Hujan mulai turun dan membasahi jendela. Almira sendirian di rumahnya karena sang adik masih belum pulang dari kampus. Almira mengatupkan bibirnya. Tidak ada kehangatan sedikitpun, rasa kesepian seolah melingkupi seluruh tubuh dan pikirannya yang sedang sendirian di kamarnya.
Tidak terasa air mata keluar mengalir begitu saja, Almira merasa rapuh dan hatinya merasa sakit. Sesekali ia menyembunyikan suara isak tangisnya. "Biasanya kalau Medina belum pulang dari kampus aku disini berdua sama Mama tapi sekarang hanya aku sendirian disini," batinnya.
Lagi-lagi Almira kembali merindukan sang mama, apalagi ketika teringat dengan semua kenangan yang sudah terjadi. "Mah, Mira rindu. Jangan tinggalin Mira disini sendirian," lirihnya.
Almira memang merasa saat ini luka batinnya belum benar-benar sembuh dan terkadang ia ingin pergi ke psikiater untuk berkonsultasi. Bukan karena kehilangan sang mama namun bayang-bayang mantan kekasihnya terus menganggu pikirannya.
Meskipun ketika ditempat kerja ia terlihat biasa saja bahkan bisa dibilang ceria dan terlihat seolah-olah tidak pernah ada kejadian apa-apa namun saat sendiri hatinya kembali merasakan sakit yang luar biasa. Air mata yang selalu menjadi saksi tentang semua rasa sakit hati dan hancurnya perasaan Almira saat ini.
Rindu akan semuanya, belaian dan pelukan sang mama disaat ia capek karena pekerjaan di kantor juga dapat membuat ia merasa bahagia namun sayangnya belain dan pelukan itu kini sudah tidak bisa ia rasakan kembali. Sekarang ia hanya bisa memeluk dirinya sendiri disaat kedinginan dan kesepian ini menghampiri dirinya.
Almira juga tidak dapat berbohong dengan hati nuraninya tentang perasaannya pada Agya. Sulit sekali rasanya melupakan orang yang sudah menyakitinya itu. "Agya, aku udah berusaha mati-matian untuk melupakan kamu namun itu selalu gagal dan disaat aku berusaha untuk menjauh dan melupakan semua tentang kamu enggak tahu kenapa hati aku justru semakin sakit."
"Tolong! Tolong Agya menghilang dari pikiran aku. Jangan terus-terusan nyakitin aku kayak gini," lanjutnya.
Terkadang Almira merasa benci dengan keadaannya sekarang. "Kehilangan dua orang yang sangat aku cintai. Sakit! Ya itu memang sangat menyakitkan. Kenapa aku yang harus mengalami semua ini? Kenapa aku yang harus menerima semua kenyataan pahit ini?" batin Almira.
Karena ia tidak pernah menyangka jika dibalik karirnya yang berjalan mulus dalam beberapa tahun terakhir dan kehidupannya yang terasa sangat sempurna meskipun tanpa sosok ayah disampingnya sejak ia kecil ternyata menyimpan sebuah kejutan yang sangat menyakitkan.
Ya, mungkin jika dilihat dalam beberapa tahun kebelakang kehidupan Almira itu merupakan kehidupan yang cukup diimpikan oleh para perempuan seusianya. Memiliki seorang ibu dan juga adik yang selalu menyayangi dan juga mensupport dirinya dengan tulus serta memiliki seorang kekasih pria tampan yang selalu bucin dan juga putra tunggal pembisnis sukses merupakan impian setiap gadis dan semua itu Almira dapatkan. Bahkan Ariana yang notabenenya adalah saudaranya dibuat iri dengan kesempurnaan hidupnya itu.
Namun justru sekarang orang-orang yang sangat ia cintai itu menghilang. Ia harus kehilangan sosok laki-laki disaat ia tengah mencintai dengan sangat dalam dan ia juga harus kehilangan sang mama saat ia masih belum merasa cukup untuk memberikan kebahagiaan kepada ibunya.
Memang saat ini ia benar-benar tidak kehilangan semuanya karena Medina masih selalu ada disampingnya dan juga Tante kesayangannya akan selalu ada disaat ia butuhkan.
"Aku merasa sendiri disaat aku harus kehilangan orang-orang yang aku cintai. Padahal, masih banyak orang-orang baik disekitar aku," batinnya yang mulai sadar jika ia masih dikelilingi oleh orang-orang baik.
Almira hanya dapat menangis ketika merasa semuanya terasa tidak adil. Diusianya yang menginjak 22 tahun ia merasa jika beban yang dirasakannya cukup berat. Meskipun ia sudah sering menyemangati dirinya sendiri agar tetap berusaha untuk menjalani kehidupan normal seperti biasanya tanpa drama air mata ini tapi selalu saja ketika teringat masa-masa itu hanya membuatnya kembali merasa jatuh.
"Sampai sekarang aku masih penasaran kenapa kamu membatalkan pernikahan kita padahal persiapannya sudah sembilan puluh lima persen," ucapnya.
"Sikap kamu yang baik dan manis banget, serta selalu sabar disaat aku ngambek enggak jelas yang buat aku sulit melupakan kamu begitu saja padahal perbuatan kamu itu udah jahat banget sama aku dan juga keluarga aku," ucap Almira teringat dengan wajah Agya.
Almira hanya menginginkan satu alasan yang jelas mengapa mantan kekasihnya itu memutuskan hubungan begitu saja. "Kalau emang kamu enggak niat dan bukan aku wanita yang kamu inginkan tapi kenapa bertahun-tahun kamu hadir dalam hidup aku memberikan hiburan dan candaan yang bikin aku semakin dalam mencintai kamu. Apa karena orangtua kamu? Apa Mama kamu enggak mau punya menantu kayak aku? Atau apa?"
Sejak menjalin hubungan dengan Agya memang rasanya tidak apa-apa. Keluarga Agya juga menerima Almira meskipun Mamanya awalnya tidak menyetujui karena Almira hanyalah gadis yang terlahir dari keluarga yang biasa saja sementara itu keluarga Agya merupakan keluarga Pebisnis sukses yang cukup terkenal di kotanya. Tapi Agya pernah bilang jika ia telah menyakinkan ibunya jika Almira adalah calon menantu yang baik dan tepat untuknya.
Setelah mendapatkan restu dari calon Mama mertuanya justru sekarang sebaliknya, keluarga Almira yang tidak bisa menerima Agya sebagai calon menantunya terutama Mama Alda. Entah mengapa ketika hidup Mama Alda merasa jika ia merasa memiliki firasat yang buruk tentang hubungan putrinya bersama Agya.
"Ternyata firasat Mama tentang kamu itu benar, andai saja waktu itu aku dengerin kata-kata Mama dan nurut sama dia pasti hati aku enggak akan sesakit ini. Kenapa kamu tega banget sih disaat aku sudah menanamkan rasa percaya sama kamu tapi malah kamu sia-siakan bahkan kamu hancurkan begitu saja."
"Sekarang aku hanya ingin Mama kembali meskipun itu tidak mungkin tapi aku pengen peluk dan aku rindu dengan kecupan Mama. Aku rindu nasihat-nasihat yang Mama berikan."
"Maafin aku ya Mah, karena dulu sering enggak mendengarkan perkataan Mama bahkan mengabaikan nasihat yg Mama berikan. Sekarang, Almira nyesel banget Mah," lanjutnya.
Benar kata orang, penyesalan selalu datang terlambat. Sebenarnya Almira merupakan sosok anak yang penurut namun entah mengapa ketika Mama Alda menyarankannya untuk memutuskan hubungannya dengan Agya justru Almira tidak mau mendengarkannya.
Pada saat itu rasa sayang Almira pada Agya memang begitu besar dan ia tidak ingin kehilangan Agya karena menurutnya Agya adalah sosok terbaik. Padahal jika diingat-ingat sikap Agya yang suka mengabaikan dan juga kadang bersikap cuek. "Seharusnya dulu aku enggak terus-menerus memperjuangkan kamu, kalau tahu akhirnya akan kayak gini aku juga akan dengerin saran Mama untuk putus sama kamu."
Saat ini ia merasa hampa. Karamnya cinta yang dirasakannya membuat ia tenggelam dalam luka yang terdalam. Meskipun ia sudah tidak berharap agar bisa bersama kembali dengan mantan kekasihnya itu namun ia berharap jika baik Agya maupun dirinya kelak bisa menemukan pasangan hidup masing-masing dalam versi tebaik dan juga tepat.
"Aku berharap semoga kamu mendapatkan tipe perempuan yang kamu inginkan dan semoga aku juga bisa dipertemukan dengan laki-laki yang tepat, tentunya yang mencintai dan menyangi aku dengan tulus."
"Meskipun saat ini aku masih ragu dan takut untuk dekat dengan laki-laki lagi. Perasaan dan hati aku rasanya sudah tertutup karena luka yang kamu berikan," lirihnya.