webnovel

Pernikahan yang Ku Sesali

Lydia Minora Tan adalah seorang wanita muda cantik dan sukses, di usia 25 tahun dia sudah mendapat berbagai gelar mentereng seperti B.A, MBA, PhD. Diusia 16 tahun dia sudah lulus SMA karena 2 kali ikut program kelas akselerasi di SMP dan SMA. Sebagai anak orang terkaya di daerah Jogja, dia juga mewarisi banyak perusahaan dari ayahnya. Prestasi cemerlang di pendidikan berbanding terbalik dengan kehidupan percintaannya. Lydia sama sekali belum pernah pacaran. Sebagai penganut kristiani yang sangat ketat dan taat, keluarganya tidak memperbolehkan ia berpacaran karena takut terjerumus ke dalam dosa. Lydia yang baru berusia 25 tahun sudah menjabat sebagai direktur utama di salah satu anak perusahaan milik keluarganya. Sebagai keluarga kaya dan terhormat, Hariyanto Tan, ayah Lidya, sangat menjaga citra keluarganya. Sehingga diusia 25 tahun, merupakan usia wajib sudah menikah bagi wanita di keluarga Tan. Begitupun dengan Lydia, dia pun diharuskan menikah dengan laki-laki pilihan keluarganya apabila ingin mendapat jatah warisan keluarga. Sebagai anak satu-satunya di keluarga Hariyanto Tan, mau tidak mau mengikuti perintah ayahnya untuk menikah dengan Ardi, anak angkat dari William Wongso. Walaupun Ardi hanya anak angkat, tetapi William sangat sayang kepada Ardi, itu dikarenakan Ardi adalah anak dari adik perempuan Wiliam yang meninggal bersama suami dan anak bungsunya karena pesawat yang ditumpangi mengalami kecelakaan. Selain itu William yang juga ditinggal meninggal oleh istri dan anak perempuan semata wayangnya akibat tersapu tsunami saat liburan di Puket tahun 2004 membuat Ardi menjadi satu-satunya ahli waris William apabila dia meninggal. Namun Ardi yang dari luar terlihat sempurna sebagai seorang dokter yang baik dan penuh perhatian rupanya aslinya adalah seorang playboy kelas kakap dan egois. Setelah 2 tahun menikah dan dikaruniai seorang anak perempuan yang cantik jelita, sifat Ardi yang sebenarnya mulai muncul Apakah yang akan dilakukan Lydia? Apakah akan mempertahankan pernikahannya demi nama baik keluarga atau bercerai dengan Ardi?

Aprock410 · perkotaan
Peringkat tidak cukup
14 Chs

Bertemu untuk Berpisah

Aku berjalan- jalan mengelilingi Semarang bersama Budi, pacarku. Hanya butuh 5 hari kami bersama sudah membuatku yakin kalau Budi adalah orang yang tepat untukku. Walau sebenarnya secara tidak langsung aku sudah dijodohkan dengan Ardi, namun sejak aku mendengar orangtuaku tidak terlalu memaksakanku harus memilih Ardi membuat keberanianku untuk membawa hubungan kami berdua ketingkat selanjutnya.

Setelah puas menikmati suasana baru di Semarang, aku dan Budi pergi ke simpang lima. Disana kami makan nasi liwet di warung lesehan yang berada di tepi trotoar. Walau sederhana dan sangat merakyat, tapi tidak mengurangi romantisme kita berdua, apalagi sejak resmi menjadi pacarku, Budi begitu memanjakanku, bahkan ia menyuapiku saat kami makan di lesehan kaki lima itu.

Setelah menikmati lezatnya makanan di Kota Semarang, aku dan Budi memutuskan untuk kembali di hotel tempat kami menginap untuk beristirahat. Walau memang memilih kamar terpisah, tapi aku sengaja memilih kamar yang bersebelahan dan terkoneksi dengan connecting door. Sehingga setelah selesai membersihkan diri dan beberes pakaian kami masih bisa bercengkrama bersama di satu kamar yang sama, hingga setelah kami mengantuk baru kami kembali ke kamar masing- masing dengan tetap membiarkan connecting door antar kamar kami terbuka.

‐-------

Pagi itu aku dibangunkan oleh Budi dengan penuh kelembutan, dia membangunkanku dengan mengelus-elus rambutku, setelah aku sadar penuh, kami berdua pergi ke restauran hotel untuk sarapan pagi berdua. Lepas menikmati sarapan pagi, kami berkeliling Pandanaran untuk membeli beberapa kotak wingko sebagai oleh- oleh dari Budi untuk teman- temannya di London.

Setelah selesai membeli oleh- oleh kami pergi ke daerah Tawang mas ke tempat makan yang agak jauh dari pusat kota, yaitu restoran Kampung Laut. Perjalanan menuju rumah makan seluas sekitar 2 hektar yang katanya merupakan restoran seafood terbesar di Semarang ini membutuhkan waktu sekitar 20 menit.

Sesampainya disana kami disambut pemandangan jembatan kayu panjang dilengkapi lampu-lampu kecil di tiap sudutnya yang begitu indah untuk masuk ke area restaurannya. Sekilas, Kampung laut seperti rumah makan terapung di atas danau, walau sebenarnya, Kampung Laut berada di air payau.

Aku dan Budi memilih duduk di Gazebo beratapkan jerami yang agak menjorok ke tengah danau sehingga bisa menikmati suasana air payau dan semilir angin sepoi- sepoi. Setelah memilih menu untuk kami nikmati aku duduk bersandar di bahu Budi sembari menunggu menu kami datang.

"Sayang.."

"Dalem sayangku.."jawab Budi dengan bahasa jawa halus.

"Kalau kita nanti akhirnya menikah.. Kalau disuruh memilih punya rumah di tepi pantai atau di pegunungan, kamu memilih dimana?"

"Aku memilih.. di Pantai.." jawab Budi

"Kenapa?" tanyaku sembari mengelus- elus tangannya yang merangkul badanku yang masih bersandar di bahunya.

"Karena dari kecil aku tinggal di dekat pantai, sehingga sudah familiar dengan gaya hidup di pantai. Kalau kamu?"

"Kalau aku terserah dimana saja yang penting bersama kamu.."

"Hahaha.. Kamu curang.." tawanya mendengar jawabanku.

"Biarin.. Kalau kita punya anak, kamu pingin kita punya anak berapa?"

"Aku pingin punya anak dua, satu laki-laki biar ngejagain ibunya, dan satu perempuan biar kecantikan ibunya yang seperti bidadari bisa tetap menyinari dunia saat kita berdua dipanggil Yang Maha Kuasa" ujarnya sembari memberi alasan.

"Aku setuju.. Sebagai anak tunggal aku merasa kesepian, kalau berdua dan punya saudara pasti lebih seru" ucapku menyetujui jawaban Budi.

Kami lalu melanjutkan berbincang- bincang santai mengenai pemandangan di Kampung Laut, setelah 15 menit berlalu, menu yang kami pesan telah selesai diolah serta disajikan diatas meja gazebo. Kami makan dengan lahap sajian seafood beraneka ragam yang kami pesan. Setelah selesai menikmati semua sajian hingga perut kami penuh, kami melanjutkan kegiatan bermesra- mesraan kami sebagai sepasang kekasih baru. Hingga jam menunjukan pukul 2 siang dimana kami harus segera kembali ke hotel untuk berbenah karena Budi akan berangkat ke Jakarta menggunakan pesawat yang akan terbang pukul setengah sembilan malam.

Sesampai di hotel, Budi membantu membereskan barang bawaanku, setelah itu dia pergi ke kamarnya untuk membereskan sendiri barang bawaannya ke dalam koper sedangkan aku pergi mandi. Setelah selesai mandi aku dan Budi segera checkout lalu pukul setengah tujuh malam kami pergi ke Bandara setelah Budi selesai melaksanakan ibadah magrib di mushola hotel.

‐-------

Di Bandara Ahmad Yani aku menemani Budi yang baru resmi menjadi pacarku hingga ke pintu masuk keberangkatan, sedih rasanya aku harus berpisah dengannya karena aku baru merasakan sangat singkat sekali menikmati indahnya berpacaran tetapi sudah harus berpisah jarak dan waktu. Sepertinya Budi juga merasakan hal yang sama.. Kami saling bertatapan hampir 10 menit lamanya tanpa ada sedikit kata terucap dari bibir kami. Tiba- tiba Budi memelukku, dan airmata yang sedari tadi aku tahan sejak perjalanan tidak dapat kubendung lagi, pecah sudah tangisku.

"Huu.. Uuu.. Uuu.. Kamu jangan pergi.. Aku.. Sayang kamu.. Huuu.. Uuu.. Uuuu.." tangisku memohon Budi membatalkan niatnya untuk kembali ke London. Budi hanya terus memelukku makin erat membiarkan aku larut dalam momen kesedihanku ini. Tidak ada satu katapun terucap dari bibirnya, namun peluknya yang hangat membuatku tidak ingin pergi dari momen indah penuh cinta kasih ini.

"Aku pergi takkan lama sayangku.. Aku janji pasti akan kembali selama kamu tetap menanti" bisik Budi pada ku sembari tetap memelukku.

"Janji ya.. Selama kamu disana kabari aku selalu.. Aku akan menunggu kamu disini" ujarku setelah mulai mereda tangisku.

"Iya sayang.. Aku akan selalu kabari.. Kamu cinta pertama sekaligus terakhirku.. Aku akan setia padamu.."

"Bener ya.. Janji ya.."

"Iya.. Insya Allah aku akan selalu mencintaimu dengan ridha Allah" ujarnya.

Setelah hampir setengah jam kami berpelukan akhirnya aku mulai bisa merelakan kekasihku itu untuk pergi menuntut ilmu demi masa depan yang lebih baik. Aku mengantarnya hingga masuk ke pintu bandara keberangkatan, berdiri didepan pintu itu hingga sosok bayangannya hilang benar- benar dari pandangan mataku.