"Tuhan, kenapa jadi seperti ini? Kembalikanlah ingatannya, " Ujar Bilqis seraya berdo'a untuk kesembuhan sahabatnya.
~New Chaps~
Happy Reading ๐ ๐
Di lain sisi tepatnya kelas XII A, pria berkulit putih pucat itu duduk termenung sambil melihat kearah luar jendela, hatinya sakit seperti dihujam dengan seribu pedang yang tajam dia belum bisa ralat bukan itu lebih tepatnya tidak bisa menerima kenyataan ini dengan lapang dada, apakah takdir sedang mempermainkan nya? Apakah ini sebuah hukuman dari Tuhan? Dimanakah letak kesalahannya? Mengapa dunia ini seakan kejam kepadanya? Dan masih banyak pertanyaan lainnya.
Walaupun Gibran larut dalam lamunannya namun dia menyadari keberadaan gadis agresif yang sudah duduk disampingnya, sesungguhnya pria berkulit putih pucat itu merasa muak menjalani misinya hanya saja dia harus bertahan karena dia yakin permainan ini akan segera selesai.
"Gibran, apa kau baik-baik saja? Hari ini kau terlihat sangat murung, " Ujar Laurent khawatir.
"hmm, " Sahutnya dengan gumaman.
"Aku tak yakin dengan jawabanmu karena selain murung wajahmu juga terlihat pucat, " Celetuk Laurent.
"ck, dasarnya kulitku memang pucat kalau kau lupa, " Jawabnya malas.
"Kamu sebenarnya kenapa sih kok cuekin aku lagi? Apa kamu sedang ada masalah? Kalau memang ada, cobalah ceritakan kepadaku. Barang kali aku bisa membantumu, " Cerocos gadis agresif itu tanpa mengetahui pria disampingnya tersulut emosinya.
"diamlah Laurent! Asal kau tahu suara cemprengmu sangat mengganggu! Jika aku kembali cuek atau semacamnya kau tak perlu ikut campur, sialan! " Gibran mencercanya dengan umpatan.
Setelah itu Gibran beranjak keluar dari kelas mengabaikan gadis agresif yang sudah berkaca-kaca, entahlah dia sudah tidak begitu peduli menjalankan misinya. Pria berkulit putih pucat itu lebih memilih pergi ke taman belakang sekolah tujuannya untuk menenangkan pikirannya.
"๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ซ๐ข๐จ๐ข๐ฌ๐ถ? ๐๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ๐ฏ๐บ๐ข ๐ฌ๐ข๐ถ ๐ด๐ช๐ข๐ฑ๐ข? "
"๐๐ฌ๐ถ ๐ด๐ฆ๐ณ๐ช๐ถ๐ด ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ญ๐ฎ๐ถ ๐ด๐ข๐ฎ๐ข ๐ด๐ฆ๐ฌ๐ข๐ญ๐ช,"
"๐๐ข๐ฉ, ๐ฑ๐ข๐ฉ, ๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐ฌ๐ข๐ญ๐ช๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ช๐ฏ๐จ๐จ๐ข๐ญ๐ฌ๐ข๐ฏ๐ฌ๐ถ ๐ฅ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ ๐ญ๐ข๐ฌ๐ช-๐ญ๐ข๐ฌ๐ช ๐ข๐ด๐ช๐ฏ๐จ ๐ช๐ต๐ถ? "
"๐ฎ๐ข๐ฎ๐ข๐ฉ~ ๐ข๐ฌ๐ถ ๐ด๐ฆ๐ณ๐ช๐ถ๐ด ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ญ๐ฏ๐บ๐ข, "
"๐ฎ๐ข๐ฉ, ๐ฑ๐ข๐ฉ, ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ข๐ฎ๐ข ๐ฅ๐ช๐ฎ๐ข๐ฏ๐ข? "
"๐ฌ๐ฆ๐ฏ๐ข๐ฑ๐ข ๐ฅ๐ช๐ข ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ช๐ฌ๐ถ๐ต ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ซ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ถ๐ฌ ๐ฌ๐ถ? ๐๐ด๐ฉ๐ฉ ๐ฑ๐ถ๐ฏ๐บ๐ข ๐ฌ๐ข๐ฌ๐ข๐ฌ ๐ด๐ฆ๐ฑ๐ถ๐ฑ๐ถ ๐ด๐ข๐ต๐ถ ๐ด๐ข๐ซ๐ข ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช๐ข๐ฏ๐ฏ๐บ๐ข ๐ด๐ข๐ฎ๐ข ๐ด๐ฆ๐ฌ๐ข๐ญ๐ช, "
Seketika ucapan gadis mungil itu kembali berputar di otaknya layaknya kaset rusak, sungguh Gibran tak terima dengan masalah yang dihadapinya sekarang.
"ARGHHHHH! KENAPA HARUS TENTANGKU YANG HILANG DI MEMORINYA?! KENAPA AKU YANG DILUPAKAN OLEHNYA?! " Teriaknya frustasi.
'''''
RS. ๐๐ข๐ฏ๐ฅ๐ข๐ณ๐ช๐ข
Gadis mungil itu merasa sangat bosan selain itu dia tidak menyukai bau antibiotik yang begitu menyengat di indera penciuman nya, oleh karena itu dia merengek kepada ibunya untuk segera keluar dari ruang perawatan namun permintaannya tidak didengarkan sama sekali. Bukan apa-apa mamah hanya ingin putri semata wayangnya pulih total.
"mah~ aku ingin pulang, aku tak menyukai bau obat seperti ini, " Ujar gadis mungil itu manja.
"Kamu baru bangun dari koma sayang, badanmu juga masih terlihat lemah, mamah takut kau kembali sakit, " Jelas mamah Fany lembut.
"tapi mah~ jika terus-menerus disini akan terasa sangat membosankan, " Protesnya sambil mempoutkan bibirnya.
"bersabarlah, jika sudah benar-benar pulih, dokter akan memperbolehkan kamu pulang nak," Sahut mamah Fany sambil tersenyum hangat.
"yaudah deh, " Jawab Anna kesal.
'๐ข๐ฏ๐ฅ๐ข๐ช ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ ๐๐ข๐ฎ๐ข ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฅ๐ช๐ด๐ช๐ฏ๐ช, ๐ฑ๐ข๐ด๐ต๐ช ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ฃ๐ฐ๐ด๐ข๐ฏ๐ฌ๐ข๐ฏ, ' gumamnya.
"kamu ingin ditemani bang Rama? Nanti mamah telfon John agar membawanya kesini untuk menemanimu, " Ujar mamah Fany sambil tersenyum tipis.
"makasih mah, pengertian banget sama aku, " Sahut Anna sambil tersenyum bahagia.
"itu sudah menjadi tugas mamah sayang, kalau bukan mamah, siapa lagi coba? " Tutur mamah Fany lembut.
"bang Rama juga pengertian, " Timpal gadis mungil itu tak terima.
"iya sayang, " Jawab mamah Fany mengalah.
"๐ฌ๐ข๐ด๐ช๐ฉ๐ข๐ฏ ๐๐ช๐ฃ๐ณ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ข๐ฏ ๐๐ฐ๐ฉ๐ฏ ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข๐ฉ๐ข๐ญ ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ฆ๐ฌ๐ข ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ด๐ฆ๐ญ๐ข๐ญ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ข๐ด๐ข๐ข๐ฏ ๐ฑ๐ถ๐ต๐ณ๐ช๐ฌ๐ถ, ๐ต๐ข๐ฑ๐ช ๐ฌ๐ข๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ข ๐ข๐ฎ๐ฏ๐ฆ๐ด๐ช๐ข ๐ฅ๐ช๐ข ๐ฎ๐ฆ๐ญ๐ถ๐ฑ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ด๐ฆ๐ฎ๐ถ๐ข๐ฏ๐บ๐ข, " Ucapnya dalam hati.
๐๐ฆ๐ฌ๐ญ๐ฆ๐ฌ!
Tiba-tiba seorang perawat masuk kedalam ruangan tersebut sambil membawa nampan makanan khas rumah sakit.
"permisi, waktunya makan siang, " Ujar suster itu sambil tersenyum ramah.
"terimakasih, " Sahut wanita paruh baya cantik itu sambil tersenyum ramah pula.
"sama-sama, " Jawab suster lembut.
Setelah itu sang perawat kembali keluar, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan.
"ayo dimakan, setelah itu minum obat dan segera istirahat, " Titah mamah Fany.
"buat mamah aja, aku tak suka rasanya hambar, " Tolak gadis mungil itu sambil menggeleng keras.
"namanya juga masakan rumah sakit nak, dua suap saja ya, kalau tidak menurut nanti bang Rama marah loh, " Bujuknya.
"ck, mainnya ancaman, " Sahut Anna sambil berdecak kesal.
Wanita paruh baya itu segera menyodorkan sendok kearah putrinya sambil tersenyum geli karena terlihat ogah-ogahan mengunyah bubur hambar tersebut meskipun hanya dua suapan saja, tak lupa setelahnya mamah Fany membantu gadis mungil itu untuk minum obat.
"nah sekarang waktunya istirahat," Ucap mamah Fany lembut.
Tanpa banyak bicara gadis mungil itu segera memejamkan matanya selain menuruti ucapan sang ibu sebenarnya rasa kantuk sudah menyerangnya akibat merasa bosan.
''''''
Dilain sisi terdapat tiga pria tampan beserta satu gadis cantik sedang makan dikantin dengan tenang, namun tak lama kemudian ketenangan itu terganggu oleh suara dering berasal dari benda pipih persegi panjang milik pria berdimple. Keningnya mengernyit ketika melihat nama yang tertera diponselnya, namun dia tak ambil pusing lalu segera menggeser ikon hijau untuk mengangkatnya.
"halo, ada perlu apa tan?"
"๐๐ฐ๐ฉ๐ฏ, ๐ต๐ข๐ฏ๐ต๐ฆ ๐ฃ๐ถ๐ต๐ถ๐ฉ ๐ฃ๐ข๐ฏ๐ต๐ถ๐ข๐ฏ๐ฎ๐ถ,"
"apa tan?"
"๐ต๐ข๐ฏ๐ต๐ฆ ๐ช๐ฏ๐จ๐ช๐ฏ ๐ฌ๐ข๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ข๐ซ๐ข๐ฌ ๐๐ข๐ฎ๐ข ๐ฌ๐ฆ๐ณ๐ถ๐ฎ๐ข๐ฉ ๐ด๐ข๐ฌ๐ช๐ต, ๐ฌ๐ข๐ณ๐ฆ๐ฏ๐ข ๐ด๐ฆ๐ซ๐ข๐ฌ ๐ฑ๐ข๐จ๐ช ๐ฅ๐ช๐ข ๐ด๐ฆ๐ญ๐ข๐ญ๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฏ๐ถ๐ฏ๐จ๐จ๐ถ๐ฏ๐บ๐ข,"
Pria berdimple itu reflek menengok kearah Rama yang masih anteng dengan kegiatannya, "๐ฉ๐ข๐ญ๐ฐ, ๐๐ฐ๐ฉ๐ฏ ๐ข๐ฑ๐ข ๐ฌ๐ข๐ถ ๐ฎ๐ข๐ด๐ช๐ฉ ๐ฅ๐ช๐ด๐ข๐ฏ๐ข?"
"iya tan, aku janji akan mengajak bang Rama kesana,"
"๐ต๐ฆ๐ณ๐ช๐ฎ๐ข๐ฌ๐ข๐ด๐ช๐ฉ ๐๐ฐ๐ฉ๐ฏ, ๐ฌ๐ข๐ถ ๐ฎ๐ฆ๐ฎ๐ข๐ฏ๐จ ๐ด๐ฆ๐ญ๐ข๐ญ๐ถ ๐ฑ๐ฆ๐ฏ๐จ๐ฆ๐ณ๐ต๐ช๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฆ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฑ๐ถ๐ต๐ณ๐ช๐ฌ๐ถ,"
"itu sudah menjadi tugasku tan,"
"๐ฃ๐ข๐ช๐ฌ๐ญ๐ข๐ฉ, ๐ฌ๐ข๐ญ๐ข๐ถ ๐ฃ๐ฆ๐จ๐ช๐ต๐ถ ๐ต๐ข๐ฏ๐ต๐ฆ ๐ต๐ถ๐ต๐ถ๐ฑ ๐ฅ๐ถ๐ญ๐ถ,"
๐๐ถ๐ต
Telpon itu diputuskan secara sepihak, pria berdimple itu menghela nafasnya kasar sehingga mengundang ketiga temannya.
"siapa yang barusan menghubungimu?" Tanya Adnan penasaran.
"tante Fany, mamahnya Anna," Sahut John seadanya.
"lalu kenapa kau menyebut namaku disela obrolanmu?" Tanya Rama heran.
"ah kalau soal itu, dia ingin kau ikut kerumah sakit untuk menjenguk_ bukan lebih tepatnya menemani Anna disana, karena dia selalu menunggumu," Jelas John.
"menemani? Menunggu? " Pria berparas ๐ข๐ฏ๐ช๐ฎ๐ฆ itu mengulangnya untuk memastikan indera pendengarannya masih tajam.
"iya, dia begitu karena..." John tidak melanjutkan ucapannya karena perasaan terpukul tiba-tiba menyerangnya.
"Anna mengalami amnesia," Sahut gadis berjuluk ๐ค๐ฉ๐ช๐ฑ๐ฎ๐ถ๐ฏ๐ฌ itu menimpali.
"John, apa itu benar?" Tanya kedua pria tampan itu serempak.
"iya bang, dia kehilangan sebagian memorinya, yang dia kenal hanya aku, bang Rama, Bilqis, sepupu jauhnya, dan mungkin yang terakhir bang Adnan," Tutur John sambil menahan sesak dihatinya.
"itu pun semuanya keliru, aku dan Bilqis dikiranya sepasang kekasih, bang Rama dikira sepupunya, kalau bang Adnan mungkin dikenal sebagai sahabatnya bang Rama, tapi aku harap kalian mengerti selain itu membantunya agar ingatannya segera pulih kembali," sambungnya.
"apakah Anna masih mengenali Gibran?" Beo pria berbahu lebar itu penasaran.
"justru itu bang, dia tidak mengenalinya sama sekali, sampai waktu kemarin malam pun dia berteriak karena kita sempat mengira bahwa dia sedang bercanda, tapi setelah mendengar penjelasan dari bang Gibran sebuah kenyataan menampar kami semua," Jelas John panjang lebar.
"berarti disini aku sangat beruntung, karena Anna mengenalku sebagai sepupunya," Ujar Rama sambil tersenyum senang.
"ck, kau tega sekali berbahagia diatas penderitaan kami," cibir Bilqis sambil berdecak kesal.
"Aku tidak seperti yang kau pikirkan, hanya saja dengan kesempatan ini aku bisa dekat dengannya yang sudah kuanggap seperti adik sendiri, ya walaupun dalam keadaan amnesia," Jelasnya sambil tersenyum miris.
"tapi bang Rama tak ada maksud lain kan?" Tanya John penuh selidik.
"tidak, buat apa berbuat seperti itu?" Sahut pria berparas anime itu kesal.
"ya barang kali aja gitu ingin merebut Anna dari a_ bang Gibran," Celetuk John gelagapan, dia merutuki bibirnya yang hampir saja keceplosan.
"Aku fikir darimu John," Ucap Bilqis tepat sasaran.
"Kau menyukai Anna?" Tanya Andan heboh.
"huh?" Pria berparas anime itu membeo tak percaya.
"tidak bang, mana mungkin aku menyukai sepupu sendiri," Sahut John sambil tersenyum kikuk namun mereka tak menyadarinya.
"syukurlah, aku pikir kau serius menyukainya, masa iya kamu akan bersaing dengan kakakmu sendiri, sama sekali tidak lucu," Ujar Adnan sambil bernafas lega karena mereka tidak saingan.
"hehe, bang Adnan ada-ada saja," Jawab pria berdimple itu sambil cengengengan.
"btw, pergi kerumah sakitnya jam berapa? " Tanya Rama tak sabaran.
"setelah pulang sekolah saja," Sahut John, "apa kalian ingin ikut?" Tanyanya kepada Bilqis dan Adnan.
"boleh, aku merindukan sahabatku," Jawab Bilqis mendahului Adnan aka gebetannya.
"oke deh, kalau Bilqis ikut, aku juga ikut," timpal Adnan sehingga membuat pipi gadis berjuluk chipmunk itu merona.
"dasar bucin," Cibir kedua pria tampan itu serempak.
"iri? Bilang Boss," Ejek Adnan sambil menjulurkan lidahnya.
Bilqis terkekeh melihat keabsurdan ketiga pria tampan itu, sehingga menjadi pusat perhatian dari siswa-siswi pengunjung kantin namun dia mengabaikannya karena sudah terbiasa dengan sikap mereka.
Oke mari kita beralih ke pasangan sebelah pihak.
Pria berkulit putih pucat itu menghiraukan rengekan dari Laurent, dia lebih memilih memejamkan matanya sambil menyumpal indera pendengarannya dengan earphone. Namun sepertinya Laurent tidak menyerah, dia tiba-tiba menarik earphone dengan kasar tak peduli dengan pria berkulit putih pucat yang kini menatapnya nyalang.
"siapa yang menyuruhmu berbuat lancang seperti itu?!" Tegur pria berkulit putih pucat itu sambil mengeluarkan ๐ฅ๐ฆ๐ข๐ต๐ฉ ๐จ๐ญ๐ข๐ณ๐ฆ nya yang sangat menusuk.
"Kamu yang membuatku seperti ini! Aku tak suka diabaikan, asal kau tahu itu!" Sahut Laurent tak terima.
"Kau terlalu kekanakkan Laurent! Aku muak melihatnya! " Ujar Gibran geram.
"memangnya aku salah jika ingin ditemani olehmu? Bukankah kau sudah berjanji kepadaku untuk selalu menemaniku?" Tanya gadis agresif itu lirih.
"tapi sekarang aku hanya ingin makan berdua dikantin saja kau mengacuhkanku," sambungnya dengan manik yang berkaca-kaca.
"ck, kau itu pemaksa, aku tidak menyukai gadis yang bersikap seperti itu," Sahut Gibran sarkas.
Setelah itu Gibran segera keluar dari kelasnya, entahlah semenjak mengetahui gadis pujaan hatinya mengalami amnesia dia menjadi sulit mengontrol emosinya.
Sedangkan gadis agresif itu memandang sendu kepergian Gibran yang tak mempedulikan dengan keberadaan dirinya, tiba-tiba satu liquid bening membasahi pipinya, dia hanya bisa tersenyum miris memikirkan hubungan mereka, memang mereka akhir-akhir ini terlihat sangat dekat, namun kenyataannya Gibran sama sekali belum mengutarakan perasaannya, tidak menganggap Laurent temannya, sahabatnya apalagi pujaan hatinya dan sekali lagi gadis agresif itu terlalu bodoh karena Gibran mendekatinya bukan karena perasaannya melainkan menyelidiki kejahatan yang pernah diperbuat olehnya.
TBC