webnovel

Perjalanan Cinta Riza

Riza dengan sabar menunggu kalimat yang akan diucapkan sahabatnya. "Aku suka kamu, Za" Semburat merah jambu kembali menghiasi pipi Riza, ia terkejut dan tak kuasa menahan glenyer yang tiba-tiba muncul di hatinya saat Akmal mengungkapkan perasaannya. "Aku tahu ini tak boleh karena kita tidak diperbolehkan untuk berpacaran. Tapi aku tak kuasa lagi untuk menyimpan rasa ini. Rasa yang tiba-tiba datang sejak pertama kali kita bertemu." Akmal tersenyum getir "Kamu tidak harus menjawabnya, Za. Aku hanya ingin kamu tahu isi hatiku. Jika kamu mempunyai rasa yang sama terhadapku maka berjanjilah untuk menjaga hatimu hingga kelak aku meminangmu" Riza menundukkan wajahnya semakin dalam. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya jika dalam posisi seperti ini. Bagaimana ia harus bersikap?. Hatinya terus berdzikir karena jantungnya seperti hendak meloncat-loncat. Akmal melirik Riza yang masih menundukkan kepalanya, gadis itu menatap ujung sepatu flatnya lurus-lurus. Dirinya tahu posisi mereka sedang sulit karena harus menahan gejolak, Allah memberikannya anugrah dengan mengirimkan rasa suka dihatinya. Tetapi mereka harus mampu meredamnya dengan menghindari pacaran dan bermunajat hanya pada Nya hingga suatu saat munajatnya itu akan didengar oleh Allah dan memberikan jalan yang mudah untuk mereka bersatu dalam ikatan pernikahan.

Mairva_Khairani · Masa Muda
Peringkat tidak cukup
28 Chs

Dua Kata Maaf

Bismillah...

"Tok.. Tok.. "

Suara ketukan di pintu kamar Riza terdengar, baru saja ia ingin memejamkan matanya karena rasa kantuk yang mulai menderanya. Matanya terasa berat memikirkan sikap Akmal dan pengagum rahasia yang mengirim barang-barang seenaknya tanpa tahu waktu, saat itu dirinya sedang di mana dan sama siapa.

Terdengar kembali suara ketukan itu karena Riza tak segera menjawab, ia sedang berusaha memulihkan kesadarannya yang sudah di ambang batas.

Dirinya menurunkan kakinya dari kasur dan menyeretnya dengan rasa malas.

"Huh.. ganggu orang mau istirahat aja!{" Ucapnya dalam hati sambil membuka pintu yang telah ia raih handlenya.

"Eh..oh.." Matanya yang tadi sudah 5 watt tiba-tiba membola karena melihat orang yang telah mengetuk pintunya dan sekarang berdiri tepat di depan pintu kamarnya.

"Za ?" Suara bariton itu melembut.

"Maaf, aku mengganggu tidur siangmu"

Mas Zaenal meng - akukan sebutan untuk dirinya yang sebelumnya "saya".

"Ennngg..nggak apa-apa ko, mas" Riza merasa tidak enak.

"Boleh aku bicara?"

"Maksudnya?"

"Aku mau bicara sama kamu"

"Ooh itu ...."

"Ko ?"

"Apanya yang ko?"

"Itu jawabnya cuma, ooh itu" Pria dewasa itu mulai gemas melihat gadis di depannya yang menjawab pertanyaannya pendek-pendek dengan wajah yang terlihat ngantuk.

"Za ?!"

"Eh iya.. iya.. sebentar" Riza berusaha mengusir rasa kantuknya dengan mengucek-ngucek matanya. Meskipun tadi sempat membola tapi entah mengapa kantuknya datang lagi.

"Hayu duduk di sana" Mas Zaenal menunjuk bangku di taman sambil melangkahkan kakinya. Riza mengikuti dibelakang mas Zaenal.

Gadis itu duduk berjarak dari mas Zaenal, bagaimanapun laki-laki itu bukan mahramnya.

"Aku mint maaf, Za"

"Emmm.... Untuk?

"Malam itu ..."

"Ooh.. Aku udah maafin ko, mas" Bohongnya Riza.

"Benarkah?. Terus mengapa kamu selalu menghindar?"

"Aa.. Aku nggak menghindar. Cuma kemarinkan sekolah sedang ujian jadi ya.."

Mas Zaenal menatap mata Riza, mencoba mencari kebenaran di maniknya tapi percuma saja, gadis di depannya ini memang sangat bisa mengontrol emosinya dan menyembunyikan perasaannya.

Ada belalang yang tiba-tiba terjatuh dipermukaan kolam ikan, kemudian ikan mas yang semula ada di dalam permukaan air langsung menyambarnya begitu saja. Ia bergidik ngiri, membayangkan jika si belalang adalah dirinya dan ikan mas yang besar adalah mas Zaenal yang postur tubuhnya memang tinggi menjulang dan tegap.

Mas Zaenal ikut melihat ke arah kolam ikan di mana tatapan gadis itu masih terpaku di sana.

"Hei..lihat apa, Za?"

"Nggak, mas. Cuma tadi ada belalang yang di makan ikan" Ia tertawa sendiri di dalam hati mengingat imajinasinya tadi.

"Itu raut wajah kamu ko begitu?"

"Begitu bagaimana, mas?" Riza pura-pura bertanya.

"Ya begitu... mmm.. Ya sudahlah yang penting sekarang kamu udah maafin aku kan?. Maaf waktu itu aku nggak bisa mengontrol emosi. Aku nggak ingin kamu seperti perempuan-perempuan di luar sana yang terlalu bebas dan akhirnya kebablasan"

"Aku nggak seperti itu" Jawab Riza sedih.

"Iya, aku tahu. Makanya aku minta maaf setelah menyadari kesalahanku"

"Iya aku maafin tapi semoga mas Zaenal nggak akan seperti itu lagi"

"Iyaaa.. insyaallah aku janji, Za. Aku seperti itu karena...." Belum selesai mas Zaenal megungkapkan alasan atas sikapnya waktu itu tiba-tiba terdengar suara adzan berkumandang.

"Alhamdulillah.. sudah adzan, mas"

"Eh iya, Za". Mas Zaenal mengurungkan niatnya untuk mengungkapkan alasan mengapa dirinya mendadak kalap malam itu.

"Mas Zaenal masih ada yang ingin diomongin?. Kalau ngga, Aku pamit mau bersih-bersih diri dan sholat ashar"

"Ooh iya, Za. Makasih ya, sudah mau memaafkan kesalahanku. Mulai sekarang jangan menghindari aku lagi ya" Mas Zaenal mengungkapkan rasa terimakasihnya dan permintaannya.

"Sama-sama, mas. Insyaallah" Riza menjawab sebelum beranjak menuju kamarnya untuk mengambil peralatan mandinya.

Sore setelah maghrib...

Riza memasukkan baju-baju yang telah ia pilih ke dalam ranselnya. Rencananya besok ia akan pulang ke rumahnya di kampung. Ia sudah berjanji pada ibunya, jika ujian telah usai dirinya akan segera pulang.

Tinggal satu lagi, tiga lembar pashmina yang akan ia masukkan ke dalam ransel dan kegiatannya bersiap untuk besok selesai.

Handphonnya menyala dan terdengar musik panggilan di sana. Ia meraih handphon yang ia simpan di atas meja belajar. Saat ia membaca siapa si penelpon di layar, hatinya merasa senang.

"Halo Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam, Za" Jawab suara di sebrang sana.

Sejenak sunyi, tidak ada yang memulai percakapan. Walaupun Riza senang akhirnya Akmal menelpon lebih dulu setelah tadi mendiamkannya sampai sebelum mereka berpisah.

"Ehem ... Akmal berdehem untuk mengatasi keheningan itu.

"Za...?"

"Iya"

"Mmm... maafkan sikapku yang keterlaluan tadi ya"

Hari ini sudah ada dua orang pemuda yang meminta maaf pada dirinya. Tadi mas Zaenal dan kini Akmal.

"Hmm" Meskipun ia senang akhirnya Akmal meminta maaf tapi dirinya tahan gengsi. Ia ingin Akmal berpikir akan kesalahannya karena ia sendiri tidak pernah meminta kepada pengagum rahasianya untuk mengirim barang-barang yang ingin diberikan saat dirinya bersama Akmal.

Tapi Akmal selalu saja bersikap seperti itu hingga ia merasa menjadi serba salah. Walaupun bagaimana ia merasa sedih jika Akmal mendiamkannya.

"Kamu masih marah, Za?

"Nggak"

"Tapi tadi jawabnya cuma "hmm"?"

"Terus?"

"Apanya yang terus?"

"Ya terus aku suruh bagaimana, Mal?"

"Ya jawab dong. Diterima nggak permintaan maafku?"

"Ooh" Riza menganggukkan kepalanya.

"Cuma itu?"

"Iya, kan barusan aku udah jawab"

"Riza Anindita ??!!" Suara Akmal di sebrang sana sudah terdengar mulai gemas. Riza tak sadar jika Akmal tidak bisa melihat anggukan kepalanya.

"Tuh kan, ngambek lagi"

"Ya habis kamu dimintain maaf jawabnya cuma -Oh"

"Kata siapa cuma -oh?. Tadi akukan sambil nganggukin kepala ju...."

"Rizaaaaaaaaaa?!!!!!"

Belum sempat Riza menyelesaikan kalimatnya, Akmal sudah memanggil namanya menahan kesal. Haha.. Riza baru ingat jika Akmal tak akan melihat anggukan kepalanya tadi.

"Iya..iya aku lupa hehe"

"Kamu itu Za, bikin gemes aja sih. Coba deket pasti udah aku cubit" Ancam Akmal.

"Jadi gimana? Sekarang kamu udah maafin aku kan?"

"Iya tapi.."

"Tapi apa, Za"

"Tapi kamu nggak boleh kaya gitu lagi!"

"Kaya gitu gimana?"

Riza merasa mendapatkan kesempatan untuk menumpahkan kekesalannya.

"Kamu nggak boleh lagi ngediemin aku gara-gara orang itu ngasih barang-barang ke aku karena itu bukan keinginanaku!"

"Iya..iya, Za. Sudah syaratnya?" Akmal terkekeh mendengar suara Riza yang berapi-api di saluran teleponnya.

Ada suara perempuan di handphone Akmal yang kemudian mengambil alih pembicaraan mereka.

"Halo Assalamualaikum, Za. Ini ,mam. Besok main ke rumah ya?. Mam kangen lho sama kamu. udah lama nggak lihat-lihat wajah cantik kamu yang ngangenin itu, nak"

Riza tersenyum mendengar pertanyaan dan pernyataan mam Najmi, jika berhadap-hadapan langsung pasti akan terlihat semburat merah jambu di pipinya.

"Besok ya, Mam?

"Iya.."

"Sayang sekali.... besok insyaallah rencananya Riza mau pulang dulu ke rumah, Mam. Udah lama nggak ketemu ibu"

"Ooh begitu. Besok Riza mau berangkat jam berapa?"

"Insyaallah pagi pukul 08.00, mam"

"Ooh ya sudah nanti biar Akmal yang antar. Mam boleh ikut kan?"

Tanya mam Najmi antusias. Yang ditanya malah bengong.

"Za..?

"Eh iya, mam"

"Boleh nggak?

"Emm... apa nanti nggak ngrepotin?"

"Haduh Riza, jangan berpikiran seperti itu, nak. Mam sekalian pingin kenalan sama calon besan" Kekeh mam Najmi pelan.

Riza merasakan pipinya menghangat. Jika berdekatan pasti ibu dan anak itu akan melihat semburat merah jambu beberapa kali muncul di sana.

"Ya sudah kalau begitu, besok Riza sudah siap-siap pukul 8.00 ya"

"Insyaallah, mam"

Mam Najmi mengembalikan handphonennya pada Akmal. Setelah tidak ada yang dibicarakan lagi, Akmal mengakhiri pembicaraannya dengan mengucap salam.

Riza keluar kamarnya untuk mengambil air wudlu kemudian sholat. Malam ini dirinya tidak ingin makan malam dan tadi sudah dikatakannya pada mba Ratih.

Saat ini hanya raganya saja yang berada di kostan itu, tidak dengan pikirannya yang telah sampai ke rumah terlebih dahulu. Sudah terbayang dipelupuk matanya pelukan hangat ibunya.

"Ibuuu, Riza pulaaang" Batinnya

Waah..sebenarnya mas Zaenal tadi mau ngomong apa ya?..

***

Assalamualaikum..

Hai readers, terimakasih sudah terus membaca.

Jangan lupa subscribe dan beri vote nya ya, agar author lebih semangat lagi menulis ceritanya.

Maaf kemarin nggak sempat update karena kejar-kejaran dengan tugas di dunia nyata

(^v^).