webnovel

Gadis Arogan

Mengapa Donni tidak pernah sekalipun melihat gadis itu. Padahal rumahnya tidak begitu jauh dari rumah Wulan.

Wulan masih terkulai lemas di pangkuan Lia.

"Udahlah Lan ... tinggalkan bajingan itu," bujuk Lia.

"Tapi bagaimana Li, kehormatan ku telah direnggut oleh Donni hiks ....hiks ...." ungkap Wulan melirih.

"Apa?"

Lia semakin geram mendengar pengakuan Wulan.

Tega benar si Donni merenggut kesucian sahabatnya. Yang lebih keji lagi, Donni juga bercinta dengan Ibu kandungnya.

Biadab memang si Donni!

"Bajingan kamu Donni ... aku akan balas perbuatan mu ... " kutuk Lia dalam hati.

"Ayo Lan. Aku antar pulang. Sebaiknya kamu bicarakan masalah ini baik-baik dengan ibumu," pinta Lia membujuk Wulan agar kembali ke rumahnya.

"Tidak Li. Aku tidak mau melihat wajah ibuku!" sentak Wulan dengan raut wajah yang sudah memerah karena menahan emosi.

"Nak Wulan. Jangan seperti itu. Dia itu Ibu kandungmu," rayu Bu Yuni menyela.

"Ibu macam apa? Ibu yang tega menyakiti anaknya ... hisk ... hiks ... " air mata Wulan kembali meleleh.

Lia ikut prihatin dan iba dengan nasib Wulan.

Begitu tragis.

Wulan menyaksikan dengan kepala matanya sendiri.

Donni dan Ibu kandungnya tengah bercinta di depan matanya.

"Lan ... kamu nginep saja di rumah ku malam ini, ya?" ucap Lia dengan wajah memelas.

"Tidak Li. Aku mau pulang saja, aku harus bicara dengan ibuku," keluh Wulan dengan air mata yang tak henti berderai.

"Baiklah. Ayo, aku antar pulang, ya?"

"Jangan Li. Aku sudah merepotkan mu. Maaf, aku dan Donni sudah membuat kegaduhan di rumahmu," ucap Wulan sambil memegang jemari tangan Lia erat.

"Kamu jangan begitu Lan. Kita sahabatan dari SD. Kamu adalah sahabat terbaik bagi saya," ucap Lia seraya memeluk erat tubuh Wulan dan mereka berdua menangis saling menyemangati.

"Baiklah Li. Aku pulang dulu, ya?"

"Iya Nak Wulan, hati- hati ... " ucap Bu Yuni seraya meraba pipi Wulan dengan lembut.

Mata Lia tampak berkaca mengantar Wulan sampai depan pintu.

Berjalan dengan tatapan kosong. Wulan pulang ke rumahnya.

Tante Anna tampak berdiri cemas di depan pintu.

"Lan ....maafkan Mama ... " ucap Anna saat Wulan berjalan masuk ke dalam melewatinya.

Wulan tidak memperdulikan ibunya. Hanya air mata menjawab kebenciannya kepada wanita yang telah melahirkannya.

Ibu yang seharusnya menjaga dan memberi nya cinta. Tapi apa kenyataannya. Wanita itu, malah memberinya trauma yang mendalam.

Anna terlihat sedih melihat keadaan putrinya

Wulan masih terlalu muda untuk mengerti keadaannya.

Rasa sepi selalu ditinggal dinas oleh suaminya. Membuat Anna haus akan belaian seorang lelaki.

Apalagi ayah Wulan jarang memberinya nafkah batin.

Dirinya memang hilap karena hasratnya kian menggebu saat bertemu Donni. Lelaki itu sangat menarik dan ramah. Dan dengan Donni pula. Hasratnya terlampiaskan yang selama ini menyiksa.

"Lan ... tolong mengerti keadaan Mamah ... hisk ... hisk ... " Anna melirih menangis terguguk di depan Wulan yang tengah duduk bersandar di sofa.

"Tolong Ma ... Wulan tidak butuh penjelasan dari Mamah, hari ini juga Wulan mau tinggal di rumah Bibi Sari. Wulan tidak mau lagi tinggal disini!" sentak Wulan sambil berlari menuju ke kamarnya lalu mengeluarkan tas besar dari dalam lemari.

"Wulan, jangan tinggalin Mama nak!" pekik Anna sambil menarik kedua tangan Wulan dan menciumi jemarinya.

"Tolong maafkan Mama Wulan ... hanya kamu yang Mama punya di dunia ini ... hiks ...hiks ..." lirih Anna tidak henti- henti menciumi jemari mungil putri tercintanya.

"Lepas Ma?!" Wulan menepis kedua tangan ibunya.

Wulan tak kuasa melihat tangis ibunya. Tapi sakit yang ia rasakan karena ulah ibunya. Masih hangat membekas di dada.

"Mama bisa hidup dengan Papa," ucap Wulan seraya memalingkan wajahnya dari tatapan haru ibunya.

Wulan terisak sambil mengeluarkan satu persatu pakaiannya dari lemari lalu memasukkannya ke dalam tas besar.

"Wulan, jangan tinggalin Mama Nak. Mamah mohon ... maafkan Mamah Nak,"

Anna memohon dan menangis sesegukan meminta Wulan agar tidak pergi dari rumah.

Tapi Wulan tidak menghiraukan tangisannya. Hati kecilnya sebenarnya tidak tega melihat kesedihan ibunya. Tapi jika ia mengingat kejadian tadi. Hati Wulan begitu hancur dan sakit.

Semua pakaiannya di dalam lemari Wulan masukan semua ke dalam tas. Hari itu juga ia harus pergi dari rumah itu dan tinggal di Bandung dengan Bibinya.

Sari adalah adik kandung dari ayahnya. Sejak bayi, Bibi Sari lah yang merawat Wulan saat ibunya ikut ayahnya bertugas di Lampung.

Bagi Wulan, Bibi Sari adalah Ibu keduanya.

Sari sudah menganggap Wulan layaknya Putri kandungnya sendiri. Itu karena Sari belum juga di karuniai seorang anak. Dan karena lama menanti kehadiran seorang anak. Suami Sari lantas menceraikannya.

Beruntung suaminya memberinya ruko untuk menopang kehidupannya di masa depan.

"Wulan pergi dulu Ma. Jaga diri Mama ... " ucap Wulan sambil berderai air mata mengiringi kepergiannya.

"Wulan ... !! Anna menjerit mengejar putrinya.

Sayang Wulan sudah pergi hilang dari pandangannya.

11 November 1985

Hari itu hari terakhir cintanya bersama Donni. Dan Takkan pernah Wulan lupakan.

Cintanya pupus sudah.

Ibunya kandungnya sendiri begitu tega merenggut semua kebahagiannya.

Pergi menaiki angkutan umum. Wulan pergi meninggalkan semua kenangan pahitnya.

*

*

*

Anna duduk menyendiri di kamar menangisi kepergian putri mungilnya.

Hanya karena nafsu sesaat. Ia kehilangan mutiara terindah dari genggamannya.

Gadis mungilnya telah pergi.

Tidak ada lagi yang tersisa. Mencintai Donni hanya membawa malapetaka akhirnya. Menyesal pun tiada guna.

Anna pun akan menyusul suaminya yang sedang bertugas di Bogor. Ia tidak mau lagi tinggal di rumah itu tanpa ada Wulan.

*

Keesokan paginya. Anna telah membereskan semuanya. Hari itu juga ia akan pergi.

Sebelum pergi. Anna menitipkan kunci rumah kepada temannya yang berada di belakang rumahnya.

Anna pun berniat akan menjual rumah itu secepatnya.

*

*

*

Hampir satu Minggu Donni tidak menemui Wulan.

Sejak kejadian itu. Donni terlihat murung tak bersemangat.

Rasa bersalah terhadap Wulan terus menghantuinya.

Karena ulah Tante Anna. Donni telah menyakiti gadis yang sangat ia sayang.

"Aa, gak kerja?"

Suara berisik Tina membuyarkan lamunan Donni.

"Apaan sih Tin! Bikin kaget Aa, udah sana," tegur Donni kesal.

Tina adiknya selalu saja mengganggunya.

"Ih. Ditanya malah marah- marah. Putus cinta, ya?" sindir Tina ketus.

Donni mendengus kasar.

"Bisa diam gak, sih?" tegur Donni seraya bangkit berdiri lalu melirik jam tangannya.

"Dari tadi Aa lihat jam terus. Ada janji, ya?" Tini terus berceloteh mengganggu Donni yang sedang gelisah karena selalu teringat akan Wulan. Terutama gadis Arogan yang telah meludahi wajahnya.

"Eh Tin. Kamu tahu, gak? Sama gadis yang dekat rumah Bu RW?" tanya Donni. Mudah-mudahan adiknya mengetahui gadis itu.

"Gadis yang mana, sih? Namanya siapa?" Tina balik bertanya.

"Kalau Aa tahu, gak mungkin Aa nanya sama kamu atuh Tin!" ujar Donni ketus.

"Dih. Gitu aja marah, memangnya kenapa dengan gadis itu? Aa naksir, ya?" ejek Tina seraya menyenggol tubuh Donni dengan bahunya.

"Ih amit- amit!" kecam Donni dengan raut wajah pucat. Sekilas ingatannya kembali pada sikap kasar gadis itu.

"Hahahaha ... gak salah A. Sejak kapan Aa benci sama gadis, biasanya Aa yang mengejar mereka. Ini malah bilang amit-amit. Aa diapain sih, sama gadis itu. Sampai bilang amit-amit," Tina tertawa terbahak mendapati sikap kakaknya yang tak biasa.

"Sudah ah! Aa malas ngomong sama kamu, selalu saja mengejek Aa," ujar Donni buru-buru pergi ke kamar mandi.

Tina geleng-geleng kepala sambil tersenyum tipis melihat sikap kakaknya.

Selesai mandi. Donni bersiap pergi ke kantor. Ibunya sudah menyiapkan sarapan pagi.

*

*

*

Jam sudah bergerak pukul tujuh malam. Jam kantor sudah usai sejak jam lima sore tadi. Tapi karena kerjaan numpuk terpaksa Donni selesaikan hari itu juga.

Pulang dari kantor. Donni akan menyempatkan mampir ke rumah Wulan. Mudah-mudahan Wulan sudah meredam amarahnya dan mau memaafkan perbuatannya.

Suasana jalanan menuju rumah Wulan tampak lengang dan sepi.

Tepat di depan rumah Wulan Donni menghentikan laju motornya.

Rumah Wulan gelap gulita, pintunya pun tergembok.

"Kemana Wulan ... " Donni berguman.

Raut wajah Donni sekilas berubah sendu.

Seminggu setelah kejadian itu. Donni tidak berani menemui Wulan maupun Tante Anna. Dirinya takut terjadi hal yang tidak diinginkan lagi.

Donni sadar. Perbuatannya tidak mungkin di maafkan. Wulan pasti sakit hati dan pergi. Pikir Deni.

Begitupun dengan Tante Anna. Wulan pasti berseteru hebat dengan ibunya.

Meski Deni penasaran. Kemana Wulan dan Tante Anna pergi. Tapi dirinya merasa tak pantas untuk di maafkan.

Donni pun memutar arah motornya untuk pulang.

Di sepanjang jalan. Pikiran Donni di hantui rasa bersalah terhadap Wulan.

Tepat di belokan jalan. Donni melihat seorang gadis berjalan sendirian memakai jaket hitam.

Ada mangsa nih!

Sifat buaya Donni timbul seketika.

Malam- malam ada cewek berjalan sendiri.

Sasaran empuk nih!

"Hai ...jalan sendirian aja. Saya antar, ya?"sapa Donni mengekori gadis itu dari belakang.

Gadis itu menoleh perlahan ke arah Donni. Mata bulat gadis itu melotot pada matanya

Tentu saja Donni ketakutan melihat mata gadis itu.

Tapi Donni sepertinya tidak asing dengan wajahnya.

Karena suasana malam gelap. Donni penasaran dengan wajah Gadis itu. Iapun turun dari motor untuk memastikan apakah gadis itu cantik atau tidak.

Gadis itu berdiri terpaku saat Donni mendekatinya.

"Hai, boleh kenalan!" sapa Donni sambil mengulurkan tangannya dan menyelidiki wajah Gadis itu.

PLAAKK!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Donni. Sontak Donni kaget setengah mati.

"Heh bajingan!"

Mata Donni terbuka lebar saat wajah Gadis itu terlihat jelas.

"Astaga!"

Donni mundur beberapa langkah. Gadis itu tenyata Gadis yang sama yang telah meludahi wajahnya.

Lantas Gadis itu mendekat. Mengacungkan satu jarinya tepat di muka Donni.

"Jangan tampakkan lagi wajahmu di hadapanku! Aku jijik lihat kamu! Ciihh!" ujar Gadis itu mengancam.

Mata Donni terbelalak melihat Gadis arogan itu. Seumur hidupnya baru kali ini ia di tampar seseorang. Sungguh malam itu. Donni merasa jatuh harganya dirinya oleh Gadis yang dua kali bersikap kasar padanya.

Biasanya para Gadis akan langsung nyangkut ketika Donni menggodanya. Tapi berbeda dengan Gadis ini. Dari pertama bertemu, Gadis itu sudah menunjukkan sifat arogannya.

Gila kali, ya? Nih cewek!

Gadis itu lantas pergi setelah mengancam dan menampar Donni.

Tentu saja Donni tidak terima dengan perlakuan kasarnya.

Memangnya siapa dia? Bidadari!

Dengan cepat Donni mengejar Gadis yang berjalan terburu-buru itu. Lalu Donni meraih kuat bahu Gadis itu.

"Tunggu!" bentak Donni dengan amarah meluap-luap.