Medina sudah sampai di rumah. Lebih tepatnya rumah keduanya, rumah dari Tantenya. Jika dia banyak pikiran dan merasa resah, pastinya dia akan pulang ke rumah sang Tante. Karena biasanya wanita paruh baya itu yang menjadi keluh kesahnya jika dirinya sedang banyak pikiran.
Seperti saat ini. Setelah pulang dari kampus ia langsung mampir ke rumah Tante Rita. Meskipun di rumahnya ia berusaha untuk tetap tegar dan kuat didepan sang kakak namun jika dibelakang sang kakak ia juga begitu hancur karena kerinduannya yang begitu mendalam pada Mama Alda.
Harapannya ia hanya ingin bisa melihat sang kakak bisa tersenyum dan ceria lagi seperti dulu bukan seperti sekarang yang terus mengurung diri di kamar bahkan untuk makan saja harus dipaksa terlebih dahulu. Medina sendiri tidak bisa menyalahkan sang kakak atas semua yang terjadi saat ini termasuk kepergian sang mama karena memang ini adalah takdir yang sudah digariskan oleh sang pencipta.
Saat belajar di kampus saja ia tidak bisa fokus dan tidak bisa tenang karena ada saja pikiran buruk yang menghantuinya.
"Medi? Kamu ternyata ada disini?" tanya sang Tante yang baru saja keluar dari kamarnya. Tante Rita sudah mengerti apa yang dirasakan oleh Medina meskipun hanya melihat dari raut wajah Medina.
"Iya, Tan. Maaf ya Medi kesini enggak bilang-bilang dulu sama Tante."
"Kamu itu kayak sama siapa aja kalau mau kesini ya kesini aja. Pintu rumah ini akan terbuka dua puluh empat jam untuk kamu dan juga Almira. Kalian berdua itu sudah Tante anggap seperti anak kandung Tante sendiri," balas sang Tante sambil tersenyum lebar.
"Alah! Si Medina kesini palingan cuma mau numpang makan aja dan mau nyusahin Mama aja!" timpal Ariana, putri semata wayang Tante Rita yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka berdua.
Suasana yang tadinya hangat langsung terasa canggung meskipun ini bukan kali pertamanya Ariana bersikap dingin pada Medina karena memang dari dulu Ariana selalu hobi menghina keluarga Mama Alda termasuk Almira dan juga Medina.
"Arin! Jaga mulut kamu. Kamu enggak boleh ngomong kayak gitu!" balas Tante Rita yang tidak terima Medina diperlakukan seperti itu apalagi ia tahu jika saat ini Medina sedang sedih-sedihnya karena harus kehilangan ibunya ditambah lagi kondisi Kakaknya yang semakin hari semakin menurun kesehatannya.
Ariana hanya tersenyum sinis sambil menyilangkan kedua tangannya lalu setelah itu ia langsung masuk ke kamarnya. Setelah itu Tante Rita langsung duduk didekat Medina dan meminta maaf atas ucapan putri semata wayangnya.
"Medi, maafin Ariana ya. Jangan kamu masukin ke hati omongan dia," pinta sang Tante dengan raut wajah merasa bersalah.
Medina langsung tersenyum. "Iya enggak apa-apa kok Tante."
Tante Rita langsung mengelus pundak keponakannya itu. "Kamu baru datang dari kampus ya? Gimana kuliah kamu? Lancar aja kan?"
"Lancar kok, Tante."
"Syukurlah kalau begitu."
"Oh iya kamu udah makan belum? Makan dulu sana kamu kan capek. Mau Tante ambilkan? Atau enggak kamu ambil sendiri aja lagian anggap aja ini rumah kamu sendiri," ucap sang Tante.
"Enggak kok Tante, aku udah makan di kampus. Aku kesini cuma mau menenangkan pikiran aku karena kalau di rumah aku juga sedih melihat kondisi Kak Mira yang cuma bisa mengurung diri di kamar," jelas Medina yang langsung memberikan maksud dan tujuannya mengunjungi rumah sang Tante.
"Apa? Jadi Almira masih terus mengurung diri kamar? Tante kira dia udah mulai masuk kantor lagi saat ngeliat kamu udah mulai masuk kampus lagi," balas Tante Rita yang cukup terkejut mendengar pernyataan dari Medina yang mengatakan jika kondisi Almira semakin menurun.
"Enggak Tante, sekarang justru Kak Mira kayak udah enggak punya semangat untuk menjalani hari-hari kayak biasanya."
"Tapi dia mau makan?"
"Nah itu dia Tante, Kak Mira enggak mau makan dan kalau mau makan itu harus aku paksa dulu itupun enggak pernah habis makanannya. Aku sendiri takut Kak Mira kondisinya semakin parah," jelas Medina.
"Semenjak Mama meninggal Kak Mira emang berubah banget dari yang tadinya ceria jadi sangat pendiam dan hobi mengurung diri di kamar sambil nangis. Aku juga ngerti gimana perasaan Kak Mira sekarang tapi mau gimana lagi kita semua ini memang sangat kehilangan Mama karena dulu kita itu selalu bertiga," lanjutnya lagi.
Tante Rita langsung menghela nafasnya dengan perlahan setelah mendengar cerita dari Medina.
"Kamu yang sabar ya Medi, nanti Tante akan berkunjung ke rumah kamu dan membujuk Almira supaya mau makan dan keluar dari keterpurukannya ini," balas Tante Rita sambil mengelus rambut cantik Medina yang terurai sempurna.
"Makasih banyak ya Tante dan aku minta maaf banget sama Tante karena aku selalu bikin Tante repot," pinta Medina yang merasa tidak enak karena jika sedang banyak masalah, orang yang pertama ia datangi adalah Tante Rita. Apalagi setelah mendengar perkataan dari Ariana tadi yang sedikit menyinggung perasaannya, ia menjadi semakin canggung ketika mengunjungi rumah ini.
Tante Rita langsung menganggukkan kepalanya sambil tersenyum seolah menguatkan keponakannya itu dan mengisyaratkan jika ia akan selalu ada untuk keponakan-keponakannya. Meskipun dalam hatinya ia juga sangat merindukan sosok Kakak perempuan yang selalu memberikan nasihat-nasihat terbaiknya dan selalu membuangnya dengan penuh kerendahan hati.
"Mbak Alda, Mbak kenapa kamu pergi secepat ini? Kami semua ini masih belum bisa kehilangan kamu, Mbak. Aku sendiri begitu sangat merindukan kehangatan dan kebaikan kamu," batin Tante Rita.
Banyak keluarga yang lain namun Tante Rita hanya dekat dengan Mama Alda karena Kakak perempuannya yang satu itu selalu mengerti perasaannya dibandingkan dengan anggota keluarganya yang lain. Sekarang Tante Rita sendiri merasa tidak punya tempat curhat. Namun sekarang justru sebaliknya, ia yang menjadi tempat berkeluh kesah kedua keponakannya.
Suasana yang hening membuat keduanya hampir hanyut dalam kesedihan yang berlarut.
"Medi, ingat ya sayang. Kamu dan Almira masih ada Tante meskipun Mama kalian udah enggak ada."
"Iya Tante, aku juga udah anggap Tante sebagai orangtua aku sendiri. Makasih karena Tante udah baik dan selalu ada untuk aku dan Kak Mira."
Keduanya langsung berpelukan dengan penuh kehangatan, Medina langsung merasa tenang saat wanita paruh baya yang baik hati itu mendekapnya dengan erat. "Mbak Alda, aku akan menjaga anak-anak Mbak. Mbak disana bahagia ya dan jangan mengkhawatirkan Almira dan juga Medina, mereka berdua baik-baik saja dan aku akan terus berusaha untuk melindungi dan menyangi mereka," lirih Tante Rita dalam hatinya.
Diam-diam dari dalam kamarnya, Ariana melihat dan mendengarkan obrolan ibunya dengan sepupunya itu. "Ngapain sih Mama so peduli banget sama Medina pake acara peluk-pelukan segala lagi, lebay banget!" gerutu Ariana dalam hatinya.
Sejak dulu Ariana memang selalu membenci Almira dan Medina. Ia benci karena kedua sepupunya itu selalu mendapatkan apa yang ia inginkan seperti beasiswa kuliah di kampus terbaik dan juga banyak pria-pria tampan dan keren yang mendekati sepupunya itu padahal Ariana merasa jika dirinya jauh lebih baik dibandingkan dengan Almira dan Medina.
Ariana juga sempat iri dengan hubungan Almira dengan Agya dulu. Oleh karena itulah sekarang ia begitu bahagia ketika mendengar kabar jika Almira dan Agya batal menikah. Ariana merasa jika Almira tidak pantas untuk laki-laki tampan dan kaya seperti Agya.
"Almira emang enggak akan pernah pantas bersanding dengan Agya. Agya terlalu sempurna untuk Almira," batin Ariana sambil mengangkat alisnya sedikit alisnya ke atas.