webnovel

Pertaruhan Terakhir

Berlatar disalah satu dunia fantasy, dimana sihir dan kekuatan saling beradu untuk membuktikan siapa yang terbaik. Didunia dimana makhluk makhluk mitologi seperti Naga masihlah ada. Didunia dimana didominasi oleh yang berkuasa. Perang abadi meletus dengan begitu sengitnya. Semua suku berebut mengklaim diri mereka sebagai suku paling berkuasa. Sama seperti namanya, perang itu abadi, tak tahu kapan dimulai dan kapan berakhirnya. Bercerita tentang Mika atau biasa dipanggil M karna ia adalah satu satunya orang dari suku M yang selamat. Ia bukanlah orang yang kuat, ia hanya orang biasa yang sedikit punya kekuatan. Tapi meski begitu ia memiliki otak yang encer. Ia bertahan hidup hanya dengan keterampilannya memanipulasi orang lain dan melarikan diri dari masalah. Tapi selamanya ia tak bisa berlari dari masalah. Ia harus menghadapi masalahnya saat ini. Masalah pribadi yang mempertaruhkan keselamatan seluruh Klan. Seorang pria, dengan tubuh ditutupi jubah hitam datang padanya dan berkata kalau ia akan menghancurkan seluruh Klan itu dalam waktu satu tahun kedepan. Tapi ia menawari M bergabung kedalam permainannya, menjadi musuhnya. Bukan menawari, dia mengancam M dengan membawa bawa teman dan adik perempuannya. Syaratnya mudah. Hentikan dia dengan kemampuan berpikir dan manipulasi M, kalau M menang maka perang abadi ini juga akan berakhir. Tapi kalau M kalah maka ia akan kehilangan segalanya. Bisakah M mengalahkan pria itu dengan manipulasinya? Bisakah ia melindungi dua wanita yang berada dalam hatinya?

jalonis446 · Fantasi
Peringkat tidak cukup
10 Chs

Bangun dari Koma

Disenbuah kamar di salah satu rumah persembunyian M. Kini M sedang terbaring dengan mata tertutup rapat. Ia sama sekali tak bergerak. Sedangkan disampingnya, ada seorang gadis berusia sebelas tahun yang sedang menunggu M bangun dengan muka lelah dicampur khawatir dan cemas. Sudah lama ia menunggu M bangun, tapi M sama sekali belum menunjukan tanda tanda kalau ia akan membuka mata.

"Kak," guamaman gadis itu hinggap ditelinga M yang kini sedang terbaring diranjang dengan mata yang tertutup rapat.

"Kakak, cepat bangun." suara itu kembali terdengar, suaranya terdengar lirih dan sedih. Suara itu terus saja berusaha membangunkan M dari tidur panjangnya. Tapi tentu saja tak ada jawaban. Bahkan gerakan respon sedikitpun tak keluar.

Tiba tiba pintu ruangan yang seharusnya tertutup kini terbuka lebar. Seorang gadis berkaca mata berusia lima belas tahun masuk kedalam ruangan sambil membawa sebuah botol ditangannya.

"Apakah dia sudah bangun?" kini suara lain terdengar. Masih suara wanita tentu saja. Dia terdengar khawatir. Tangannya bergerak cemas, matanya menatap M yang terbaring dengan kekhawatiran tiada tara.

"Sama sekali tak ada yang berubah," gadis yang dari tadi menunggu itu menghela napas lelah. Ia meletakkan kepala dikasur. "Sebenarnya siapa yang saat itu Kakak lawan hingga Kakak menghabiskan energinya sebanyak ini..."

Akhgg... Gadis itu memegang kepalanya frustasi karna orang yang kini berada dihadapannya tak kunjung bangun jua. Seketika terlintas ide konyol di benaknya. "Apa ku siram dengan air mendidih saja yah?" gumam gadis itu sambil menatap Kakaknya yang menutup mata seperti sedang tidur saja.

El, alias gadis yang satunya tentu saja langsung memasang muka kaget mendengar perkataan adik M itu. "Z, kau tak serius dengan perkataanmu kan? Kulitnya bisa melepuh kalau kau melakukan itu."

"Biarkan saja, itu salahnya sendiri karna membuat adiknya menunggu lama dan khawatir begini."

Ya, dialah adik perempuan M. Namanya Z. Ia dari tadi sudah menunggu kakaknya untuk bangun.

"A-anu.... Z. Aku sebenarnya punya obat untuk menyembuhkan kakakmu" kata El itu pelan. "Kita harus memberikannya atau dia akan mati karna terus terusan koma."

Z tentu saja langsung memasang raut muka senang. Akhirnya ada cara untuk membangunkan kakaknya. Tapi itu sepertinya bukan berita bagus karna El sendiri bermuram durja. "Tapi aku tak tahu persis takarannya. Papa memberiku obat ini, tapi dia tak menjelaskan padaku bagaimana cara menggunakannya." El menyerahkan botol ditangannya ke Z yang sudah menunggunya. Z menerimanya dengan senang hati dan segera membuka tutup botol.

Sebenarnya masalah takaran dan cara menggunakan obat itu adalah masalah serius. Bisa saja penggunaan obat dalam dosis dan cara yang salah malah berujung kematian. Jadi dengan terpaksa Z mencobanya dulu.

Z meneteskan satu tetes ke dalam mulutnya. Lalu dia menutup mata, mencoba merasakan adakah bahaya jika ia mengonsumsinya. El menatapnya cemas. Ia khawatir akan adanya efek samping yang mungkin dirasakan Z.

"Kurasa tak ada masalah dengan obatnya," gumam Z setelah beberapa saat. Ia menatap botol itu dengan tatapan gembira. Langsung saja dia membuka mulut M sedikit dan memiringkan badannya. Kini Z menompang kepala M agar air bisa mengalir kedalam perutnya.

Cuuurr.....

Tanpa percobaan lagi Z langsung menumpahkan seluruh isi botol kecil itu pada Kakaknya. Z menggigit bibir khawatir, ia cemas mungkin kakaknya tak akan bangun.

Begitu juga dengan El. Dia berdiri dalam jarak aman, seolah ia berusaha mengantisipasi apa yang terjadi.

"Sembuhlah, Mika. Adikmu sedang mengkhawatirkanmu." gumam El berharap. Obat itu harusnya bisa membuat M membuka kembali matanya.

Tapi lima menit, tak ada hal istimewa yang terjadi. M masih terbaring tanpa suara. Matanya juga sama sekali tak membuka. Z menggigit bibirnya lebih keras lagi. Ayolah... Ayolah, padahal aku sudah memberikan obat, itulah pikirnya.

Sementara itu El juga tak kalah cemas.

Sepuluh menit berlalu, tak ada perubahan. Z sudah pesimis dulu, ia menghela napas lelah. Mungkin saja obat ini tak bekerja.

"Obatnya... " belum sempat Z mengatakan pendapatnya, El langsung menyangkal. "Obat itu diberikan langsung oleh Papa. Mana mungkin tak bekerja."

El tak mau menerima kenyataan. Z hanya bisa menghela napas prihatin

Setengah jam berlalu tanpa perubahan apa apa. Z sudah lama menyerah. El juga akhirnya tak kuat dan menyerah, obatnya tak bekerja.

Tubuh El melorot jatuh ketanah. Obat dari Papa sudah dicobanya, kalau itu juga tak berhasil, kami harus menggunakan obat dari siapa lagi? Itulah pikiran yang melintas dikepalanya. Dua bulan terakhir Z sudah berkeliling klan untuk mencari obat untuk Kakaknya yang koma. Tapi tak satupun dari obat yang didapatkannya dapat membangunkan kembali M.

Ah... Apakah ini akhirnya. Apakah didunia yang kejam ini, hanya tersisa dirinya dan Z?

El larut dalam pusaran keputus asaan.

Tapi saat saat El putus asa lah, keajaiban mulai terjadi.

Mata M berdenyut pelan, jari telunjuknya juga perlahan bergetar. Z yang melihat hal itu langsung memasang muka keget. "El, cepat lihat kemari!! Kakak mulai kembali bergerak!"

El yang mendengar hal itu langsung memghapus air mata dipeluk matanya yang hampir tumpah dan berdiri dengan cepat. Ia berlari menghampiri kasur dimana M berbaring.

"Kakak, cepat buka matamu!!" Z berseru keras, berharap suaranya bisa didengar Kakanya yang tidur dihadapannya.

"Ayo, Mika. Kau pasti bisa mengalahkan racun racun itu!" El juga berkata tak kalah semangat.

M perlahan membuka mata. Z dan El tentu saja menahan napas tak percaya. Hening menggantung sesaat, baik Z maupun El sama sekali tak bisa berkata kata.

"Kakak!!!" seru Z keras dengan air mata yang menggenang dimatanya. Akhirnya suaranya keluar juga. Z memeluk tubuh Kakaknya erat erat saking cemasnya. "Akhirnya Kakak bangun juga..." katanya lega dipelukan M yang masih linglung tak tahu apa yang terjadi.

Tapi M sepertinya bisa langsung tahu situasinya saat melihat kedua gadis dihadapannya yang berlinang air mata. M segera balas memeluk adiknya, selama ini adiknya pasti sudah sangat mencemaskan dirinya. Benar saja, tubuh Z sedikit gemetar dipelukan Kakaknya, isak tangis masih saja terdengar dari mulutnya.

"Berhentilah menangis. Memangnya kenapa kau harus menangis seperti ini? Lagi pula aku juga tak mati," ucapan itulah yang pertama keluar dari mulut M. Mungkin ia bermaksud menenangkan adiknya, tapi itu malah berefek sebaliknya.

"Kakak jahat! Jangan mengatakan hal mengerikan seperti itu setelah bangun dari koma!" tentu saja Z langsung melepaskan pelukan kakaknya. Dia menatap kakaknya dengan mata emasnya yang bersinar seperti kucing.

"Padahal aku sangat mengkhawatirkan kakak, tapi apa ini yang kakak katakan setelah adiknya menunggu sekian lama?!" Z nampak sangat sangat marah sekarang.

Tapi M sepertinya sama sekali tak peduli. Toh nanti juga amarah adiknya reda sendiri. Yang dipedulikannya sekarang adalah...

Seorang gadis muda berusia lima belas tahun sekarang sedang menatap M yang baru saja sadar dari komanya dengan senyum haru. Tentu saja air mata sudah menggenang dimatanya. Siapa lagi orangnya kalau bukan El. El menangis senang karna temannya akhirnya sadar juga.

"El, maaf telah membuatmu cemas," kata M pada El yang sudah berdiri disamping ranjang. El hanya bisa membalasnya dengan senyuman. "Apa apaan sih," ia tersenyum senang.

"Tunggu, Kakak," tapi tiba tiba suasana langsung rusak karna adik dihadapannya ini. "Apa apaan ini, kau hanya meminta maaf pada El? Lalu bagaimana dengan diriku? Aku juga sangat mencemaskanmu!" dia berkata kesal.

M mengangguk, ia lalu menepuk rambut putih adiknya pelan. "Aku takkan meminta maaf padamu. Kalau kau benar benar mengkhawatirkanku, seharusnya tak pernah terbesit sekalipun dipikiranmu untuk menyiramku dengan air panas," kata M pada Z yang berada dihadapannya.

"Ah, ketahuan." gumam Z dengan senyum polos dan muka tanpa dosa. Untunglah M bukan orang yang akan memukul orang lain hanya karna kesal, kalau tidak Z pasti sudah babak belur terkena pukulan M.

M menghela napas. Seluruh tubuhnya sakit, ia tak bisa menggerakannya dengan bebas. Bahkan setelah pertarungan sengit itu, tubuh M rupanya belum sembuh juga.

"Mika, jangan banyak bergerak dulu." kata El cemas saat melihat M yang hendak bangun dari ranjang tempatnya tidur.

"Ya, Kakak sebaiknya istirahat lagi saja!" perintah adiknya, Z.

"A-aku harus bangun. Aku harus tahu peristiwa apa yang terjadi akhir akhir ini." gumam M sambil memaksakan diri meninggalkan tempat tidur.

Tapi tiba tiba ia jatuh kelantai karna kehilangan kesembangan dan saking lemasnya tubuhnya.

"Kakak!" "Mika!" Z dan El berseru bersamaan.

M memegang kepalanya kesakitan. Ia merasa kepalanya seolah mau pecah.

Disituasi itu, ia kembali mengingat pertempurannya dengan pria misterius itu.

Waktu satu tahun untuk menyelamatkan dunia ini.