webnovel

Perempuan malam.

Aroma alkohol yang begitu kuat serta kepulan asap rokok yang membumbung di udara menyambut kedatangan Crystal, putri seorang pengusaha kaya raya di Sydney yang kini hidup dalam kesendirian pasca keluarganya dihancurkan seorang wanita muda yang berhasil menggoda ayahnya dan membuat ayahnya mencampakan dirinya dan sang ibu.

"Selamat datang," seru Rose setengah berteriak, menyadarkan Crystal dari keterkejutannya.

Crystal langsung menoleh ke arah Rose, menatapnya tanpa berkedip. "I-ini bar?"

Rose terkekeh geli. "Ini strip club lebih tepatnya, Crys."

"Apa?!!"

Rose melepaskan tangannya dari pergelangan tangan Crystal dan beralih mencekal pinggang Crystal yang kurus. Terlalu rata dan sama sekali tidak menggiurkan, beruntung Crystal memiliki wajah yang cantik dan inilah yang akan menjadi nilai plus untuknya selain keperawanannya yang berharga.

"Kita hidup dijaman modern Crys dan strip club seperti ini bukanlah tempat yang menyeramkan, jadi kau tidak perlu memberikan reaksi berlebihan seperti itu." Rose tersenyum saat bicara, senyuman palsu yang sudah menyiapkan rencana busuk untuk Crystal.

Meskipun Rose seorang wanita, namun Crystal tetap merasa tidak nyaman saat dipeluk dengan erat seperti saat ini. Menggunakan seluruh tenaganya, Crystal berusaha melepaskan tangan Rose yang sedang melingkar di pinggangnya.

"Lepaskan, aku ingin pulang."

Rose tersenyum. "Pulang? Memangnya siapa yang mengizinkanmu pulang?"

"Rose!!"

"Shhh….jangan berteriak, belum saatnya kau berteriak seperti ini. Simpan tenagamu dan sekarang ikut aku, kau harus berganti pakaian. Pakaian jelekmu ini sangat merusak pemandangan." Rose berusaha menghentikan perlawan yang baru saja Crystal berikan. "Sekarang ikut aku dan jangan membantah, sudah saatnya kau menunjukkan sinarmu sesuai namamu Crystal."

Dengan sekali sentak Rose berhasil menarik paksa Crystal untuk mengikuti langkahnya menuju ruangan ganti yang berada dilantai dua, Crystal yang masih polos bukan lawan Rose yang sudah berpengalaman. Semakin kuat perlawanan yang Crystal berikan, semakin kuat pula tenaga yang Rose berikan untuk menaklukkan Crystal.

Rose baru melepaskan cekalannya pada lengan Crystal setelah mereka sampai di ruang ganti khusus dimana saat ini sudah ada dua gadis muda yang menunggu, mereka adalah bawahan Rose.

Rose mendorong tubuh kurus Crystal kearah kedua anak buahnya dengan kasar, jika saja saat ini tidak ada kedua gadis itu sudah pasti Crystal akan jatuh mencium kerasnya lantai di dalam ruang ganti itu. "Urus dia, buat dia tampil cantik. Hati-hati memperlakukannya, malam ini dia adalah bintang di tempat ini. Kalian berdua mengerti?!"

"Mengerti."

Rose menyeringai. "Bagus, aku akan masuk tiga puluh menit lagi untuk menjemputnya keluar."

"Tidak, aku mau pulang!!!" teriak Crystal panik, Crystal pernah melihat hal-hal semacam ini dalam drama yang pernah dia tonton di rumah.

"Kau baru akan keluar dari tempat ini setelah pria kaya diluar memberikan uangnya pada Eduardo, sayang." Rose tertawa lebar, menunjukkan sifat aslinya pada Crystal yang berhasil memakan umpan pemberiannya dengan begitu mudahnya. "Jadi menurutlah karena kau tidak akan bisa melawan."

Wajah Crystal langsung dipenuhi air mata. Rasa takut, marah dan kecewa semuanya bercampur jadi satu. Crystal tidak menyangka jika dirinya akan berada dalam keadaan seperti ini. Keadaan yang membuatnya tidak berdaya.

"Apa salahku padamu, Rose?"

Rose yang sudah bersiap pergi mematung saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Crystal yang saat ini bergetar hebat.

"Kenapa kau melakukan ini padaku, apa dosaku?" Crystal kembali bertanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

Rose melipat kedua tangannya didada. "Kau tidak punya salah apapun padaku, jadi anggap saja jika apa yang terjadi padamu ini adalah takdir Tuhan yang memang harus kau jalani. Jadi terima saja dan jangan melawan. Lagipula sebentar lagi kau akan sadar jika tubuh dan wajahmu yang lumayan itu akan sangat berguna."

"Tidak…"

Rose kembali tertawa, melihat Crystal yang sedang menangis seperti ini membuatnya senang. Karena tidak mau membuat para tamunya menunggu, Rose lantas memberikan kode pada kedua bawahannya untuk mulai bekerja. Tanpa membantah kedua gadis itu lantas menyeret Crystal menuju ruangan kecil untuk melepaskan seluruh pakaiannya, seperti yang diperintahkan Rose mereka berdua harus membuat Crystal bersinar di atas panggung malam ini. Panggung dimana para gadis seperti Crystal akan dipajang untuk dijual dengan harga tinggi pada mereka para pria kaya yang datang ke club.

Dua puluh menit berlalu dengan sangat cepat untuk Crystal, Crystal yang saat ini sudah begitu cantik dengan riasan dan pakaian yang dipaksakan kepalanya terlihat sangat ketakutan ketika Rose dan seorang lelaki berkacamata yang entah siapa masuk kedalam ruangan tempatnya berada.

"Bravo.." Eduardo memekik keras saat melihat sosok Crystal yang sedang duduk dengan tubuh bergetar hebat di pojok ruangan. Meski di ruangan itu banyak kursi namun Crystal memilih untuk berdiri, menjaga dirinya sejauh mungkin dari pintu masuk.

"Kau benar-benar tidak mengecewakan aku, gadis ini sungguh harta karun,"ucap Eduardo penuh semangat. "Dia akan membuat kita kaya, Rose."

Rose tertawa geli. "Lebih baik kau pasang harga tinggi untuknya, percayalah gadis ini benar-benar masih perawan."

Eduardo tertawa terbahak-bahak. "Lihatlah monster seperti apa yang sudah aku besarkan ini."

Rose tidak menjawab perkataan Eduardo, fokusnya saat ini sudah tercuri pada Crystal yang benar-benar sangat berbeda. Crystal si tukang cuci piring yang sangat jarang tersenyum itu kini menjelma bagai ratu kecantikan, begitu sempurna dan luar biasa. Meskipun tubuhnya kurus, namun Crystal tetap terlihat begitu menggiurkan. Bunga yang sedang mekar itu benar-benar menunjukkan pesonanya.

***

Di dalam sebuah mobil Range Rover yang berhenti tidak jauh dari Spearmint Rhino Gentlemen's Club terlihat seorang lelaki muda tengah terlibat pembicaraan serius di telepon, lelaki muda itu terlihat beberapa kali memukul setir mobilnya dengan kasar sebagai pelampiasan atas kemarahannya.

"Bajingan, beraninya mereka mendesak kakekku dengan cara murahan seperti ini," geram lelaki muda itu kembali dengan mata terbuka lebar, dipaksa menikah oleh keluarga sang paman yang mengincar harta warisan keluarga membuat seorang Reagan West begitu murka.

Reagan West yang tahun ini baru berusia tiga puluh tahun itu adalah seorang pria yang tidak percaya dengan pernikahan, karena itulah saat ini dia sangat marah dan kesal pada tingkah sang paman yang selalu mendesaknya untuk menikah. Lelaki tua itu tahu jika Reagan tidak akan pernah mau menikah, karena itulah dia menggunakan kelemahanan itu untuk menyerang Reagan West yang notabene adalah keponakannya sendiri.

"Anda tidak memiliki pilihan kali ini Tuan," ucap seorang lelaki diujung telepon dengan tenang. "Jika anda masih ingin memimpin perusahaan maka cara satu-satunya untuk mempertahankan posisi anda saat ini adalah dengan menikah, Tuan besar tidak akan menunggu terlalu lama Tuan muda. Jadi pikirkan hal ini baik-baik."

Alih-alih merespon perkataan asisten kepercayaan sang kakek, Reagan langsung memutus sambungan telepon itu dengan kasar.

"Jadilah anak yang pintar dan hebat di masa depan, Reagan. Kau harus menjaga perusahaan dengan baik, jadilah pemimpin yang hebat untuk perusahaan keluarga kita."

"FUCK!!" Reagan kembali memukul setir mobil dengan keras, sekelebat memori indah bersama kedua orang tuanya tiba-tiba muncul dalam kepalanya.

Reagan menjadi pewaris tunggal bisnis sang kakek di usianya yang masih begitu muda pasca kematian tragis kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan mobil. Roman West yang saat itu begitu terpukul kehilangan putra semata wayangnya lantas mempercayakan bisnisnya untuk dijalankan Austin, sang anak angkat yang usianya satu tahun lebih tua dari Mattew, ayah Reagan.

Dan semua bisnis yang dijalankan oleh Austin diambil kembali oleh Roman West pasca Reagan menyelesaikan pendidikan S3-nya di Oxford tiga tahun yang lalu. Semua bisnis yang dijalankan Reagan meningkat pesat, bahkan perusahaan keluarga West mengalami keuntungan yang begitu luar biasa dalam waktu singkat. Sebuah pencapaian yang tidak pernah Austin raih selama memimpin perusahaan. Akan tetapi, konsentrasi Reagan dalam memimpin perusahaan sedikit terusik saat sang kakek mulai memaksanya untuk menikah.

"Kenapa harus menikah? Bukankah kita bisa memiliki anak tanpa harus menikah? Damn it…"

Reagan kembali melampiaskan emosinya, dia tahu siapa dalang utama dari kekacauan yang sedang terjadi saat ini. Satu-satunya orang yang ingin membuatnya tidak fokus bekerja sehingga dirinya bisa memunculkan diri bak pahlawan di siang bolong dihadapan kakeknya. Sialan.

Dok..dok…

Lamunan Reagan langsung buyar seketika saat kaca jendela mobilnya di ketuk dengan begitu kerasnya.

"What the fuck, siapa orang yang berani…"

"Buka..tolong buka pintunya." Seorang gadis muda yang sudah berderai air mata berdiri disamping mobil Reagan, sorot mata gadis itu terlihat penuh ketakutan.

Reagan bergeming, dia mencoba untuk tidak memperdulikan keberadaan gadis itu. Meskipun saat ini dia bisa melihat jelas air mata gadis itu yang sudah menganak sungai di wajahnya yang cantik.

"Tolong saya Tuan, saya mohon tolong selamatkan saya," pinta gadis itu kembali setengah terisak.

Sama seperti sebelumnya, Reagan tetap tidak memperdulikan keberadaan gadis itu. Lelaki itu justru dengan sengaja mengunci pintu mobilnya dan bersiap untuk pergi namun hal tak terduga terjadi, gadis yang sedang menangis itu tiba-tiba berpindah tempat ke depan mobilnya. Gadis itu merentangkan kedua tangannya.

"Sialan, menyingkir dari jalanku!"

Karena tidak bisa mendengar apa yang baru Reagan katakan, Crystal tidak berpindah tempat.

"Lebih baik aku mati, daripada hidup dalam kubangan lumpur," ucap Crystal serak dengan kedua mata yang perlahan menutup, Crystal tidak peduli dengan hidupnya lagi.

Toh sejak dulu dirinya memang sudah tidak memiliki kehidupan yang layak, bukan?

"Aku datang, Mommy…."

Bersambung