"A, apa...??" Lira menatap Kakaknya tak yakin. "Kenapa harus aku...?" keningnya makin berkerut, membuat Johan lagi-lagi terkekeh.
Mood nya selalu membaik walaupun hanya melihat Adik Tirinya itu.
"Kau kan Adikku, pasti tahu mana yang terbaik." Johan menjentikkan jari tangannya.
Mata Lira membulat, ia ingin menolak, tapi bingung mengatakannya, apa lagi Anya sudah menghambur ke arahnya.
"Boleh kan Lir..??" ia merangkul Lira dari depan, sehingga membelakangi Johan. "Aku akan mendekatkan mu dengan Kak Andreas..." ia berbisik di telingan Lira.
"Aku harus pergi." Johan tersenyum kepada mereka, dan terkekeh ketika melihat wajah Lira yang membatu, sebelum ia membenarkan letak cangklongan tas ranselnnya dan berjalan pergi.
"Dadaah Kaaak...!" Anya melopat-lompat sambil melambaikan tangan ke arah Johan yang mulai menjauh dengan penuh semangat.
Johan tersenyum menyringai mendengar suara Anya yang penuh semangat tanpa menoleh ke arahnya.
Ia berjalan terus kemudian berbelok ke lahan Parkir yang luas di penuhi mobil-mobil dan sepeda motor dari Para Penghuni Kampus.
Di antara deretan mobil-mobil itu, Sonia telah menunggu sambil bersandar pada mobil Cevrolet camaro RS warna metallic nya.
Sonia langsung berdiri tegak begitu si Pemilik Mobil telah datang. "Dasar nggak punya perasaan !" umpatnya begitu Johan berada di dekatnya. Wajah dan matanya terlihat memerah dengan pipi yang di penuhi bekas air mata.
Sekali lihat Johan tahu jika Sonia baru saja menangis, namun ia sama sekali tidak tersentuh, kasihan atau apa pun terhadapnya, bahkan ketika wanita yang telah memuaskan hasratnya beberapa saat lalu itu mengumpatnya pun, ia tidak merasa tersinggung atau marah.
"Bisa-bisa nya kau bilang seperti itu di depan Adik dan teman Jalang nya itu !" Amuk Sonia, matanya menatap Johan dengan wajah yang semakin merah padam.
Johan hanya diam sambil memasukan tangan kanannya ke saku celana dan melengos dengan wajah malas.
"Joo !!" Sonia meraih kerah baju Johan dengan emosi, membuat Lelaki itu akhirnya menatap ke arah nya. Kini jarak wajah mereka hanya sejengkal. "Aku melakukan semua yang kau suruh, tapi bahkan kau nggak mau berbohong sedikitpun untukku..?!" Ia terlihat emosi dengan matanya yang memerah dan berkaca-kaca.
"...Jangan ngelunjak..." Johan berkata dengan mata hitam nya yang menatap ke arah Sonia. Ia meraih tangan Sonia yang mencengkram kerah bajunya. "Nggak ada yang memaksamu mengikutiku." ia tersenyum, membuat mata Sonia membulat dan 1 tetes air mata mengalir dari ujung matanya.
Di Parkiran mobil itu memang ada beberapa mahasiswa yang berlalu lalang, tapi mereka tidak mempedulikan Johan ataupun Sonia yang hanya tampak seperti sepasang Kekasih yang sedang bertegkar, dan itu hal biasa terjadi di Komplek Univeristas yang di penuhi anak muda yang berpacaran, kemudian bertengkar atau sedang memadu kasih.
Di lepaskan tangan Sonia dari pegangannya. "Kalau kau nggak suka dengan apa yang aku katakan tadi, kau tinggal pergi." ucap nya yang lagi-lagi sambil tersenyum.
Sonia mengigit bibirnya, kedua alis nya saling tertaut memamdang Lelaki berkaos merah di depannya. "...Kau tahu aku nggak mungkin meninggalkanmu." ia berucap. "Aku mencintaimu." lanjutnya.
Jogan terkekeh memdengarnya, angin siang yang panas berhembus membawa debu dan daun-daun kering yang banyak berjatuhan di area Parkir.
"Cinta...??" kini ia tertawa geli, membuat wajah Sonia makin merah dengan bibir bawah yang ia gigit.
Di taruh nya telapak tangan kanannya pada kepala Gadis itu, dan di acaknya dengan cara di tekan. Membuat beberapa helai rambut panjang Sonia menutupi sebagian wajah.
"Nggak ada yang namanya Cinta itu Sonia Sayang..." Johan agak membungkukkan badannya supaya wajahnya sejajar dengan wajah gadis itu. "Yang ada hanya pemenuhan hasrat dan keinginan memiliki." ia berucap.
Sonia semakin mengatupkan bibirnya dengan membiarkan Johan mengacak-acak rambut nya.
"Kau pun sama Sayang..." ia tersenyum sambil menegakkan tubuhnya kembali dan melepaskan tangannya dari puncak kepala Sonia.
Dengan kesal Sonia langsung merapikan rambut panjangnya yang acak-acakan karena ulah Lelaki murah senyum yang berdiri di hadapannya.
Johan membuka kunci mobilnya melalui sensor yang ia bawa, kemudian berjalan melewati Sonia dan hendak membuka pintu mobil ketika terdengar suara kucing mengeong.
Johan menunduk, di antara kakinya, sudah ada seekor anak kucing dengan bulu-bulunya yang kotor, berdiri gemetaran dan mengeluskan kepalanya ke kaki Johan.
"Kasihan sekali..." Johan memelas, ia membungkuk dan mengambil anak kucing tersebut kemudian mendekapnya.
Kening Sonia berkerut dengan bibir mengerucut dan kedua tangan yang di silangkan ke dada melihat perlakuan manis Johan kepada anak kucing yang terus mengeong melihatnya.
"Sepertinya kau lapar yaa..?" Di elus-elus nya kepala kucing itu penuh sayang.
Sonia masih memperhatikan Johan yang kini sudah memegangi anak kucing tersebut dengan kedua tangannya.
"Mana Ibu mu...?" tanyanya, di perhatikan kedua mata anak kucing tersebut yang menatapnya penuh harap. Johan bisa merasakan betapa kurus dan gemetarnya tubuh anak kucing yang seperti tinggal tulang berbalut kulit dan bulu kumal. "Pasti berat yaa hidup sendiri di dunia yang keras ini tanpa Ibu mu...??" ia menatap iba dan penuh keprihatinan.
Sonia jengah melihat semua itu, ia menyandarkan diri di kap mobil, seperti menunggu sesuatu yang sudah pasti akan terjadi dan ia bosan untuk sesuatu yang pasti sebentar lagi akan di ulang.
Dan benar saja, tiba-tiba Johan sudah melempar anak kucing itu tanpa ampun ke arah tembok pembatas Kampus dengan dunia luar.
Bunyi tulang dan daging yang beradu dengan tembok keras, di sertai erangan lemah anak kucing yang menyayat sebelum tubuh hewan kecil itu meluncur ke tanah dengan posisi kepala dan kaki nya yang tertekuk aneh.
Sonia yang semula bersandar pada kap mobil langsung berdiri dan melihat sekitar, ia menghela nafas panjang saat di sekitarnya sepi tak ada orang.
Johan masih menatap prihatin ke arah hewan malang yang baru saja ia lempar ke tembok tanpa rasa kasihan.
Mulut kucing itu mengangga dengan air liur bercampur darah dan mata kecilnya yang seolah melotot ingin keluar.
"Satu...dua..." Johan menghitung naik turunnya nafas dari hewan terebut dari tubuhnya yang masih bergerak naik dan turun.
"Ayo, Jo..." Sonia berucap saat Johan masih berdiri menatap ke arah hewan malang tersebut. "Sebelum ada orang lain yang melihat..." lanjutnya.
Lelaki itu menoleh ke arahnya.
"Sebentar, aku sedang mendoakan nya." Johan berkata dengan wajah sedih penuh penyesalan.
Sonia menelan ludah mendengar jawab dari Lelaki bertinggi 178cm dengan wajah bak malaikat yang selalu membuatnya terlena dalam pesona ketampananya.
"Ayo..." Johan sudah tersenyum lebar ke arahnya sambil membuka pintu mobil.
Tanpa bicara Sonia berjalan ke arah sisi sebaliknya, membuka pintu mobil dan masuk ke dalam nya.
"...Apa kau bisa menghilangkan kebiasanmu membunuh hewan kecil..?" tanya Sonia saat Johan sudah menyalan mesin mobil.
"Membunuh...??" kening Johan berkerut melihat ke arahnya. "Aku menyelamatkannya, lebih baik kucing itu mati, sakit sebentar setelahnya bebas." mata hitam Johan berkilat-kilat menatap Sonia. "Dari pada harus hidup sendiri di dunia yang keras, yang pasti akan membuatnya menderita." wajahnya memelas dengan mata berkaca-kaca.
Sonia terdiam, tidak mau berdebat. Karena memang seperti itu lah Johan, pscyo...