webnovel

Pernikahan Kontrak Tuan Muda

"Menikahlah denganku maka ku bebaskan semua hutang-hutang orang tuamu! kau tidak perlu takut, pernikahan ini hanya sementara, sebut saja pernikahan kontrak." Diva, gadis yang baru saja pulang dari study di luar negeri di kejutkan akan permintaan orang asing itu, terlebih saat dirinya menatap wajah orang tuanya yang nampak tak berdaya. "Me-menikah?" Gadis itu terdiam beberapa saat, dia sangat-sangat tidak ingin namun melihat ketidakberdayaan orang tuanya membuatnya mau tak mau harus menerima itu semua. "Kontrak pernikahan selama dua tahun, setelahnya kau ku bebaskan. Ekonomi keluargamu kembali normal dan kau akan ku ceraikan!" "Ce-cerai?" "Ya. Gampang bukan?" Lelaki itu melempar surat perjanjian di atas meja. "Cepat tanda tangani dan besok kita akan menikah!" Dengan wajah angkuhnya dia melenggang dari hadapan semua orang. "Urus mereka!"

Nabila_Putrii · perkotaan
Peringkat tidak cukup
401 Chs

Menolak Punya Adik

Mereka berempat makan dengan khidmat, namun tidak dengan Kenzo entah ada apa dengan dirinya hari ini, dia terus merusui Diva saat makan.

"Kenapa, mas?" ucap Diva sabar.

Kenzo mengangguk dengan santai membuat Diva menatapnya geram. Melihat hal itu membuat Emeli terkekeh geli, melihat tingkah anak dan menantunya.

"Udah, kamu itu jangan usilin istri kamu terus. Kamu pikir mama nggak tau apa yang kamu perbuat sedari tadi!"

Kenzo mendengus kesal, dia meletakkan sendoknya begitu saja, merasa kesal karena istrinya tidak peka.

"Aku mau kamu suapin, yang!"

Uhuk!

Diva sampai tersedak mendengarnya, buru-buru Emeli memberikan minuman untuk menantunya.

Caisar sampai geleng-geleng melihat tingkah bocah putranya, baru kali ini dia melihat putranya terlihat sangat menggelikan.

"Kenapa nggak bilang dari tadi?" tanya Diva, sebenarnya dia malu.

Ya, malu karena ada mertuanya di sini. Jika tidak ada sebelum Kenzo minta pasti Diva sudah menyuapinya, bahkan Diva segan memanggil suaminya sayang ketika ada mertuanya.

"Udah, kamu yang gak peka!" cetus Kenzo.

Emeli tertawa terbahak melihatnya membuat Kenzo menatapnya horor. "Mama, mending diem deh!" kesal Kenzo.

"Kamu yang diam, tingkahmu sangat menggelikan Ken!" Caisar menyahut, dia tidak terima jika istrinya di begitu kan.

Kenzo menatapnya malas, papanya itu sangat bucin kepadanya seperti dirinya yang sangat bucin kepada istrinya.

"Udah, kamu jangan banyak omong orang lagi sakit juga!" Omel Diva, dia segera menyuapi Kenzo dengan telaten.

Membersihkan ujung bibirnya kala makan lelaki itu belepotan. "Sayang, mereka manis banget gak sih!" bisik Emeli pada suaminya.

"Hm." Wajah Kenzo menatapnya datar, meski sedikit geli di turut bahagia melihatnya.

Karena baru kali ini dia melihat putranya sangat manja kepada perempuan selain mamanya.

"Sayang, dia sangat mirip denganmu." Emeli kembali berucap, kali ini Caisar menggeleng.

"No, aku tidak pernah bertingkah menggelikan seperti itu!" balas Caisar membuat Kenzo menatap ke arahnya.

"Pernah, selalu malahan. Setiap malam, ketika kau sakit, dan saat kau minta ja--mphhh!" Caisar segera membekap mulut istrinya yang sungguh sangat ember.

"Diam sayang, kau sungguh sangat banyak bicara hari ini. Lebih baik kau segera habiskan makananmu!"

Emeli mengangguk patuh, melihat mata suaminya yang menatapnya tajam. "Jangan galak-galak atau aku akan menyuruhmu tidur diluar malam ini!" ancam Emeli membuat Kenzo terdiam cukup lama.

Melihat interaksi mertuanya membuat Diva tersenyum tipis, mereka terlihat sangat mesra. Keluarga yang sangat harmonis.

"Kenapa sayang?" Kenzo mengusap kepala Diva pelan membuat wanita itu menoleh ke arahnya.

"Tidak apa, aku hanya senang saja melihat papa dan mama yang terlihat sangat menggemaskan." Emeli tersenyum mendengar pujian menantunya.

"Kalian berdua tak kalah menggemaskannya sayang!" Kenzo kembali berulah dia telah menyelesaikan acara makannya.

"Sayang pusing!" Kenzo menyenderkan kepalanya pada bahu Diva. Menghirup aroma wangi pada tubuh istrinya padahal Diva belum mandi pagi ini.

"Sebentar, aku lanjutin makan dulu setelah ini kita minum obat, oke!" Mendengar kata obat membuat Emeli heran.

Bukan obatnya tapi ekspresi sumringah dari wajah putranya, sangat beda dengan Kenzo yang dia kenal.

Kenzo yang dia kenal setiap kali di minta minum obat ekspresi wajahnya akan sepet tidak seperti sekarang sumringah.

"Tumben!" ujarnya.

Semua mata menatap ke arah Emeli yang menatap Kenzo lekat. "Apanya?" tanya Kenzo tak paham.

"Tumben kamu seneng minum obat? biasanya kamu selalu nolak." Mereka berdua kicep mendengarnya.

"Hayo, Pasti ada apa-apa. Kamu sogok apa suami kamu sayang, sampai dia mau minum obat?" kekeh Emeli.

"E-enggak apa-apa kok, ma. Dari awal Mas Ken emang nggak susah minum obatnya." Bohong Diva.

"Masa? yaudah biar mama yang minumin dia obat. Kamu mandi dulu sana!" Dengan cepat Kenzo menggeleng.

"Enggak, Kenzo maunya minum obat sana Diva. Nggak mau sama mama!" Emeli tersenyum miring mendengarnya.

"Mama tahu sekarang, pasti Diva minumin obat ke kamu pakai bibir kan makanya kamu sumringah!" ledek Emeli.

Wajah Diva memerah mendengarnya, tidak dengan Kenzo yang nampak santai. "Kalau iya kenapa? mama pasti juga gitu kan kalau papa sakit!"

Mendengar dirinya dibawa-bawa membuat Caisar menatap tajam ke arah putranya. "Kok jadi bawa-bawa papa!"

"Salah istri papa tuh, ledekin aku terus!" Kenzo mendengus kesal. Sebal rasanya menghadapai mamanya yang super duper kepo dan sedikit menyebalkan.

Emeli hanya tertawa kecil menanggapinya, rasanya sangat senang saja setiap kali melihat wajah putranya kesal.

"Udah, ma, pa, aku sama Mas Kenzo mau ke kamar dulu!" ucap Diva, lalu menarik lengan suaminya untuk segera pergi dari sana.

Emeli tersenyum geli melihatnya, mereka berdua memang pasangan yang sangat serasi dan sangat menggemaskan.

"Pa, kok tiba-tiba aku jadi pingin punya anak lagi ya?" kekeh Emeli.

Tangan Kenzo terulur mengacak rambut istrinya singkat. "Kalau kamu mau, kita bisa bikin. Aku sama kamu juga masih pantes gendong bayi!" balas Caisar.

****

Kenzo mengusap bibir istrinya yang basah, rasa manis itu menjadi candu untuknya padahal obat yang dia minum entah kenapa terasa sangat manis.

"Bibir kamu manis!" ucapnya serak, kembali mendaratkan ciuman lembut pada bibir Diva.

Diva membalasnya melingkarkan kedua tangannya pada leher Kenzo membiarkan lidah keduanya saling memagut, saling membelit satu sama lain.

Desahan itu lolos saat tangan Kenzo mulai meremas dadanya pelan. Bermain di sana sebelum ciuman itu turun ke lehernya.

Kenzo mengecup basah di sana, menghisapnya, meninggalkan bekas kemerahan di sana.

"Sayang, kamu masih sakit!" Diva mendorong tubuh Kenzo untuk menjauh.

"Sayang aku udah tegang loh, kan ada kamu. Kamu yang mimpin permainan kita, seperti kata mama!" bisik Kenzo membuat pipi Diva bersemu.

Dan kegiatan itu berlangsung cukup lama, sampai keduanya melupakan dua manusia yang tengah menunggu di bawah.

"Mereka ke mana sih pa, lama amat. Katanya tadi mau kumpul!" Emeli berdecak kesal.

"Kenzo sakit mungkin Diva tengah menemaninya, sudahlah ma jangan menganggu waktu mereka berdua.*

"Baiklah, jika mereka menghabiskan waktunya berdua maka aku ingin menghabiskan. Waktuku bersamamu!"

Emeli menjatuhkan kepalanya pada dada Caisar, menikmati usapan lembut yang diberikan suaminya.

"Sayang, jadi proyek buat anak baru nggak?" tawarnya, sebelum Emeli menjawab Caisar sudah lebih dulu menggendongnya membawanya masuk ke dalam kamar.

*****

Mereka berempat turun dengan wajah yang sumringah, lebih tepatnya para lelakinya tidak dengan para perempuan yang terlihat lelah dan mengantuk.

"Jangan tidur dulu, nanti setelah makan malam kita tidur!" Kenzo sudah membaik, setelah olahraga panjang tadi tubuhnya langsung membaik, ajaib bukan.

"Aku ngantuk, kamu sih! main nggak tau waktu." Diva cemberut kesal, sebenarnya dia tidak pernah marah ketika melayani suaminya.

Hanya saja, Kenzo yang tidak tahu diri. Sudah di katakan jika dirinya lelah masih saja dia trobos.

"Malam."

"Malam, papa punya kabar bahagia buat kalian!" ucap Caisar membuat keduanya menatap ke arahnya.

"Papa sama mama memutuskan untuk kembali mempunyai anak kembali!"

"Nggak!" potong Kenzo cepat, dia tidak mau punya anak adik, lagian---

"Kenapa?"

"Kasihan, nanti dia gak tau mana orang tuanya mana kakek neneknya!" ucapnya tanpa beban yang membuatnya mendapat lemparan pisang dari papanya.