webnovel

Pernikahan Yang Dirindukan

Dua Hari sebelum acara lamaran, calon suaminya membawakan selembar undangan pernikahan yang membuatnya mencicipi neraka cinta yang paling mengerikan. "Apa maksudmu? " Tanya Liana Putri dengan mata yang mulai berkaca-kaca menahan air matanya. "Maaf karena aku akan menikah dengan perempuan lain." Jawab Danu Prayoga tanpa rasa bersalah. Seketika itu dunia Lia terasa runtuh. Hatinya remuk bercampur rasa malu yang luar biasa. Bagaimana dia harus menjelaskan semuanya pada keluarga besarnya. ...... Setelah sakitnya di khianati, Lia pindah kerja, tanpa sengaja ia bertemu dengan keponakan dari salah satu Direktur Utama rumah sakit terkenal di pusat kota tempat mantan calon suami nya bekerja. Lelaki itu sangat dingin dan mendomisi. Tapi, ia memiliki hati yang hangat. Namanya adalah Marvin Alexder. Akankah Lia bisa menyembuhkan lukanya? Temukan kisahnya dengan membaca bab setiap bab di novel ini!

Linayanti · perkotaan
Peringkat tidak cukup
258 Chs

Surat Undangan.

Siang itu cuaca sangat panas. Liana baru segera memarkir motornya di garasi rumahnya.

"Lia... Kenapa kamu lama sekali pulangnya? " Tanya Ibu ketika Lia akan masuk ke dalam rumah.

"Memang nya ada apa? " Tanya Lia balik tanpa menjawab pertanyaan Ibu dengan ekspresi penasaran.

"Di ruang tamu ada Danu yang sedari tadi menunggumu." Jawab Ibu.

Mendengar nama Danu, Lia tidak bisa menahan senyumannya karena Danu adalah calon suami yang sangat ia cintai.

Lia dan Danu sudah berpacaran selama lima tahun. Dan mereka sudah merencanakan untuk menikah. Tapi, Lia bingung kenapa Danu tiba-tiba datang padahal Danu sudah berjanji akan datang dua hari lagi bersama keluarganya untuk melamar.

"Cie cie... Yang kesayangannya datang. " Ejek Ibu sambil mencubit bahu Lia.

Tentu saja Lia merasa malu di ejek sama Ibunya. Akan tetapi ia sangat bahagia.

Tanpa menyatakan apapun, Lia bergegas masuk ke dalam rumah dengan senyum yang lebar.

Ruang Tamu.

"Kak Danu..." Ucap Lia setelah ia berada di ruang tamu.

Danu pun langsung menoleh kearah Lia dengan ekspresi yang rumit.

Lia pun merasakan ada yang aneh dengan ekspresi Danu yang tidak seperti biasanya.

"Kamu baru pulang? " Tanya Danu dengan salah tingkah.

"Iya. Tadi ada rapat makanya pulang kesiangan. Kakak kenapa tidak telpon kalau mau datang? "Lia duduk di sofa seberang tempat duduk Danu.

Danu tampak ragu sehingga ia mulai diam.

" Kakak kenapa diam? Apa ada masalah dengan hari lamaran kita? " Tanya Lia dengan heran.

Danu masih diam dan terlihat bingung. Lia pun ikut diam karena ia tidak tahu harus berkata apa lagi. Seketika itu perasaanya mulai tidak enak.

Tidak lama kemudian, Danu menatap Lia dengan tatapan yang rumit. Setelah itu Danu menjulurkan selembar undangan lalu meletakkannya di meja depan Lia.

'Ada apa ini? Kenapa perasaanku menjadi tidak enak? ' Batin Lia.

Dengan tangan gemetar, Lia mengambil kertas cantik itu dari meja.

"Surat undangan? " Tanya Lia sebelum ia membaca keseluruhan isi dari surat undangan itu.

"Iya. " Jawab Danu dengan gugup.

"Apakah kak Danu mau aku temani ke pesta pernikahan teman kakak? Makanya undangan ini kakak kasih ke saya? " Tanya Lia lagi.

"Baca dulu Lia! " Pinta Danu.

Dengan ragu, Lia pun membuka dan membaca surat undangan itu.Tertulis nama Danu Prayoga dan Ratna.

Dengan raut wajah menyedihkan Lia menatap ke arah Danu.

Tubuhnya gemetaran, wajahnya pucat.

"Kenapa di undangan ini tertulis nama kak Danu?" tanya Lia dengan suara gugup.

" Terus Ratna ini siapa? "Tanya Lia lagi.

"Datang aja Lia, nanti kamu juga akan tahu! " Pinta Danu.

Lia masih syok dengan permintaan Danu. Rasanya seperti mimpi, tidak ada ujan tidak ada angin tiba-tiba mendapat kabar buruk. Lamaran yang tinggal 2 hari lagi kini menjadi sebuah cerita.

Dengan raut wajah yang memancarkan kesedihan. Lia masih belum bisa menerima kenyataan, kalau dirinya di permainkan seperti ini.

"Kenapa kk Danu tega berbuat seperti ini sama Lia? Mau ditaruh dimana muka Lia kak? " Tanya Lia sambil menangis memegang lengan baju Danu.

Lia yang tak berdaya berusaha meyakinkan Danu. Kalau dia akan menjadi istri yang setia dan penurut.

Tapi semua usaha Lia sia-sia tidak ada gunanya. Danu yang tidak tega melihat Lia terus-terusan menangis dan mengemis kepada dirinya akhirnya mengalihkan pandangannya dan berniat untuk pergi.

"Kalau begitu saya permisi dulu Lia". Ucap Danu dengan raut wajah merasa bersalah.

Danu akhirnya terbangun dari tempat duduknya lalu keluar dan pergi meninggalkan Lia begitu saja.

Lia masih syok melihat surat undangan yang di antar Danu tadi. Wajah Lia menjadi pucat, air mata Lia terus mengalir tidak berhenti-hentinya membasahi pipi Lia.

"Kok cepat sekali nak Danu pulang?" Tanya Ibu yang baru saja datang sambil membawa minuman dan cemilan.

" Ya bu, Kak Danu kesini hanya mengantarkan Lia undangan saja kok" Jawab Lia sambil menyodorkan undangan itu kepada ibunya.

Ibu Lia yang belum tahu permasalahan anaknya kebingungan kenapa ada air mata diwajah anaknya.

Akhirnya Ibu Lia mengambil undangan itu lalu dengan pelan Ibu Lia membuka undangan itu. Seketika itu ia jatuh pingsan karena kaget.

"Ibu .... Ibu ... bangun bu! " Teriak Lia dengan histeris.

" Tolong .... tolong!" Lia berteriak minta tolong.

Akhirnya Lia membawa ibunya Ke R. S untuk di rawat. Karena Lia takut terjadi apa-apa pada ibunya.

Lia semakin merasa bersedih, air mata Lia seperti hujan tidak ada henti-hentinya menetes.

Lia merasa bersalah kepada ibunya.

Beberapa jam kemudian dokter Keluar. Lia yang duduk di kursi langsung terbangun menanyakan kabar ibunya dengan wajah panik.

Dengan ekspresi sedih dokter itu memberitahu tentang keadaan ibunya "Kamu yang sabar ya, nyawa ibu kamu tidak biasa tertolong" Kata dokter itu sambil memegang pundak Lia.

Lia gemeteran duduk tergeletak dibawah. Air mata Lia semakin mengalir seperti badai. Wajah Lia memerah bagaikan ada kobaran api didalam pipinya, seperti menyimpan dendam kepada Danu.

'Ini semua karena kamu Danu, kamu yang sudah menghancurkan hidup aku dan kamu juga yang sudah membuat kematian ibu ku. Kamu harus membayar semuanya Danu'. Batin Lia.

"Mungkin kalau Lia tidak memberikan ibu undangan itu, Ibu tidak jatuh pingsan dan tidak akan pergi meninggalkan Lia sekarang" Kata Lia sambil menangis memeluk jenazah ibunya.

Lia yang hidup sebatang kara tanpa seorang ibu dan bapak. Kini hanya meratapi nasib, bagaiman Lia melanjutkan kehidupan kedepannya.

Lengkap sudah penderitaan yang dialami Lia. Belum sembuh Luka yang dialami tentang gagalnya Lamarannya dengan Danu.Sekarang dia harus menerima kenyataan kehilangan Ibunya.