webnovel

Pintu Takdir

Sebuah mimpi membawanya ke dimensi lain, di mana sihir dan pertarungan adalah hal yang wajar di sana. Baginya itu semua adalah hal gila, dengan sebuah tekad dia berusaha mencari cara untuk keluar dari tempat itu. Tapi ada sebuah alasan kenapa dia terjebak dalam dimensi itu dan kenyataan bahwa bukan dia saja yang mengalaminya. Apakah akhirnya mereka bisa kembali ke dunia mereka?

Park_Keyza · Fantasi
Peringkat tidak cukup
20 Chs

Dia Datang Lagi

Keadaan yang hening membuat Damian merasa tenang, walau masih tidak bisa mempercayai keberadaannya di dunia ini. Mereka berada di gua sekarang, tentu saja mereka harus berada di sana di saat malam datang. Bagaimana jika ada monster datang menyerang dan membunuh mereka ketika tidur.

Jelas itu akan sangat menyusahkan, bahkan Damian juga tidak mau hal itu sampai terjadi. Terlihat Damian yang tengah membaca buku dengan tangan yang sibuk memasukkan apel ke mulutnya. Jika di ingat, sepertinya kejadian siang tadi cukup singkat.

Mau di katakan tiba-tiba juga bisa, karena setelah membaca buku bagian sihir tidak tau kenapa tubuhnya langsung bercahaya. Rasanya seperti ada sesuatu yang mengalir dan membuat tubuhnya teras ringan. Lalu setelah itu sebuah pedang muncul dengan warna hitam yang gelap.

Sihirnya berwarna hitam, dan entah kenapa Damian merasa sihirnya sedikit berbeda dengan milik Theo. Damian melirik Theo sebelum kembali membaca bukunya yang menjelaskan soal jenis-jenis sihir. Dia hanya takut jika ternyata dia memiliki sihir yang buruk.

Damian menghela nafas merasakan maniknya yang mulai lelah, sejak siang tadi dia selalu membaca dan tidak peduli akan Theo yang tengah tertidur sekarang. Langit yang gelap dan hanya mengandal sebuah cahaya dari sihir Theo membuat Damian cepat merasa lelah.

"Apa aku tidur saja" Damian menimbang-nimbang, apakah dia harus tidur mengingat di jam segini banyak monster yang berkeliaran.

Dia tidak tidur juga karena Theo yang menyuruhnya berjaga sore tadi, tapi kenapa malah dia di suruh jaga sampai tengah malam. Dia juga butuh istirahat, apalagi dia baru saja mengalami perpindahan dimensi, ah.. Benar juga dia belum menemukan cara untuk bisa bertemu wanita itu.

Jelas wanita itu adalah penyebab dirinya ada di sini dan Damian jelas sangat kesal saat mengetahui hal itu. Tangannya bergerak membalik setiap lenbar buku yang begitu menarik perhatiannya. Manik Damian membulat melihat hal yang baru saja dia baca.

"Tidak ada jalan keluar"

Hanya itu yang tertulis di buku itu tapi mampu membuat tubuh Damian bergetar hebat. Apa-apaan dengan tulisan besar dengan tinta merah itu, kenapa buku yang harusnya berisi informasi tentang dunia ini malah memunculkan sesuatu yang sangat tidak masuk akal.

Damian langsung menjatuhkan bukunya merasakan suhu dingin yang menusuk tubuhnya. Sebenarnya apa yang terjadi, apa alasannya berada di tempat ini. Damian tidak paham akan satu hal itu, dia hanya ingin hidup tenang dan menikmati yang dia miliki di dunianya.

Tapi sekarang dia malah terdampar di dunia aneh yang berisi monster dan sihir. Dia tidak pernah menyayangkan kehidupannya di dunia itu dulu, dia jelas menikmati semuanya dengan baik. Damian menghela nafas panjang dan langsung ikut berbaring membiarkan bukunya terbuka begitu saja.

Maniknya menatap langit-langit gua yang begitu gelap, pikirannya melayang berpikir apakah dia bisa bertahan dia tempat ini. Kehidupan modern yang dia miliki dulu jauh berbeda dari yang sekarang. Di sini dia harus mengandalkan kekuatan sihir dan kecerdasan soal bertarung.

Sungguh sangat berbeda dengan hidupnya yang mengandalkan kecerdasan akan alat digital. Kali ini dia harus hidup dari awal, walau tubuhnya memang masih sama seperti terakhir kali dia berada di dunia modern. Damian kembali menghela nafas dan langsung menutup matanya merasakan kantuk yang menguasai dirinya.

Cukup lama sejak Damian tertidur sebuah cahaya muncul dari buku miliknya. Cahaya terang itu mampu memunculkan seorang gadis cantik dengan rambut biru langit dan manik kuning keemasan. Gadis itu mendekati Damian dengan langkah pelan, sangat pelan sampai tidak ada suara di setiap langkahnya.

"Apakah aku membuatmu marah?"

Gadis itu bertanya tapi pada orang yang tidur, tentu saja dia tidak akan mendapatkan jawaban apa pun.

"Tidak ada cara lain selain membawamu ke sini" lanjut gadis itu mencium bibir Damian dengan lembut.

Gadis itu tersenyum sebelum menghilang bagai sebuah debu "maaf..." hanya itu yang dia katakan sebelum menghilang dan Damian langsung terbangun dari tidurnya.

Dia jelas merasakannya, merasakan sosok gadis itu hadir dalam mimpinya. Apakah itu hanya kebetulan karena dia memikirkan gadis itu atau ini sebuah petanda bahwa gadis itu memanglah orang yang membuatnya berada di dunia ini. Damian mengacak rambutnya dengan raut wajah kesal.

Dia tidak tau apa yang sebenarnya terjadi sampai dia menyentuh tepat di bibirnya, rasanya hangat dan entah kenapa Damian merasa bahwa mimpi tadi adalah kenyataan. Jika benar maka gadis itu menemui dirinya bukan "apa itu benar?" gumam Damian berharap bahwa hal itu nyata.

"Kenapa kau ribut di tengah malam begini. Tidurlah besok kita harus berjalan lagi" ucap Theo menatap Damian dengan wajah khas bangun tidur, terlihat jelas maniknya yang terus berkedip masih merasakan kantuk.

Dan Damian langsung mendengus, kembali berbaring mengabaikan Theo yang mengambil sebuah air untuk minum. Damian masih saja memikirkan wanita itu, dia seperti diberi tau untuk segera menemui wanita itu dan menanyakan semua alasannya berada di tempat ini.

Tapi Damian tidak punya petunjuk selain dirinya yang mengingat jelas bentuk wajah gadis itu. Theo kembali berbaring, bahkan dia langsung tertidur mengabaikan Damian yang masih membuka matanya lebar-lebar. Sebaiknya dia juga tidur, sesuai kata Theo mereka masih harus melanjutkan perjalanan besok.

Pagi kembali datang dengan Theo yang bangun lebih awal, raut wajah segar pria itu membuat Damian menatapnya datar. Dia baru saja bangun setelah Theo kembali dari sungai untuk cuci muka. Rasanya dia tidak nyaman saja bersama orang asing yang baru dia temui kemarin.

Walau dia merasa berterima kasih karena pria itu yang menolong dirinya waktu di danau hari itu. Damian bangkit melihat Theo yang tengah membereskan barang bawaannya. Membahas soal barang bawaan, yang dia bawa saja bahkan hanya satu buku bersampul jingga itu saja.

Entah kenapa dia terlihat begitu miskin untuk tidak bisa memiliki barang bawaan yang lebih baik. Tapi apa boleh buat dia saja masih menggunakan kaos rumah dan celana pendek yang terakhir kali dia gunakan di dunianya.

"Oh.. Apa kau tidak memiliki pakaian yang lebih baik?" tanya Theo menatap Damian yang menatapnya datar.

"Bukankah kau tau jawabannya!"

Theo mendengus dan langsung mengabaikan Damian yang melangkah keluar mencari air. Dengan langkah santai Damian menemukan sebuah sungai yang sepertinya menjadi tempat Theo cuci muka. Tangan Damian bisa merasakan dinginnya air sungai itu tapi dia tidak peduli dan langsung membasuh wajahnya dengan cepat.

"Oi.. Cepat!!" suara teriakan dari Theo membuat Damian kesal tapi dia langsung bangkit sampai dia merasakan sesuatu menariknya masuk ke dalam sungai.