BAB 08 MENERIMA
Novia mencoba menolak saat Raihan menggendongnya. Sudah terlalu banyak pria itu direpotkan olehnya. Tapi akhirnya dia menyerah, karena ini memang satu-satunya jalan untuk membawanya masuk ke dalam rumah.
Novia mengamati rumah yang dulu baru saja dikenalnya. Rumah yang membuatnya tidak nyaman. Tapi kali ini dia memang harus di sini. Akhirnya Novia menerima Raihan untuk membawanya ke Yogya. Dia sudah terlalu merepotkan Kak Bagus selama ini dan tahu sudah saatnya dia pergi. Pilihannya memang hanya ikut bersama Raihan.
Suaminya itu sudah terlalu banyak membantunya. Sejak masuk ke dalam pesawat dan juga semuanya. Hati Novia merepih mendapatkan perlakuan yang begitu lembut dari suaminya itu. Meski canggung karena mereka sebenarnya masih sama-sama orang asing. Sejak menikah tidak ada satu bulan kemudian mereka berpisah. Hal ini membuat Novia merasa gusar.
"Selamat datang di rumah kembali."
Suara Raihan membuat Novia menatap sekeliling ruangan yang pastinya sudah dikenalnya dulu.
"Ke mana Bi Sumi?"
Raihan menurunkan Novia ke atas sofa berwarna putih dan mengatur agar Novia duduk dengan nyaman.
"Beliau sudah pensiun. Aku sendiri di rumah ini sejak 2 tahun yang lalu."
Mata Novia melebar mendengar ucapan Raihan. Tinggal di rumah sebesar ini seorang diri.
"Rai... kamu tidak kesepian?"
Raihan kini tersenyum dan mengusap wajah Novia dengan lembut.
"Tidak. Ada kamu di sini."
Raihan menunjuk dadanya dan membuat Novia hampir menangis. Lalu Raihan beranjak bangun dan kini melangkah keluar dari rumah. Beberapa saat kemudian dia sudah membawa koper miliknya.
"Aku mau meletakkan semua ini di kamar ya. Kamu diam di situ."
Novia hanya mengamati Raihan yang menghilang di balik tirai yang memisahkan ruang tamu dengan ruangan lainnya. Novia menghela nafas dan menatap tubuhnya terutama kakinya.
Bagaimana dia bisa bergerak? Sedangkan tubuhnya terasa begitu lelah. Setelah kecelakaan dia memang tidak pernah berpergian jauh lagi. Sekali saat dia dibawa pulang kemarin dari London. Itupun sudah sangat menyiksa tubuhnya. Sakit seluruh persendiannya.
"Nov..aku akan menggendongmu ke dalam kamar dan kamu bisa beristirahat."
Raihan sudah berdiri menjulang di depannya. Tapi Novia menggelengkan kepala.
"Aku ingin duduk di kursi roda dan.."
Sebelum dia bisa menjawab Raihan sudah menggendongnya kembali.
"Tidak ada bantahan. Kamu harus berbaring di atas kasur."
Novia menghela nafasnya. Raihan memang tidak bisa dibantah. Dia akhirnya menyerah saat Raihan membaringkannya di atas kasur empuk setelah memasuki kamar.
"Tapi aku ingin..."
Ucapannya dibungkam lagi dengan gelengan kepala Raihan.
"Enggak sayang. Sekarang kamu tidur."
Novia mengernyit mendengar nada perintah dari Raihan. Tapi panggilan sayang itu meluluhkannya.
"Baiklah."
Jawabannya membuat senyum di bibir Rai tersungging. lalu pria itu membungkuk dan mengecup keningnya.
"Itu baru istriku."
Jantungnya berdegup kencang mendengar panggilan itu. Benarkah semua ini?