webnovel

Pria Gila!

Setelah kepergian mama dan papa Kevin dari ruangan, dua insan berbeda jenis yang sedang duduk berhadapan di sofa itu hanya diam tanpa mengatakan apapun. Hingga Mila terpaksa untuk membuka suaranya lebih dulu.

"Saya bersedia menjadi istri Bapak." Hanya itu yang bisa Mila katakan, karena dia tidak tahu bagaimana cara memulai pembicaraan ini.

"Iya saya tahu, tadi kan kamu sudah bilang." Begitu juga dengan Kevin, hanya itu balasan atas perkataan Mila sebelumnya. Membuat Mila menatap pria di depannya dengan heran.

"Bapak tidak ingin menanyakan alasan kenapa saya menerima tawaran itu?"

Kevin menggelengkan kepala. "Sudah jelas jawabannya kamu melakukan itu untuk mama kamu 'kan? Jadi kenapa saya harus bertanya lagi?" ujarnya, kali ini terdengar nada kesal dalam perkataannya.

"Bapak kesal sama saya?" tanya Mila pada akhirnya.

"Tentu saja!" Kevin menjawabnya dengan mantap, seakan dia sudah menunggu momen itu sedari tadi.

"Kenapa?"

"Saya yang harusnya menanyakan itu. Kenapa kamu selalu asal menerobos masuk ke ruangan saya? Ini sudah terjadi dua kali. Apa kamu nggak bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk?"

Mila segera mendengkus setelahnya. "Jadi, Bapak kesal sama saya cuma karena itu?"

"Cuma kamu bilang? Ini masalah serius, Mila. Dan lihat apa yang terjadi sekarang! Karena sikap ceroboh kamu itu, orang tua saya jadi mengira kalau saya sudah melamar kamu."

"Masalahnya apa, Pak? Kita juga tetap akan menikah."

Kevin mendecakkan lidah melihat sikap santai Mila, berbeda sekali dengan sikapnya yang terlihat begitu tegas saat menolak tawarannya kemarin.

"Hanya pernikahan kontrak ya! Jangan lupakan itu," tegas Kevin, menekankan setiap kata dalam kalimatnya.

"Iya iya. Lalu sekarang bagaimana?"

Kevin mengernyitkan dahi. "Bagaimana apanya?"

"Apa tidak ada surat perjanjian dalam pernikahan kontrak ini?" Mila hampir saja kehilangan kesabaran saat menghadapi calon atasannya itu. Kelihatannya saja pria itu tampan, keren dan juga cool, tetapi nyatanya juga menyebalkan.

Dasar!

"Soal perjanjian itu, saya akan segera buat kontraknya. Jadi kamu bisa datang lagi besok."

Mila mengerutkan dahi. "Kok besok, Pak? Apa tidak bisa kita melakukannya sekarang?"

"Kenapa memang?" tanya Kevin, sedikit penasaran karena Mila terlihat terburu-buru menanggapinya.

Bukankah seharusnya dia bersikap hati-hati dalam hal ini? Karena bagaimanapun, setelah ini gadis itu harus menikah dengannya, meski hanya pernikahan kontrak.

"Ya tidak apa-apa Pak, hanya saja ..." Mila menggantungkan ucapan, ragu untuk mengatakannya.

"Kondisi kesehatan mama kamu menurun?" tebak Kevin tepat sasaran.

Dia tahu Mila tidak mungkin akan menerima tawarannya begitu saja tanpa alasan.

Atas pertanyaan Kevin sebelumnya, Mila mengangguk. "Mama saya sedang dirawat di rumah sakit, Pak. Kata dokter, mama harus segera dioperasi sebelum keadaannya semakin memburuk."

"Soal itu, kamu nggak perlu khawatir. Saya akan mengurus semua secepatnya. Kamu hanya cukup mengikuti perkataan saya," ada jeda sejenak dalam perkataan Kevin, setelah menghela napas, Kevin melanjutkan, "Besok, kamu datang lagi kemari, dan kita akan sepakati perjanjiannya. Saya harus pergi sekarang karena ada meeting penting setelah ini."

"Baik Pak, saya akan datang lagi besok." Setelah mengatakan itu, Mila bangkit dari duduknya kemudian beranjak melangkahkan kaki keluar dari ruangan Kevin sebelum pria itu kembali memanggilnya.

"Mila."

Mila berbalik saat Kevin memanggil namanya, dan dia bisa melihat bahwa Kevin tengah tersenyum padanya saat ini.

Dan senyuman itu ...

... sangat manis.

Mila mengakuinya.

"Jangan khawatir. Mama kamu pasti akan baik-baik saja," ujarnya, membuat Mila mengangguk dengan memberikan senyum yang sama.

Lalu dia segera memegang gagang pintu ruangan Kevin, dan melangkah keluar dari sana.

***

Setelah dari kantor Kevin, Mila kembali ke rumah sakit. Dia berjalan menuju ruang IGD, tempat ibunya dirawat, karena Mila masih belum bisa membayar kamar perawatan untuk ibunya.

Namun, saat dia tidak bisa menemukan keberadaan ibunya, Mila menjadi panik. Takut terjadi sesuatu pada ibunya saat dia pergi tadi.

"Maaf Suster, mama saya ada di mana, ya? Kenapa tidak ada di sini?" tanyanya pada perawat yang bertugas di IGD.

Perawat itu membuka berkas di depannya. "Pasien atas nama Nyonya Daisy Isabella?" Mila mengangguk mengiyakan.

"Di sini tertulis bahwa Nyonya Daisy sudah dipindahkan ke ruang perawatan."

Mila terkejut mendengarnya. "Loh saya kan belum membayar biaya ruang rawat mama saya, Suster. Coba diperiksa lagi, mungkin Suster salah membaca informasinya."

Tetapi suster itu justru menggeleng. "Tidak ada yang salah. Nyonya Daisy dipindahkan ke ruang VVIP no.3 setengah jam yang lalu. Dan orang yang membayarnya atas nama Tuan Ralph Kevin Arsenio. Coba lihat, ini seluruh rincian biaya perawatan mama kamu sampai dua pekan ke depan termasuk biaya operasinya. Semua sudah dibayar lunas."

Mila tertegun di tempat saat membaca bukti pembayaran biaya rumah sakit ibunya yang tertulis sebesar 850 juta sekian, hampir mencapai satu miliar.

Semahal itu? Ini gila!

"Ya Tuhan, pria ini benar-benar! Siapa yang menyuruhnya memindahkan mama ke ruang VVIP? Dasar tukang pamer! Dia pikir karena dia kaya lalu bisa seenaknya begini huh? Lihat saja besok, aku pasti akan memberi dia pelajaran!" omel Mila, dengan napasnya yang memburu karena kesal. Membuat suster yang di depannya sampai bergidik ngeri melihatnya.

"Dimana letak ruang VVIP-nya, Suster?"

"Ruangannya ada di lantai paling atas. Kamu bisa naik lift yang ada di ujung sana," ujar suster itu seraya menunjuk arah yang dimaksudkan.

"Terima kasih, Suster." Setelah itu Mila segera berjalan untuk menuju ruangan di mana ibunya dirawat.

***

"Dasar pria gila!" Mila mengumpat Kevin tanpa sengaja. Jika kalian ingin tahu alasannya, maka akan Mila beri tahu.

Saat pertama kali Mila membuka pintu ruangan ibunya, bukan ranjang rumah sakit yang dia temukan. Tetapi pemandangan meja makan dan juga ruang tamu yang menjadi satu. Setelah dia masuk ke dalam, dia baru menemukan ranjang rumah sakit ibunya. Terletak di salah satu ruangan yang berbeda dengan sekat pintu yang bisa digeser dengan sendirinya.

Ruangan ini lebih pantas disebut kamar hotel daripada kamar rumah sakit.

"Mila, kamu sudah datang, Nak?"

"Mama." Mila segera melangkah mendekati ranjang ibunya dan memeluknya. Membuat Daisy membalas pelukan putrinya dengan sebelah tangan yang mengusap surai hitamnya.

"Gimana keadaan Mama hari ini? Sudah lebih baik?" tanya Mila setelah mengurai pelukan.

Daisy tersenyum lebar seraya mengangguk. "Mama sudah merasa sehat, Sayang. Apalagi ruangan ini benar-benar membuat mama merasa nyaman, seperti sedang ada di rumah," ujarnya, membuat Mila menghela napas pelan.

Padahal baru saja dia berpikir untuk menyuruh Kevin memindahkan mamanya ke ruang rawat biasa besok. Tapi kenapa ibunya justru merasa nyaman berada di ruangan itu?

"Oh iya Sayang, mama boleh tanya sesuatu sama kamu?"

"Mama mau tanya apa sama Mila?"

"Tadi sebelum mama dipindahkan ke ruangan ini, dokter bilang kalau mama akan dioperasi lusa. Mama boleh tanya dari mana Mila mendapatkan uang untuk biaya pengobatan mama? Semua fasilitas ini pasti harganya mahal. Iya 'kan?"

Mila mengangguk mengiyakan. Biaya perawatan untuk satu bulan saja sudah menghabiskan uang hampir satu miliar.

"Mila sudah diterima kerja di perusahaan yang Mila interview kemarin, Ma. Dan semua uang ini Mila pinjam dari atasan Mila, beruntung atasan Mila orangnya baik banget."

Daisy terkejut dengan perkataan putrinya. "Semua ini kamu pinjam dari atasan kamu? Sekalipun kamu baru diterima kerja?"

Mila mengangguk. "Iya, Ma."

Daisy memicingkan matanya, merasa curiga dengan putrinya. "Sayang."

"Hmm?"

"Atasan kamu itu, apa dia seorang pria?"

Lagi-lagi Mila mengangguk. "Kok mama tahu?"

"Sudah mama duga pasti dia suka sama kamu."

"Hah?" Mila terkejut bukan main, tidak menyangka bahwa ibunya akan berpikiran seperti itu.

"Orangnya ganteng nggak? Kamu punya fotonya? Mama mau lihat dong!"

"Mama ish! Apaan sih? Mila mana punya fotonya, Ma."

"Ya siapa tahu bisa kamu lihat di instagram-nya gitu."

Lalu Mila mendengkus setelahnya. "Sudah ya Ma. Mila gak mau bahas itu. Lebih baik Mama istirahat karena Mila mau siap-siap untuk keperluan kerja besok."

"Kamu sudah mulai kerja besok, Nak?"

Mila melemparkan senyum. "Iya Ma. Mama doakan Mila ya, semoga Mila betah kerja di sana."

"Pasti betah dong Sayang. Kan bosnya baik gitu, apalagi dia juga suka sama kamu."

"Mama ish! Masih aja ya!" kesal Mila, membuat Daisy justru menertawakan putrinya. Memang mamanya itu suka sekali menggodanya.