webnovel

1. RAHASIA KALUNG YANG TERSIMPAN

Bagi kebanyakan remaja, cinta sudah tak asing lagi di mata mereka. Namun bagi seorang pemuda yang pemalu, cinta seolah telah menjauh dan menjadi momok dalam hidupnya.

Entah kenapa, bagiku seorang gadis sangat membuatku merasa ciut hati, terlebih lagi jika ia seorang gadis yang menurutku cantik dan manis.

Dalam keseharianku, aku hanya bergaul dengan beberapa gadis saja di kampungku, itu pun kebanyakan karena mereka ada hubungan kekerabatan denganku. Selebihnya teman lelaki semua. Mungkin karena aku lebih sering bergaul dengan teman laki-laki sehingga kebiasaan itu membuatku merasa canggung dengan perempuan.

Entah sudah berapa kali aku mencoba untuk dekat dengan seorang perempuan, akan tetapi tak juga berhasil sampai saat ini. Bagaimana tidak, untuk menatap matanya saja aku tak sanggup, apalagi berdekatan. Jantungku seolah mau copot. Aku sendiri tak tahu kenapa ini bisa terjadi. Mungkin memang sudah menjadi takdirku untuk tidak memiliki kekasih layaknya lelaki seusiaku.

Pernah sekali aku mencoba berdekatan dengan seorang gadis di kampus, tapi kemudian aku mengurungkan niat karena belum apa-apa saja omonganku sudah ngelantur sana-sini, bagaimana jika dilanjutkan? Pasti akan sangat canggung nantinya.

Suatu hari ada salah satu temanku yang menyarankan untuk membeli sepasang kalung. Aku sendiri kurang tahu untuk apa, akan tetapi aku tetap membelinya. Entah kenapa semenjak aku memiliki sepasang kalung itu, muncul sebuah dorongan dari dalam diriku untuk mencari pemilik belahan kalung yang satunya lagi. Mulai saat itulah keberanian ku mulai muncul sedikit demi sedikit.

Setiap kali aku berada didekat orang yang spesial di mataku, Ada dorongan untuk mengenalnya lebih jauh dan memberikan belahan kalungku yang masih kusimpan, akan tetapi ketika aku sudah merasa dekat dengannya ternyata semua itu hanya dianggap sebagai sebuah gurauan biasa. Aku terheran-heran sendiri kenapa tiba-tiba memiliki keberanian sebesar ini hingga suatu saat aku menemukan seorang gadis yang benar-benar sesuai denganku. Sebelumnya dia hanyalah gadis biasa di mataku, namun seiring berjalannya waktu ada rasa tertarik di dalam hatiku sedikit demi sedikit yang lama laun hatiku mengagungkannya. Aku tak tahu apakah dia punya perasaan yang sama denganku, yang pasti kali ini aku benar-benar punya keberanian untuk menarik simpatinya.

Ada saat dimana aku malu dibuatnya dan itu sulit untuk dilupakan. Saat itu aku benar-benar kehabisan akal untuk menghadapi suasana genting yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga olehku.

Siang itu aku tengah makan siang di sebuah Rumah Makan bersamanya, saat itu hatiku benar-benar yakin dan mantap untuk menyatakan cintaku padanya. Sebenarnya saat itu aku benar-benar kacau, dan badanku terasa panas dingin ketika ingin mengatakannya.

Kulihat kembali kalung yang kusimpan di saku bajuku, itu membuatku merasa sedikit rileks dan tenang.

"Emm, Nis, coba kamu merem deh," pintaku padanya.

"Kenapa? Mau Apa?"

"Aku mau kasih sesuatu yang spesial."

"Oh, tapi jangan lama-lama lho!"

Setelah memejamkan matanya, perlahan ku ambil kalung berbentuk hati yang berlubang di sudut atas dan bawahnya. Sesaat sebelum kuberikan pada Nisa, kubentangkan kalung itu dan memandang wajah Nisa. Aku berharap Nisa mau menerima kalung ini dan menerimaku sebagai kekasih hatinya.

Ketika Aku ingin menyerahkan kalung itu pada Nisa, tiba-tiba saja dari belakangku datang Chalifah mengagetkanku.

"Hey," pekik Chalifah begitu datang memegang bahu Nisa.

"Lagi ngapain sih kak pakai merem-merem segala," lanjutnya lagi.

Spontan saja aku langsung mengantongi kembali kalung yang tadinya ada di tanganku dan Nisa pun langsung membuka matanya karena kaget.

"Cholifah ngagetin aja sih!" balas Nisa sedikit kesal.

"Oops Sorry, abisnya tadi aku liat kamu merem-merem gitu, kirain tidur, haha."

"Iih ganggu aja."

"Yeee maaf deh maaf, emang mau ngapain sih?"

"Eh tadi tuh Arman mau kasih sesuatu yang spesial buat Aku."

"Hah, yang bener man?" tanya Cholifah tak percaya.

"Huh, bener-bener kacau balau kalau kayak gini situasinya. nggak mungkin nih buat ngasih kalungnya sekarang. Huh, apes sih," gumam Arman dalam hati.

"Ii— iya," jawabku gugup.

"Apaan?" Cholifah semakin penasaran.

"Emm… itu…." Aku masih merasa kikuk.

Arman melihat sekitar meja sambil berpikir bahwa ada segelas orange jus di depannya, dia langsung mengambilnya dan memberikan nya pada Nisa. "Ini, Aku mau kasih minuman spesial ini buat Nisa," kataku sambil tersenyum.

Awalnya Nisa kebingungan melihat tingkah Arman yang konyol, tapi dia mencoba untuk menghiraukannya dan membalas senyumanku. Akan tetapi raut wajah Nisa kembali berubah saat Cholifah menyangkal ucapanku seolah meremehkanku. "Hah? Cuma itu doang?"

Nisa kemudian pergi meninggalkan Arman dan Cholifah tanpa sepatah kata pun.

Arman merasa bahwa Nisa sedang kecewa, tapi itu artinya cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Tanpa pikir panjang, Arman segera mengejar Nisa yang lari keluar restoran membawa tasnya.

Sesampainya aku di luar ternyata Nisa sudah masuk ke sebuah Taxi dan berlalu pergi. Tak mau kehilangan jejaknya, aku pun bergegas mengambil motorku dan mengemudikannya mengejar Taxi yang ditumpangi Nisa. Kurang lebih 10 menit aku membuntuti Taxi itu hingga akhirnya berhenti di taman kota.

Begitu Taxi berhenti, Nisa keluar dan berjalan menuju sebuah bangku taman berwarna putih. Perlahan aku mendekatinya. Semakin dekat padanya, terdengar sayup-sayup isak tangisnya. Ungkapan kekecewaan benar-benar jelas terlihat, menunjukkan bahwa ia juga memiliki getaran cinta yang sama denganku. Aku mencoba mendekatinya perlahan dan duduk di sampingnya. Aku tak tahu harus bagaimana cara menghiburnya. Saat ini hatiku terasa sangat bergejolak penuh cinta, hatiku ikut sakit melihatnya bersedih.

"Nis, kamu nggak apa-apa?" tanyaku penuh kekhawatiran.

"Nggak, aku nggak apa-apa kok."

"Nis, sorry tadi— aku."

"Iya, aku ngerti kok."

"Sebenernya aku mau..." Ucapanku terpotong, kuambil kalung di saku bajuku.

"Nis, aku kini adalah seekor kumbang di padang pasir yang mencari bunga mekar nan indah. Hampir mustahil aku menemukannya, tapi aku beruntung menemukan bunga itu sekarang, berada di hadapanku. Kumbang itu ingin meminta izin pada sang bunga untuk mengambil madunya, kumbang itu gugup, apakah sang bunga mengizinkannya?

"Dengan senang hati, bunga mengizinkan kumbang mengambil madunya. Aku menerima kehadiranmu di hatiku," jawab Nisa sembari tersenyum mengusap sisa air matanya.

"Yes…" Bahagianya hatiku.

Tanpa berkata apa-apa langsung kuserahkan belahan kalung yang sedari tadi kubawa untuk Nisa dan memakaikannya. Sungguh pemandangan yang hampir mustahil kusaksikan.

Akhirnya cinta yang selama ini kunantikan tengah bersemi di hatiku. Kini Aku paham dengan ucapan temanku, bahwa sepasang kalung yang tersimpan akan memberikan dorongan yang lebih kuat untuk mencari jawaban atas gejolak yang menggelora dalam diri. Sebuah kekuatan besar untuk mencari pemilik belahan kalung yang tersimpan.

By Mufti Arman

22 September 2011

Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!

KarimaIfhacreators' thoughts