webnovel

Pendekar Lembah Damai

Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. “Kang Wulung!” seru satu suara lainnya, “Apa tindakan selanjutnya?” Sejenak tak ada suara, hanya langkah-langkah kaki yang berderap kesana kemari. “Anak-anak! Bakar tempat ini!!!” perintah dari orang yang dipanggil dengan sebutan Kang Wulung, yang disahut dengan suara gemuruh banyak orang. Tak lama, suasana malam menjadi terang benderang dengan cahaya merah, Suro terdiam dibalik tubuh kaku Ki Ronggo, satu-satunya jalan supaya nyawanya bisa bertahan lebih lama adalah dengan diam tidak bergerak. Padahal ia berharap bisa mellihat wajah dan mengingat para penyerangnya, hingga kelak jika ia masih hidup dan berumur panjang, akan menuntut balas atas semua yang terjadi malam itu. Perjalanan seorang remaja, hingga dewasa di negeri yang jauh dari tempat kelahirannya. Takdir memaksanya menjalani hidup dalam biara Shaolin. Suatu saat ketika ia akan pulang ke kampung halamannya, ia harus bisa mengalahkan gurunya sendiri dalam sebuah pertarungan.

Deddy_Eko_Wahyudi · Seni bela diri
Peringkat tidak cukup
112 Chs

Jangan Mati untuk Menemuiku

"Tidaaak!!"

Li Yun dan Rou Yi yang tertidur dengan kepala di sisi kanan dan kiri pembaringan Suro langsung terlonjak kaget begitu mendengar teriakan Suro.

Dalam ruangan itu hanya mereka bertiga dengan sebuah tempat tidur lebar terletak ditengah-tengah ruangan di apit beberapa tempat tidur lainnya.

Mereka masih berada dalam Balai Pengobatan di Kuil Shaolin. Karena sudah malam menjelang subuh, tak ada orang lain lagi selain mereka.

Biksu muda yang diperintahkan oleh biksu kepala untuk menemani mereka pun berada diruangan lain yang terpisah. Sehingga apa yang terjadi di dalam ruang Balai Pengobatan, jika tidak terjadi keributan tak akan bisa terdengar.

Teriakan Suro yang begitu keras membuat mereka terbangun. Kaget sekaligus gembira. Teriakan yang keluar dari mulut Suro tidak difahami oleh mereka berdua, karena pemuda itu tidak mengucapkannya dalam bahasa mereka. Meskipun begitu, cukup memberikan sinyal adanya tanda-tanda bahwa Suro sudah sadar dari tidur panjangnya.

"Kakak!" Li Yun dan Rou Yi berseru bersamaan, dan sama-sama memegang lengan pemuda itu disisi kiri dan kanan.

Tapi, hatinya kembali was-was, karena Suro masih belum membuka matanya.

Rou Yi buru-buru memegang nadi kiri dan kanan Suro secara bergantian, mengeceknya dengan penuh konsentrasi. Sementara Li Yun hanya mampu menunggu dan memandang gadis itu dengan harap-harap cemas.

"Bagaimana kondisi kakak?" tanya Li Yun cemas.

Di luar, udara malam menjelang subuh berhembus lembut dan dingin.

Beberapa hari sebelumnya, Yutaka Shisido datang membawa kereta kuda yang dipacunya cukup kencang. Ia sendiri yang bertindak sebagai pengendali kuda, sementara didalamnya terbaring sosok tubuh Suro yang berada dalam kondisi sekarat tak sadarkan diri, dijaga oleh anak dan isteri Yutaka Shisido.

Sampai di depan gerbang Shaolin, ia langsung menghentikan kereta kudanya, dan membopong tubuh Suro sendirian sambil berteriak-teriak seperti orang gila meminta tolong pada orang-orang yang berada dibalik pintu gerbang itu. Ia berteriak sambil menangis. Dibelakangnya anak dan isterinya pun nampak pula menangis.

Tak lama, dua orang biksu muda pun membuka pintu. Begitu mengenali sosok tubuh yang dibopong oleh Yutaka Shisido, mereka ikutan panik, seorang biksu langsung berbalik pergi atas perintah salah satunya untuk menghubungi biksu kepala, sementara biksu muda yang memberi perintah langsung mengarahkan Yutaka Shisido agar membawa tubuh Suro ke ruang Balai Pengobatan.

Setelah meletakkan tubuh Suro di salah satu pembaringan, Biksu So Lai, kepala ruang pengobatan tiba dengan terburu-buru. Dengan sigap, ia pun langsung memeriksa kondisi tubuh Suro yang nampak tragis.

Wajahnya langsung memucat ketika ia membuka pakaian Suro. Jantungnya berdegup sangat kencang.

"Bagaimana?" Yutaka Shisido yang berada didekatnya bertanya khawatir.

Biksu So Lai menatap ke arah Yutaka Shisido tanpa berkata apa-apa, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya beberapa kali. Tentu saja apa yang dilakukan biksu itu membuat Yutaka Shisido tertunduk.

"Apakah tidak ada harapan lagi?" tanyanya, lalu dadanya langsung bergemuruh disusul dengan suara tangisannya.

Tak lama kemudian, Biksu Kepala datang bersama Hang Se Kuan, Yang Se Yu, Ching So Yung. Mereka pun nampak panik begitu melihat kondisi Suro.

"Bagaimana kondisi Pendekar Luo?" Biksu Lie Kei An bertanya pada Biksu So Lai, lelaki tua itu nampak lebih bisa mengendalikan diri.

Biksu So Lai menarik nafas dan menghembuskannya dengan panjang, menunjukkan tarikan nafas yang putus asa.

Menyaksikan Biksu So Lai, mereka yang hadir di tempat itu sudah bisa menarik kesimpulan atas kondisi Suro. Bagaimana tidak, tubuh pemuda itu sudah seperti orang yang mati, dari mata, hidung dan mulutnya ada sisa darah yang habis dibersihkan. Lubang pengeluarannya pasti sudah mengalami kebocoran.

"Tidak adakah sesuatu yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkannya?" dari pertanyaannya, Yutaka Shisido mengharapkan jawaban baik keluar dari bibir Biksu So Lai.

Yang ditanya tertegun, dahinya langsung mengkerut, ia seperti sedang menganalisa sesuatu. Tak lama kemudian ia mendesah panjang.

"Biasanya, dalam keadaan darurat bisa dilakukan penyaluran tenaga dalam, tetapi aku khawatir, pendekar Luo ini terkena pukulan energi yang dahsyat. Jika menggunakan energi tenaga dalam takutnya akan menambah rusaknya jalur meridian yang sudah terluka." Jawabnya, "Tapi..."

Biksu kepala Balai Pengobatan itu tak melanjutkan ucapannya, melainkan tubuhnya berputar lagi menghadap sisi tubuh Suro.

Tangan kanannya meraih telapak tangan Suro dan menyalaminya. Sesaat ia mulai memejamkan mata untuk berkonsentrasi menyalurkan tenaga dalamnya.

Mereka semua nampak menunggu kalimat yang keluar dari mulut Biksu So Lai dengan wajah yang tegang, mengharapkan apa yang akan mereka dengar nantinya adalah suatu berita baik.

Sekitar beberapa menit berlalu, Biksu So Lai meletakkan kembali tangan Suro, lalu berbalik menghadap orang-orang yang berkumpul menunggu apa yang akan ia sampaikan.

��Bagaimana?" Hang Se Yu bertanya dengan raut wajah cemas.

Sedikit senyuman terukir di bibir Biksu So Lai. Salah satu dari biksu senior itu menarik nafas dalam sebelum ia berbicara.

Senyum itu sedikit memberi harapan pada orang-orang yang memang sudah cukup dekat mengenal Suro.

"Berita baiknya adalah, kita bisa menyalurkan tenaga dalam untuk memberi kekuatan bertahan pada Suro, tetapi berita buruknya adalah kemungkinannya akan sia-sia. Semua tergantung kekuatan anak ini untuk bisa sadar," ia memberi jawaban.

Sontak suasana berubah, wajah mereka kembali terlihat putus asa.

Biksu Kei An melemparkan pandangannya satu persatu sambil mengatakan, "Lebih baik kita berusaha terlebih dahulu. Hasil akhirnya biarlah kita lihat bagaimana kedepannya."

Mendengar kalimat yang keluar dari mulut Biksu Kepala itu, semua orang mengangguk setuju.

Lalu ia memandang Suro dengan pandangan kasihan sekaligus kekaguman. Matanya berkaca-kaca.

"Sudah separah ini, Luo masih bisa bertahan. Sungguh hal yang luar biasa," biksu Kei An melanjutkan ucapannya.

Mereka semua setuju atas bahasa Biksu Kepala, mereka sama-sama menganggukkan kepala untuk kesekian kali.

"Luo adalah pemuda yang baik. Hidupnya penuh petualangan tragis. Aku berharap kebaikannya akan berbalas kesembuhan." Chin So Yung berkata memberi kesaksian, ia mengatakannya dengan ketulusan.

Suasana menjadi sunyi sesaat dengan perenungan.

Tiba-tiba Yutaka Shisido menunduk, "Tuan biksu, aku akan pergi menemui keluarganya untuk memberi kabar ini. Dan untuk meringankan perjalananku, aku minta izin menitipkan anak dan isteriku dikuil ini..."

Mendengar permintaan Yutaka Shisido, Biksu kepala langsung mengangguk, "Pergilah segera. Anak dan isterimu bisa tinggal disini."

***

Setibanya di kuil Shao Lin dengan penjemputan Yutaka Shisido, Rou Yi langsung memeriksa kondisi Suro setelah melalui perawatan yang dilakukan oleh Biksu So Lai. Suro masih dalam kondisi kritis untuk sekian hari sejak terkena pukulan Energi 12 Bintang Perwira Chou.

Li Yun yang mendampingi Rou Yi terlihat tak henti-hentinya menangis. Begitupun dengan Rou Yi. Area mata mereka terlihat sembab dan wajah pun pucat. Ada ketakutan dalam diri mereka kalau Suro akan pergi meninggalkan mereka selama-lamanya, tidak dalam keadaan yang mereka harapkan.

Di belakangnya, seorang biksu muda berdiri menemani mereka atas perintah Biksu Kepala Balai Pengobatan, So Lai. Sengaja agar sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, biksu muda itu akan dapat dengan segera memberi bantuan.

Yin Rou Yi mengeluarkan sebuah kain yang terlipat dari dalam bungkusan perbekalan yang ia bawa. Begitu dibuka, ia mengambil satu demi satu jarum akupuntur yang terselip pada lipatan kain tersebut, lalu dengan cekatan menusukkannya pada beberapa titik di bagian tubuh Suro.

Selesainya, ia kembali membuka sebuah bungkusan lainnya yang lebih besar, yang sudah ia bawa terpisah dalam bungkusan bekalnya, didalamnya terdapat beberapa buah botol kecil berisi tanaman obat yang sudah menjadi serbuk.

Setelah memilih diantara beberapa botol obat, ia menuangkannya sedikit demi sedikit secara terukur dalam satu wadah cawan, kemudian menyerahkannya pada Li Yun.

"Tolong buat rebusan menggunakan herbal ini," perintahnya pada Li Yun yang langsung dijawabnya dengan anggukan.

Sebelum Li Yun berdiri, salah satu biksu muda yang menemani mereka yang sedari kehadiran mereka sudah berdiri dibelakangnya langsung mendekat.

"Biarkan saya yang membuatnya, Nona," katanya menawarkan diri sambil membungkuk hormat.

Li Yun menggeleng sambil tersenyum, "Biarkan saya saja, anda tak perlu repot-repot. Tolong antarkan saja saya ke dapur."

Tetapi si biksu muda langsung meraih cawan berisi herbal itu dari tangan Li Yun. Biksu itu tahu kalau Li Yun tak akan memberikannya meskipun ia meminta.

"Maafkan saya yang tidak sopan," jawabnya sambil menunduk, "Nona Li Yun beristirahatlah disini sambil menemani nona Rou Yi. Saya akan segera kembali setelah merebusnya."

Tanpa menunggu jawaban Li Yun, biksu muda itu langsung membalikkan badan dan berlari meninggalkan mereka berdua bersama Suro.

Demikian, mereka lakukan terapi pengobatan tanpa putus asa pada Suro. Setiap hari, Rou Yi memberikan tusukan-tusukan jarum pada tubuh Suro, lalu meneteskan ramuan obat sedikit demi sedikit dengan hati-hati ke mulut Suro dan meastikannya tidak tersedak. Sementara di siang hari, beberapa biksu senior membantu pengobatan dengan energi tenaga dalam.

Meskipun selama beberapa hari Suro menjalani terapi tetapi tetap tidak ada perkembangan, Rou Yi seperti tidak mau menyerah. Nampak sekalil tanda-tanda kelelahan diwajahnya yang cantik.

Ia akan berusaha menyelamatkan kekasihnya itu sampai tiba penentuan kematian atau kesembuhan mendatangi Suro. Baginya itu lebih baik dari pada berdiam diri menyaksikan kondisi Suro.

Walaupun akan berakhir buruk, paling tidak ia tidak akan menyesal karena sudah berusaha.

Ada kalanya ia berfikir, seandainya bisa, ia lebih rela jika obat yang dibutuhkan oleh Suro adalah nyawanya.

Tentu saja, dalam hal ini Li Yun pun tak akan segan untuk mengorbankan dirinya jika memang diperlukan.

***

"Bagaimana Rou Yi?" Li Yun bertanya lagi karena Rou Yi belum memberikan jawaban. Hatinya harap-harap cemas

Rou Yi memandang wajah Li Yun, menatapnya lekat-lekat, lalu air matanya kembali mengalir, ada yang berbeda dari raut wajahnya.

Melihat raut wajah Rou Yi, Li Yun pun akhirnya ikut menangis, tetapi bibirnya menyunggingkan senyuman.

Yang dilihat oleh Li Yun ketika Rou Yi menatap matanya, Rou Yi memang menangis, tetapi tangisannya bukanlah tangisan sedih, karena raut wajah Rou Yi justru menunjukkan tangisan yang bahagia.

"Aku tak tahu, kondisi kakak tiba-tiba saja menjadi stabil," akhirnya ia pun menjawab dan itu membuat Li Yun langsung memeluk Rou Yi dengan erat.

"Alhamdulillah....." Li Yun berucap Syukur. Betapa hatinya terasa sangat bahagia mendengar kalimat Rou Yi.

Li Yun bisa merasakan kalau Rou Yi mengangguk. Gadis itu tak dapat bicara lagi mengeluarkan kata-kata dalam tangisan bahagianya.

"Tetapi, kapan waktunya kakak bisa pulih?" Li Yun bertanya lagi sambil melepaskan pelukannya.

Rou Yi menggeleng, "Aku tak tahu, tetapi aku rasa tidak akan lama lagi."

Mereka berdua pun kembali tenggelam dalam tangisan yang berbeda dengan sebelumnya.

***

Suro terkejut begitu melihat Li Yun dan Rou Yi berdiri. Kedua gadis itu tersenyum padanya, lalu tangan sama-sama berbalik ke arah pintu gerbang dalam taman itu untuk melangkah keluar bergandengan tangan.

"Li Yun! Rou Yi!" serunya sambil berusaha menggapai tubuh kedua gadis itu. Tetapi baik Li Yun mau pun Rou Yi seperti tak mendengar panggilannya dan terus saja melangkah keluar dari taman itu.

"Mau kemana kalian?!" serunya dalam nada bertanya.

Ia berusaha menggerakkan kakinya untuk mengejar Li Yun dan Rou Yi, tetapi kedua kakinya seperti terbenam dalam tanah.

"Tunggu kakak! Jangan pergi!"

Setelah melewati gerbang, tubuh kedua gadis itu tiba-tiba lenyap bagai asap. Hatinya menjadi bimbang dan ketakutan.

"Kalian tidak boleh mati! Itu berdosa! Ingatlah nasehat kakak! Jangan bunuh diri untuk mati menemuiku!" berkali-kali ia mengatakannya dengan teriakan-teriakan.

Suro khawatir jika mereka menyangka setiap kematian akan bisa membuat mereka berkumpul bersama orang yang mereka kasihi.

Ada perbedaan sangat jelas mengenai kematian yang buruk dan baik. Dan Suro tak menghendaki kematian buruk akan dipilih oleh Li Yun maupun Rou Yi untuk bisa menemuinya.

"Tidaaaaak!!!!"