webnovel

Nama Serupa

Pria bertubuh tinggi, kurus dengan lesung pipi disebelah pipi kanannya itu melahap makanan yang dipesannya dengan sangat lahap.

Sementara Vina dibuat heran dengan kelahapan pemuda itu menyantap makanannya. Terlihat seperti seseorang yang tidak makan bebeberapa hari saja. "Jangan cepat-cepat kalau makan, nanti kesedak." Ujar Vina mengingatkan sambil mengaduk-aduk jus jeruk menggunakan sedotan.

"Iya mbak maaf, saya belum makan dari pagi." Jawab pemuda itu dengan mulut tersumpal makanan.

Melihat pakaian putih hitam yang lusuh dikenakannya, Vina teringat bahwa pria yang ada didepannya itu sedang berjuang untuk mencari pekerjaan pada hari ini.

"Oh ya, gimana lamaran kerja kamu? Apakah kamu diterima?" tanya Vina disela perbincangan mereka.

Glek ... glek ... glek

Meneguk separuh es teh dari yang semula utuh.

"Tidak mbak, saya gagal. Karena tadi saya terlambat datang. Akhirnya saya di diskualifikasi dalam seleksi interview kerja." jawabnya dengan santai dan melanjutkan makan.

Walaupun begitu, hati Vina merasa bersalah. Karena dirinyalah, pemuda itu kehilangan kesempatan untuk ikut dalam proses seleksi karyawan baru.

"Memangnya kamu melamar kerja dimana?" tanya Vina dengan tangan sebelah menyangga dagu lancipnya

"Tuh disitu."

Menunjuk kearah perusahaan depan warung.

Sontak Vina pun kaget. "Di depan situ kamu maksud?"

Pria itu mengangguk. "Iya benar didepan situ."

Vina pun jadi teringat akan suara yang sempat terdengat tidak asing ditelinganya saat hendak masuk ke ruangan kerja saat itu. "Apa, benar dia tadi ikut seleksi OB? Lalu kenapa Laila melarangnya masuk?" gumam Vina semakin dihantui merasa bersalah telah menghalangi rezeki orang lain karena dirinya

Tanpa berfikir panjang, Vina langsung beranjak berdiri dari tempat duduknya, dan menarik tiba-tiba tangan pemuda tersebut untuk pergi dari warung makan itu. Tidak lupa, Vina meletakkan dua pecahan uang lima puluh ribu diatas meja.

"Eh, mbak mau kemana? Makan saya belum habis nih. Mubadzir kan kalau tidak saya habiskan." ujar pemuda itu dengan ucapannya tidak jelas karena mulut yang penuh dengan makanan.

"Ditelan dulu makanannya, dan sekarang kamu ikut saya!"

Vina menarik tangan pria itu hingga sampai masuk keruang kerjanya. Tidak tersadar, bahwa perlakuan Vina menjadi sorotan setiap karyawan yang melihatnya.

Dan lagi, karyawan Vina terheran dengan kelakuan bosnya itu.

"Ih tumben bu Vina mau gandeng sama cowok. Bukannya tiap bareng cowok, bu Vina selalu menolak." Bisik salah satu pegawai resepsionis bersama dengan satpam yang berjaga di ruang lobi.

"Ada apa ini? Kenapa rame-rame dan pada saling berbisik?" sang supervisor datang dengan beberapa berkas ditangannga. Pria berkemeja merah dengan rambut klimis itu salah satu pria yang sedang berusaba mendekati Vina sampai saat ini. Sering kali pria itu bersikap manis pada Vina walaupun Vina selalu cuek kepadanya.

"Itu pak, bu bos seperti menarik paksa seorang laki-laki menuju ke ruangannya." Jawab pegawai resepsionis

"Lelaki? Siapa dia? Karyawan sini juga?"

"Tidak pak. Sepertinya bukan karyawan sini. Pakaiannya saja acak-acakan. Entah siapa saya juga tidak mengenalnya. Baru saja bertemu hari ini." Jawab petugas resepsionis.

Hati pria berkemeja merah merasa cemburu, akhirnya karena dirinya rasa penasaran, ia menuju ke ruangan Vina untuk memastikan sendiri.

.

.

.

.

"Kenapa saya dibawa keruangan ini? Apa maksudnya?" Tanya pemuda itu bingung. sembari kedua bola matanya berputar seraya mengamati ruangan yang cukup megah untuk seorang pimpinan.

"Ssstt! Udah kamu diam saja. Duduk di situ! Kita akan menunggu seseorang." Jawab Vina meminta pemuda itu untuk tenang.

Sedangkan pria berkemeja merah tadi, telah sampai di lantai dua dimana ruang pimpinan berada, ia sengaja menguping setelah mendengar suara berisik dari dalam ruang pimpinan.

"Siapa sih pria itu sebenarnya? Kenapa bu Vina tiba-tiba membawa masuk pria itu kedalam ruangannya?" gumamnya didepan ruangan Vina.

Saking hikmatnya menguping, seraya mencari jawaban atas pertanyaan yang ada dikepalanya, tiba-tiba pria berkemeja merah itu merasakan ada seseorang yang menepuk pundaknya dua kali.

"Duh, ngapain sih kamu ganggu saya!?" Menggerak-gerakkan kedua pundaknya tanpa melihat siapa yang melakukannya.

"Maaf pak, bapak menghalangi jalan masuk saya. Saya diminta untuk masuk kedalam ruang ibu Vina sekarang juga." Ucap Laila dengan beberapa map berkas yang ditangannya.

Pria itu langsung berbalik badan setelah mendengar bahwa sekretaris boslah yang menepuk pundaknya.

"Eh, eh tapi jangan bilang ke bu Vina kalau saya nguping didepan ruangannya ya. Awas kamu!" Ancamnya berbisik. Pria itu seakan takut jika aksinya sampai ketahuan Vina. Ia tidak ingin menanggung malu saat bertemu dengan Vina nantinya.

Malah sekretaris imut Vina itu tersenyum tipis seraya menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya. Seolah ia menertawakan kekonyolan supervisor perusahaan itu yang malu-malu tapi mau itu.

"Oke deh pak, siap. Beres pokoknya. Tapi jangan lupa traktir bakso di kantin." Bisiknya sedikit berjinjit kepada pria yang lebih tinggi darinya.

***

Tok...tok...tok

"Permisi bu. Bu Vina memanggil saya?"

"Sini kamu Laila." Melambaikan tangannya memanggil Laila untuk lebih mendekat kearahnya. "Pada saat perekrutan, apakah masih ada kandidat yang datang namun belum kamu minta masuk malah kamu usir?"

"Emm, tidak bu. Memangnya kenapa?" Jawab Laila sambil menyerahkan berkas yang ada ditangannya.

"Ah yang benar? Kamu jangan bohong sama saya ya." selidik Vina.

Lalila pun mulai mengingat sejenak. Dan akhirnya ia mengingat saat ada kandidat yang sempat datang terlambat namun terkena diskualifikasi. "Iya bu, saya baru mengingatnya. Tadi ada seseorang laki-laki karena terlambat datang maka dari itu, saya tidak perkenankan beliau masuk." jawab Laila lirih. Sedikit ketakutan karena ia takut jika bosnya akan memarahinya.

"Apakah ini orangnya?" Vina menunjuk pria muda bersamanya pada sekertarisnya itu.

"I-iya bu benar. Maafkan saya mas. Saya hanya menjalankan aturan saja." Ucap Laila sambil menunduk.

"Iya mbak. Memang saya yang salah. Harusnya saya bisa datang tepat waktu."jawab pemuda itu.

Setelah Vina memastikan dan mendapatkan jawaban atas suara yang sempat ia dengar itu, akhirnya Vina meminta Laila pergi dari ruangannya, sebab dirinya akan melakukan interview pada pemuda itu saat itu juga.

"Terimaksih penjelasannya Laila, kamu boleh keluar meninggalkan ruangan saya." Seru Vina mempersilahkan sekretarisnya keluar.

Keluarnya Laila dari dalam ruang pimpinan, ia dicegah oleh pria berkemeja merah dibalik dinding persembunyiannya.

"Eh Laila, tunggu dulu. Siapa pria yang bersama bu bos didalam? Dan kamu tidak bilang yang aneh-aneh kan? Apalagi melaporkan bu bos kalau saya nguping pembicaraan mereka." tanya pria itu dengan wajah tegang setengah takut saat Laila terlalu lama untuk memberi jawaban. Sampai wajah si pria tersebut pucat. "Eh ayo jawab jangan diam saja."

Laila yang menahan tertawa akhirnya terlepas juga. Laila tertawa lebar saat melihat supervisor yang sok garang tapi nyali kecil itu. "Aduh pak, pak. Tenang saja. Saya tidak melaporkan tentang bapak yang sedang memburu cinta bu Vina." Jawab Laila pergi berjalan meninggalkan pria tersebut. "Ada-ada saja tingkah supervisor itu. Wajah garang, tapi nyali ciut. Lagipula bu Vina kan hati batu kalau soal cinta." Gumam Laila

Diruangannya Vina mulai menginterviw pemuda tersebut. Karena pemuda itu sudah membantunya dan ia merasa bersalah atas ditolaknya mengijuti seleksi kandidat. Akhirnya Vina melakukan interview tersendiri bagi pemuda tersebut.

"Sebelumnya saya minta maaf atas sikap karyawan saya. Perkenalkan nama saya ibu Vina nur febriani selaku pimpinan di perusahaan ini. Kamu terlambat karena menolong saya. Dan sekarang saya juga ingin menolong kamu dengan memberi kesempatan kamu untuk melakukan interview dalam seleksi pencarian karyawan OB di perusahaan saya. Tolong perkenalkan nama kamu!" Seru Vina memulai interview pada pemuda tersebut.

"Terimakasih atas kesempatan yang ibu Vina berikan pada saya. Nama saya Bagaskara Aditama. Pendidikan terakhir saya hanya dijenjang SMP." Jawabnya

"Aditama? Nama itu, kenapa nama pemuda ini sama dengan ayah? Dan wajahnya juga sedikit mirip dengan ayah." gumam Vina.

Sontak Vina pun tertegun saat ia mendengar nama Aditama. Nama itu mengingatkannya dengan mendiang ayahnya yang telah meninggal dunia. Ia pun semakin dibuat tertegun saat Vina memandangi wajah pemuda itu yang sedang menjelaskan tentang dirinya.