<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku mendatangi kediaman keluarga Hinston. Untuk pertama kali setelah menikah aku menginjakan kaki disini. Tidak ada perubahan semua masih persis sama. Bibi menyuruhku menunggu diruang tamu. Ibu sedang bersiap. Ini cukup pagi untuk berkunjung.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku tersenyum melihat kehadiran Ibuku. Iya memelukku dan menyium dahiku. Setidakmasuk akal apapun penjelasan yang ingin kudengar tidak akan mengubah hubunganku dengannya. Wanita yang sekarang berada dipelukanku ini adalah wanita terbaik sepanjang masa.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Apa kabar bu? Maaf Alexa baru bisa datang." Kataku akhirnya. Senyum tersinggung diwajah cantiknya walaupun nampak kerutan yang menunjukan usianya.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Alhamdulilah. Ibu baik. Kamu sangat sibuk sekarang. Kata Daren kamu bekerja diperusahaannya, sangat sibuk bukan? Melihat anak Ibu baik baik saja itu cukup Ale." Iya mengusap kepalaku. Seorang ibu tidak akan memandang sesuatu buruk. Meskipun anaknya bukan seperti yang diharapkan. Karena Ibu adalah manusia yang mencintai tanpa meminta balas jasa. </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Sebelumnya Alexa minta maaf, Alexa datang karena niat tertentu bu." Kataku memelan. Aku merasa bersalah. Aku jarang menemui keluargaku ya karena perbedaan diriku dengan kakak. Tetapi Ibu bahkan tidak memiliki dendam padaku. Senyumnya masih setulus itu. Senyum yang menghangatkan perasaanku. Bahkan sejauh apapun aku melangkah, kebelahan dunia manapun tidak akan menemukan tempat sehangat ini.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Tidak apa. Setidaknya kamu datang itu sudah cukup. Manusia memang seperti itu Ale." </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Kak Alena. Apa yang kalian tutupi dariku bu?" Kataku menunduk. Aku tidak berani menatapnya terlalu menyayat hati. Kemungkinan terburuk selalu ada dikepalaku. Bahkan rasanya sungguh buruk. </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Cepat atau lambat semua akan terjadi, jangan menyalahkan dirimu." Kepalaku terangkat menatap Ibuku. Tidak ada ekspresi yang sudah kubayangkan nihil. "Tidak ada yang bisa mengubah takdir, seberusaha apapun kita. Disaat kamu menanyakan itu sudah pasti kamu mengetahui kebenarannya Ale, Daren sudah memberi tahu bukan?"</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Bagaimana bisa Ibu setangguh itu menerima kenyataan? Aku yang notabetnya hanya adik dimata dunia dan bukan orang terdekatnya saja ingin menangis. Bagaimana bisa seperti itu? </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Bu, jangan berpegang pada segalanya, itu akan menyakitkan." </font><font style="vertical-align: inherit;">Kata-kataku. </font><font style="vertical-align: inherit;">Benar-benar menyakitkan. </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Itu kemungkinan yang memang harus diterima Ale, sebelum kecelakaan yang disengaja itu kakakmu memang tidak baik baik saja."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku terdiam. Mencoba mencerna semuanya. Seberapa banyak hal yang tidak kuketahui sebenarnya? Aku yang terlalu jauh dari keluarga ini atau? "Kecelakaan itu masih diselidiki dan belum terdapat titik terangnya. Dan Alena sudah sakit sejak kecil. Jantungnya tidak kuat."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Bukan Ibu yang menangis tetapi aku. Aku tidak tahu kenyataan ini sungguh menyakitkan hatiku. Akulah penyebabnya, aku yang menjauhkan diri bukan mereka. Aku penjahat yang sebenarnya bukan orang tuaku bahkan Kak Alena. Ibu membawaku kepelukannya. Bahkan itu membuat aku semakin rapuh. Sesulit ini kah tuhan? </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Semua takdir. Terjadi sesuai semestinya. Hidup terus berjalan, terpuruk tidak membantu apapun. Jalani Ale, jalani. Alena sudah tenang. Jangan menambah beban itu."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku menghapus air mataku. Menatap ibuku. Terima kasih tuhan wanita tangguh didepanku ini ternyata Ibuku. Terima kasih, meskipun kata itu tidak pernah terucap. Aku mengatakannya dengan sungguh, terlahir dari rahim wanita sehebat dirinya.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">***</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Kamu baik baik aja Ale?" </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Seperti yang terlihat." Kataku dengan santai. Tetap memegang kuas ditanganku. Berkutik dalam imajinasiku.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Aku tidak tahu kamu punya hobi ini. Bahkan Alena tidak pernah mengantakannya." Katanya. </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Tidak ada yang mengetahui ini. Bahkan Kakak seharusnya juga tidak tahu akan hal ini." Kataku cukup ketus.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Sayangnya aku menemukanmu seperti ini. Bukan kesengajaan."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku mengangguk. Mungkin itu benar atau bualan saja tidak ada bedanya. "Kenapa mencariku?"</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Apa yang kamu Lukis?" Pertanyaanya membuatku seakan iya tertarik dengan benda ini.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Jelas bukan itu tujuan kakak mencariku." Aku mengores sedikit. Selesai. Lalu berbalik kearahnya. Iya tersenyum. Alisku tertaut. Apa yang membuat senyum itu terukir.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Ada apa?" Tanyaku heran</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Tidak. Hanya ingat sesuatu. Dan sudah jelas bahwa ada sesuatu yang berharga."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Apa yang berharga menurut kakak?"</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Pertemuan."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Ha." Kataku sedikit kuat. Iya bahkan hanya tersenyum.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Jangan membenci Alena. Bahkan iya menyiapi semua sejak jauh hari. Disaat dia memutuskan menjadikan aku kekasihnya. Menceritakan tentang betapa hebat Alexa dimatanya. Dan sebuah fakta bahwa iya ingin menjodohkanku dengan dirimu. Jangan diteruskan Ale, berhenti mendendam dihatimu."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku tersenyum menatapnya. Kenyataan baru lagi. Berapa lagi kenyataan yang aku dapatkan hari ini? "Itu alasanku melukis kembali sejak memutuskan berhenti melukis. Hari ini membuat aku ingin memegang barang ini." Kataku sambil menatap lukisanku. Setidaknya hal ini bisa mendamaikan diriku dengan kenyataan. "Apa maksud pekataan kakak?"</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Iya ingin aku menikah denganmu. Kondisinya memburuk Ale. Bahkan iya takut tidak bisa melihat dirimu menikah." Aku terdiam. Salah membenci orang. Penyesalahan memang terakhir karena jika diawal bukan penyesalan namanya. "Bahkan meskipun iya harus pergi sebelum itu kami harus menutupinya darimu, iya tidak ingin kamu menyalahkan diri lagi."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Andai waktu bisa diulang. Mungkin aku bisa mengerti. Aku menarik napas panjang. "Maaf." Kataku. Sungguh sulit rasanya mengatakan ucapan lain. Seakan diam sudah cukup.</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Bukan itu yang dia harapkan Ale. Dia mengharapkan kebahagianmu. Jalani hidupmu dengan baik. Iya tidak ingin kamu menyalahkan dunia lagi. Kamu akan tetap menjadi yang bersinar meskipun semua terasa sulit. Bangkit Ale. Jangan membuat usahanya sia sia. Satu impian Alena Ale. Bahkan impian itu bukan untuk dirinya tetapi untuk dirimu." Iya menjeda suaranya. Iya menangis. Untuk pertama kali aku melihat iya menangis. </font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">"Iya ingin kamu bahagia Ale. Iya terus mengatakan bahwa iya kakak yang buruk. Kakak tidak berguna. Tetapi apa dayanya pergerakannya sangat kecil. Persetan dengan penyakitnya. Disaat aku mengetahui kebenaran bahwa iya sakit. Aku tidak percaya Ale, bagaimana mungkin dia dengan segala kekurangannya selaku menunjukan senyumnya. Bahkan tidak mengeluh sedikitpun. Aku saja bahkan malu, manusia yang bisa dikatakan sempurna tetapi hanya keluh yang keluar."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku diam. Tidak merespon apapun. Semua terasa begitu menyakitkan. Iya menggenggam jemariku. Bahkan tangannya begitu dingin. "Berjanjila Ale, bukan untuk Alena tetapi untuk dirimu. Jalani semua tanpa dendam dihatimu. Bahagia Ale."</font></font>
<font style="vertical-align: inherit;"><font style="vertical-align: inherit;">Aku mengangguk. Senyum itu terbit dibibirku yang mungil. Aku berjanji, berjanji pada diriku untuk bahagia.</font></font>