Perasaan ku terhadapmu memang tidak berasalan. Walaupun aku sering kamu campak kan
.........
Fabian Dirgantara. Lelaki itu sering di sapa akrab Fabian. Siswa kelas akhir di SMA Nusa Bangsa sekaligus mantan ketua osis disana.
Mengikuti ekskul basket, dan menjadi kapten di dalam nya membuat nama Fabian semakin di kenal. Baik di para senior maupun junior nya.
Tubuh nya tegap, memiliki tinggi sekitar 180 Cm menjulang ke atas. Pria itu blasteran Indonesia dan Spanyol, darah Spanyol ia dapatkan dari kakeknya. Hal itu menjadi alasan mengapa Fabian memiliki bola mata berwarna hijau kecokelatan.
udah terhitung 5 kali Fabian menguap, matanya memerah sedikit berair. Keberadaan pendingin ruangan membuat pria itu sekuat tenaga menahan kantuknya.
"Fab!" Merasa di panggil, Fabian menoleh ke arah Farel yang berdiri di sampingnya.
"Kenapa?" Jawabnya dengan nada datar.
"Kantin yok!"
Fabian mengadah kan kepalanya melihat jam yang ada di kelasnya, belum waktunya istirahat. "Ngapain?"
Pria berahang tegas itu berdecak, "Ck, abis ini Mtk. Gue males ketemu Bu Ana. Ya gue ngajak lo cabut ini"
Fabian hanya ber-oh-ria. Kedua tangan nya di lipat di atas meja dan menengelamkan wajah nya disana.
Melihat Fabian tak beranjak, Farel kembali berdecak. Pria itu mulai sebal dan berkata, "Yeh si kambing. Eh! Ikut gak? Yang lain udah pada di kantin" Ucapnya seraya mengguncang tubuh Fabian.
Berhasil! Fabian menangkat kepalanya menatap Farel malas.
"Ck! Iya sabar" Dengan malas Fabian bangkit dari duduk nya.
"Gitu kek" Fabian memutarkan bola matanya.
Pria itu berjalan perlahan mengikuti langkah Farel menuju kantin tempat teman-teman nya berada.
"Rel!" Farel menghentikan langkah nya. Membalik kan tubuh tegap nya menghadap Fabian yang tadi berjalan di belakang nya.
"Apa?"
"Gue mau ke kamar mandi dulu, mau cuci muka. Lo duluan aja" Lanjut Fabian.
"Yah bego. Mana berani gue ke kantin sendirian. Tar ke gep Bu Lisa gimana?" Ucap Farel dengan mimik muka yang mulai terlihat panik.
"Yaudah. Ikut gue aja"
Farel mengangguk. Pria bertubuh 7 cm lebih pendek dari Fabian itu, mengekori Fabian dari belakang. Lebih baik ia menemani Fabian cuci muka daripada harus mengambil resiko pergi ke kantin di saat jam pelajaran seorang diri.
Setelah sampai di toilet, Fabian menyalakan keran westafel dan mulai membasuh tubuhnya. Sementara Farel yang bingung harus berbuat apa, memilih diam bersandar di dinding sembari memperhatikan Fabian.
Tangan Fabian terulur mengambil sapu tangan dari saku nya dan mengelap kering wajah nya yang basah karena basuhan air tadi. Ia merasa lebih segar sekarang, dan rasa kantuknya yang sedikit mulai mengurang. Dari pantulan cermin di hadapan nya Fabian dapat melihat Farel yang memerhatikan dirinya.
"Ngapain liatin gue? Homo ya lo?" Tuding Fabian memasang wajah jijik melihat Farel.
"Anjing. Gak ya! Omongan itu doa, lo kalo ngomong yang bener napa!" Sungut Farel yang juga menatap balik Fabian jijik.
Farel mendengus pria itu keluar dari toilet meninggalkan Fabian yang terkekeh. Sekali lagi, lelaki itu menatap dirinya di cermin. Sesudah itu ia mengikuti jejak Farel, berjalan keluar dari toilet.
Kedua nya kembali berjalan beriringan menuju kantin. Dan saat keduanya melewati kelas yang di dalam nya terdapat guru yang mengajar mereka berjalan sedikit membungkuk agar tidak ketahuan membolos pelajaran yang saat ini memasuki jam ke 3.
"Njir Fab, ruang BK" Farel menahan lengan Fabian saat keduanya hendak melewati ruang BK. Wajah pria itu kembali di landa panik.
Memang, resiko yang di ambil saat bolos dari jam pelajaran ke kantin itu sangat sulit. Karna letak ruang BK yang menjadi penyebabnya.
"Anjir, jangan pegang-pegang!" Fabian menghempas kasar tangan Farel dari lengan nya dan memberikan tatapan tajam pada Farel. Sepertinya teman nya itu rawan menjadi homo.
"Takut gue. Balik ke kelas deh yuk, gue gak berani"
Sekarang, Fabian yang berdecak melihat tingkah teman nya yang sangat panikan itu. Pria beralis tebal itu melongok kan kepalanya. Matanya memicing melihat tepat pada pintu ruangan yang sangat di hindari seluruh murid di sekolah ini.
"Sans. Pintu nya ketutup" Ucap Fabian setelah mendapati pintu ruangan itu tertutup rapat.
Farel menghembuskan nafas lega. Tangan lelaki itu mengusap dada nya yang berdebar karena takut rencana mereka bolos saat jam pelajaran ini akan ke tahuan.
Keduanya kembali melanjutkan perjalanan mereka menyusul ke tiga teman nya yang sudah berada di kantin dan menunggu mereka.
Lagi, Farel menghentikan langkah Fabian yang membuat Fabian kesal. Ia melirik tajam ke arah Farel dengan tatapan elangnya. Tapi Farel tidak sadar karna tatapan pria itu terfokus mengarah pada siswa kelas lain yang sedang berolah raga di lapangan.
"Apalagi sih-!" Tembak Fabian kesal.
Farel menujuk ke salah seorang siswi yang berada di lapangan sedang berolahraga "Diva tuh!"
Fabian mengikuti ke arah Farel menunjuk. Benar, ada Diva disana. Ia lupa, sekarang hari kamis giliran kelas Diva yang mendapat jadwal pelajaran olahraga hari ini.
Fabian dapat melihat gadis itu bermandikan keringat terduduk di pinggir lapangan. Ada Riza dan Zuma di samping kanan dan kiri nya. Tatapan Fabian masih terfokus pada gadis itu, ia ikut tersenyum saat Diva juga tersenyum disana dengan teman- teman ya.
Gadis itu terlihat manis.
"Dih, dia senyam-senyum tadi aja marah marah lo" Farel melirik sinis ke arah Fabian.
"Berisik!" Jawab Fabian datar tanpa menoleh, Ia masih terfokus menatap Diva dari kejauhan.
Farel mendengus dan memutar kedua matanya. Sebuah senyum jahil terbit di wajah tampan milik Farel. Otak tampan nya mendapatkan sebuah ide untuk mengerjai Fabian.
"Fab! Fab!" Panggil Farel, tangan nya berulang kali memukul-mukul punggung Fabian.
"Ck! Bisa diem gak Rel?" Fabian berdecak, matanya melirik Farel sekilas kemudian mengalihkan nya lagi menatap Diva.
"Fab! Lari Fab!" Farel mengubah suaranya dibuat-buat seolah tengah dilanda panik. Selanjutnya ia berlari meninggalkan lelaki yang menatapnya bingung. Seolah sadar Fabian ikut berlari mengikuti Farel yang jejaknya telah hilang berbelok ke sebuah Lorong menuju kantin.
Nafas Fabian tersenggal, begitu juga Farel yang ada disebelahnya. Arsen, Hilman, dan Chocky mengernyit bingung melihat kedatangan dua orang teman nya yang lain.
"Eh? Lo pada kenapa?" Tanya Arsen mewakili kedua teman nya. Kini pandangan mereka jatuh pada kedua orang itu, Fabian dan Farel. Menunggu penjelasan mereka.
Farel dan Fabian duduk, mengisi kursi kosong di antara Arsen, Chocky dan Hilman.
"Tadi lo liat ada guru Rel?" Fabian juga penasaran kenapa Farel menyuruhnya tadi berlari. Wajah panik lelaki mulai terbit. Tamatlah riwayat nya kalau sampai tadi ada guru yang me-ngegeb nya.
"Gak ada siapa-siapa. Gue ngajak lo lari aja. Jogging Fab" Jawab Farel dengan watados nya. Ia menyengir kuda.
Pletak
Farel meringis kesakitan, Sebuah botol minum plastik berhasil mendarat mulus di kepala Farel. Fabian yang melakukan nya.
"Sialan! Gue pikir siapa" Dengus Fabian.
"Lu kayak gak tau aja tingkat kebodohan nya si Farel, Fab" Seru Hilman.
Farel melirik nya tak suka dan berkata, "Kek lu pinter aja anoa!" Yang di balas kekehan dari Hilman.
"Fab, lo udah umumin kan ke anak-anak kalau sekarang latihan?" Fabian menoleh menatap Chocky. Pria itu mengangguk sebagai jawaban.
"Eh! Cari tempat kursus kek yuk! Gue ngerasa bego bener deh sama mtk" Seru Hilman. Sontak Farel, Fabian, Arsen dan Chocky menatap horor ke arahnya.
"Yeh! Gimana lo gak bego mtk, sekarang aja lo cabut pas pelajaran nya" Seru Arsen.
"Ya kan gue cabut ngikutin lo pada" Ucap Hilman memasang wajah memelas yang dihadiahi tatapan jijik teman-teman nya.
"Mau kemana Fab?" Tanya Chocky saat melihat Fabian berdiri dari duduk nya.
"Beli minum" Jawab Fabian Singkat. Ia berjalan ke salah satu gerai dikantin tersebut dan membeli sebotol air mineral. Setelah membayarnya pria itu berlalu pergi.
"Eh! Mau kemana dia?" Arsen yang melihat Fabian pergi bertanya pada teman nya.
"Gak tau" Jawab mereka serempak.
"Dia udah gede ini gak bakal nyasar balik ke sini" Tambah Chocky yang di angguki oleh yang lain.
"Sen!" Panggil Farel, menyenggol lengan Arsen.
"Apa?" Arsen melirik nya.
"Hotspot dong" Arsen mendelik.
"Lo gak modal banget sih Rel! Gue beliin kuota deh. Yang ceban" Hilman dan Chocky terkikik melihat perdebatan kecil teman nya itu.
"Nyalain tuh!" Lanjut Arsen setelah menyalakan fitur hotspot dari handphone nya.
"Asik! Amboy-amboy baik nya abang Arsen" Ucap Farel kegirangan. Ia menyalakan handphone nya dan menyalakan Wi-Fi di sana.
"Giliran gini aja lo baik-baikin Arsen, dasar kadal!" Timpal Chocky.
Farel terkekeh. Lelaki itu melirik Arsen dan berkata, "Lo ganti namanya ya? Yang mana nih?"
"Itu yang paling atas!" Tunjuk Arsen.
Farel kembali menatap layar ponselnya, "Nisa Sabyan's Husband?"
Uhuk...
Hilman yang sedang minum air mendengar perkataan Farel dibuat tersedak. Seorang Arsen, maniac bokep pake nama seperti itu?
***
Riza menepuk pelan paha Diva. Membuat wanita itu menoleh menatap nya, "Gue ke kamar mandi dulu ya" Ucap Riza, wanita itu beranjak dari tempatnya. "Ikut gak lo?" lanjut Riza.
Diva menggeleng, "Enggak deh. Gue disini aja"
"Gue mau ikut!" Seru Zuma, wanita beramput ikal dan panjang itu menyusul Riza. Keduanya pun pergi.
Diva masih terduduk di pinggir lapangan. Materi Atletik yang menjadi bahan pembelajaran olahraga hari ini membuat wanita itu bermandikan keringat. Kaki nya ia luruskan. Pandangan nya menatap lurus kedepan memperhatikan teman kelas nya yang asik bermain Basket atau Voli setelah di berikan waktu bebas oleh guru olahraga nya.
"Aw!" Ringis Diva setelah dirasa ada yang sengaja menyelepetnya. Ia mengedarkan pandangan nya mencari benda yang berhasil membuat pipi nya itu perih.
Gelang karet? Diva mengernyit. Ia mengambil gelang itu dan melihat benda tersebut.
Diva mengusap pipi nya yang perih, gadis itu berdecak mengusap pipinya yang memerah. "Kerjaanya siapa sih? Emang gak perih apa"
Merasa tidak asing dengan benda tersebut ia kembali memeriksa gelang itu. Gelang itu berwarna hitam, terdapat lambang ceklis disana.
Tunggu ini kan gelang nya Fabian, Ucap Diva membatin.
Wanita itu kembali mengedarkan pandangan nya mencari keberadaan Fabian. Tapi tidak ada. Ia menghembuskan nafas kecewa, tapi wanita itu yakin. Ini gelang karet milik kekasihnya itu, karena lelaki itu sering sekali memakainya.
"Sutt! Diva!" Lagi, Diva kembali mengedarkan pandangan nya mencari sumber suara.
"Fabian? Kamu dimana?" Seru Diva.
"Disini Div" Balas Fabian. Tapi Diva masih belum bisa menemukan keberadaan nya.
"Dimana?" Tanya Diva lagi.
"Di hati lo"
Diva mengernyit, ia menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. "Aku ngigau ya?" Tanya Diva pada dirinya sendiri.
Fabian terkekeh melihat tingkah konyol wanita nya itu. Lelaki itu bersembunyi di balik sebuah pilar yang cukup besar. Jarak nya tidak terlalu jauh dari Diva.
"Sut! Diva!" Panggilnya lagi.
"ih udah ah! Serem" Wajah Diva mulai terlihat ketakutan.
Fabian kembali terkekeh. "Disini Div! Lo balik badan, liat ke arah pilar"
Seolah tersihir, gadis itu membalikan badan nya mengarah ke pilar besar yang Fabian maksud.
Dan, munculah Fabian dari balik pilar tersebut dengan sebotol air mineral di tangan nya. Ia menginstruksi Diva untuk mendekat ke arah nya. Diva me-nurut, wanita itu berjalan menghampiri Fabian.
"Fabian! Kamu mah nakutin"
"Nakutin gimana. Lo nya aja yang parnoan"
Diva mendelik tidak suka, "Kamu kok gak di kelas?"
Fabian terkekeh, Diva langsung menatap Fabian tajam. "Kamu bolos ya?" Ucap nya.
"Hehehe. Iya"
"Ck. Kebiasaan. Kamu tuh udah kelas 12 Fab, jangan main-main. Kamu ma-" Diva terdiam seketika saat merasa tangan besar milik Fabian mengusap pipi nya. Diva mengatup erat bibirnya, darah nya berdesir menerima sentuhan lembut dari Fabian.
"Sakit ya?" Fabian dapat melihat pipi gadis itu yang memerah akibat jepretan gelang karet nya.
Diva menggeleng, "Enggak terlalu kok" Kemudian gadis itu tersenyum.
Hati aku jauh lebih sakit Fab, sama sikap kamu yang berubah-ubah. Lanjut Diva dalam hati.
"Oh iya. Ini, gelang kamu kan?" Diva menyerah kan gelang karet tersebut. Fabian menerima nya.
Fabian tersenyum. Lelaki itu juga menyerah kan sebotol air mineral yang sengaja ia beli untuk Diva. "Haus kan? Nih buat lo"
"Hm, m-makasih" Fabian mengangguk.
"Gue balik ya. Lo semangat olahraga nya" Ucap Fabian. Mata tajam pria itu menatap lurus mata Diva. Diva terdiam seolah tersihir dengan tatapan maut nya itu.
Ia mengangguk perlahan. Diva terus memperhatikan Fabian yang mulai melangkah pergi.
Kamu memang sulit untuk di tebak. Kamu sangat pandai membuatku terbang, tapi dengan cepat aku bisa kamu jatuhkan.
TBC
Fabian bikin greget ya. Siapa disini yang jga greget sama sikap labil fabian?