langsung geleng-geleng kepala. "Aneh banget. Nggak jelas!" dengusnya sembari lanjut mengenakan helm.

Candy menahan tangan Azka. "Azka!" bentaknya. "Gua dengar sendiri tadi Rangga ngomong soal barang baru. Pasti barang-barang yang nggak bener kan?"

Azka melongo. "Sok tahu banget sih lo!" semprot Azka.

"Gua jelas tahu karena gua dengar sendiri. Dari awal gua juga udah cur-"

"Barang baru yang dimaksud Rangga itu cuman stik drum, Can! Jangan negative thinking mulu!" potong Azka.

Candy mengerutkan dahi. Benarkah demikian? Tiba-tiba…

'Kriiing… Kring…'

Ponsel Azka berdering lagi. Kali ini panggilan masuk dari Ari, papanya Azka. Dengan kening berkerut, Candy pun mengangkat panggilan itu, benaknya masih sibuk menduga-duga.