webnovel

Fantasi Liar Miraila

Arais mendekatkan tubuhnya pada Miraila. Membuat Miraila panas dingin. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa dan tidak bisa digerakkan. Walaupun sebenarnya dia ingin kabur dari sana, tetapi dia tidak sanggup untuk menjauh.

"Kamu cantik ... kalau operasi plastik. Apa kamu mau operasi plastik dan menyembuhkan suaramu?" ucap Arais di telinga Miraila.

Miraila terdiam. Tak bisa dia mencerna apa yang dikatakan oleh Arais saat ini. Bahkan, apa yang dikatakan oleh Arais tidak sanggup dia mengerti. Ditambah terlalu gugup membuatnya tidak berani menoleh.

Melihat Miraila sangat tegang, Arais menjauh dan membiarkan Miraila sendirian agar bisa bernapas dengan lega. Meski jarak mereka telah beberapa meter, Arais masih memperhatikan Miraila yang masih mematung. Arais pun mencoba acuh dan melepaskan ikatan yang mengikat ikan dengan celananya.

Arais mencari kayu bakar untuk membakar ikan dan membiarkan Miraila kebingungan dengan perasaannya sendiri. Arais yang tidak tahu kalau Miraila mulai menyukainya, bersikap seperti biasa bahkan lebih akrab, tetapi menganggapnya hanya sebatas teman.

Setelah cukup banyak kayu dikumpulkan, Arais meletakkan kayunya di samping tubuh Miraila yang mematung.

Brak

Suara kayu yang cukup keras membuat Miraila tersadar. Dia celingukan dan mencari keberadaan Arais.

Setelah meletakkan kayu-kayu itu di samping Miraila, Arais segera pergi ke sisi sungai. Dia ingin mandi dan dia pun membuka baju serta celana panjangnya hingga menyisakan celana pendek saja.

Dari jauh Miraila bisa melihat tubuh Arais yang putih bersih dengan dada bidang dambaan kaum wanita. Miraila tersenyum melihat tubuh kekar milik Arais yang tidak pernah memberikan kehangatan di ranjang pada siapa pun.

Entahlah, tiba-tiba Miraila berfantasi liar. Membayangkan tubuh kekar itu memeluknya dari depan dengan kuat serta memberinya dorongan yang sangat nikmat saat ingin memberikan keturunan. Miraila membayangkan mereka melakukan hubungan terlarang di gubug reot itu. Ah, sungguh hal yang sangat tidak mungkin terjadi. Bukan saja karena Arais seorang lelaki baik, wajah Miraila pun tidak memikat sama sekali.

'Kamu tampan banget, Arais. Andai aja aku bisa milikin kamu, pasti aku seneng banget,' kata Miraila dalam hati, tak melepas tatapannya pada Arais yang sedang mandi di sungai.

Dia memeluk tubuhnya sendiri, membayangkan Arais ada di depannya. Menggelinjang saat bibir kasar Arais menyentuh lehernya dan dia pun terbawa suasana. Puas bermain di bagian atas, mereka berpindah lebih ke bawah—di puncak kenikmatan. Tak pandang di mana tempatnya, mereka langsung menyalurkan keinginan mereka yang sudah memuncak.

'Berapa lama pun kamu mau, aku akan layani kamu, Arais. Sampai pagi pun aku kuat,' tambah Miraila lagi dalam hati kali ini sambil memejamkan mata. Sungguh, melihat Arais tidak memakai baju pikirannya mendadak kotor.

Sedang berada di puncak, tiba-tiba ada sebuah suara yang mengganggu. Miraila ragu untuk membuka mata, tetapi dia tetap membuka mata.

"Miraila. Miraila ... kamu lagi apa?" kata Arais.

Apa itu suara Arais? Bukankah dia tadi masih ada di sungai, kenapa suaranya terdengar sampai ke sini? Apa Arais bisa teleportasi? Miraila kebingungan. Dia pun membuka mata.

Miraila meringis malu saat melihat Arais ada di depannya. Berdiri dan memandang Miraila dengan heran.

"Kamu lagi apa? Kok, senyum-senyum sendiri? Kamu lagi mimpi?" tanya Arais.

Miraila sangat malu karena ketahuan. Dia pun menundukkan wajahnya, bangun lalu pergi begitu saja meninggalkan Arais yang kebingungan.

Membawa baju dan celana yang basah, Arais terus memperhatikan Miraila yang terlihat aneh. Miraila semakin menjauh. Arais pun mulai mengalihkan perhatiannya pada satu-satunya baju yang dia punya.

Baju yang dia bawa dijemur di dahan pohon yang rindang yang terkena cahaya matahari. Tidak ada baju ganti membuatnya terpaksa memakai baju itu lagi tanpa dicuci terlebih dahulu.

"Oh, iya. Dompetku masih ada gak ya?" Arais mempunyai kebiasaan menyimpan dompet di celana pendek yang biasa dia pakai untuk rangkapan. Dia pun mencari di sana dan ternyata ada.

"Untung masih ada. Aku bisa beli baju dengan ini dan bisa mengacaukan rencana Iranela dan Papa."

***

Arais baru saja pulang dari pasar, dia mengambil uang cukup banyak. Selain untuk membeli baju-bajunya, dia juga membelikan baju untuk Miraila.

"Aku udah beli baju untuk kamu. Semoga cocok, kamu pakai, ya?" ucap Arais saat memberikan sebuah tas plastik berisi baju. Dia tak tega melihat Miraila selalu memakai baju itu-itu saja.

Miraila menerima baju itu dengan senang hati. Walaupun dia masih malu akibat ketahuan saat membayangkan yang tidak-tidak, dia berusaha sebiasa mungkin.

"Oh, iya. Aku juga udah sewa rumah di kota untuk kita tinggal. Kita gak mungkin tetap tinggal di sini sementara kita harus balas dendam sama mereka. Kita butuh tempat yang lebih dekat dengan mereka. Kamu mau 'kan ikut dengan aku tinggal di kota?" Kembali Arais mengutarakan keinginannya.

Miraila terdiam. Dia ragu dan juga tidak mau dihina lagi karena penampilan wajahnya buruk rupa. Miraila pun menundukkan wajahnya. Jika mereka hidup di tengah kota, sudah pasti dia harus bertemu dengan banyak orang dan Miraila tidak suka itu.

"Kamu gak PD dengan keadaan kamu, ya? Tenang. Aku udah siapin dana untuk membuat wajah kamu cantik. Kamu juga bisa bicara lagi. Jadi tadi aku ketemu sama dokter dan dia bilang kalau dia bisa operasi plastik sama bikin suara orang balik lagi. Kamu dulu bisa bicara 'kan?" Arais memastikan.

Miraila mengangguk. Dia memang sempat bisa bicara, tetapi karena kecelakaan, suaranya tiba-tiba serak dan berubah. Karena tidak percaya diri dengan suaranya yang tidak bagus dan serak, Miraila memutuskan untuk tidak bicara.

"Jadi besok kita bisa operasi plastik dan obatin suara kamu. Gimana, kamu mau gak?"

Miraila tersenyum kegirangan mendengar semua itu. Akhirnya impiannya untuk cantik bisa terwujud. Miraila pun mengangguk dan mereka bersiap untuk menemui dokter tersebut.

***

Arais dan Miraila sudah sampai di kafe di mana mereka janjian dengan dokter yang akan menangani masalah penampilan Miraila. Miraila sudah tidak sabar melihat penampilannya yang baru. Namun, untuk sekarang dia masih menyembunyikan wajahnya di balik selendang panjang.

"Tuan Arais, jadi siapa yang akan melakukan operasi plastik?" tanya dokter berumur tiga puluh tahun itu.

Arais yang saat itu sedang duduk bersama Miraila langsung melirik ke arah gadis itu.

"Kamu udah siap operasi?" tanya Arais pada Miraila. Miraila mengangguk pelan. Dia ingin sekali bersosialisasi dengan banyak orang tanpa merasa malu. Dia pun ingin membuktikan pada orang-orang yang pernah menghinanya kalau dia bisa cantik dan sukses.

Arais pun kembali menghadap pada dokter tersebut.

"Dia namanya Miraila. Dia mengalami tanda lahir di wajahnya dan dia juga gak bisa ngomong. Apa Dokter bisa bantu dia untuk sembuh? Bisa bicara dan cantik." Arais menjelaskan dan menaruh harapan tinggi pada dokter tersebut.

Miraila mengangguk pelan dan tersenyum malu-malu sambil menutup sebagian wajahnya dengan selendang yang menutupi wajah. Dia sadar kalau dirinya tidak pantas untuk dilihat.

"Dia? Maaf, apa Anda mengalami bisu sejak lahir atau bisu karena sakit?" tanya dokter lebih teliti.

Miraila melirik Arais dengan tatapan kebingungan. Arais hanya tahu sedikit, tetapi dia tahu harus bicara apa.

"Dokter bisa periksa saja di rumah sakit apakah bisa disembuhkan atau tidak bisu yang dialami Miraila. Aku kira Dokter orang yang pintar, pasti bisa mengobati semuanya." Arais menjawab dan menaruh harapan besar pada dokter tersebut.

Iya, Arais berharap Miraila bisa bicara. Karena komunikasi lewat tulisan sangat merepotkan. Dia ingin segera mendapatkan jawaban di saat dia membutuhkan.

"Baiklah kalau begitu lebih baik kita periksa sekarang saja. Jika semuanya bisa disembuhkan, pasti akan saya sembuhkan."

Mereka bertiga pergi ke rumah sakit di mana dokter itu bekerja. Bukan saja tempatnya bekerja, rumah sakit itu juga miliknya pribadi yang sengaja dioperasioanalkan untuk umum.

Setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dokter menemui Arais yang sudah lama menunggu di ruang tunggu.

"Semua pemeriksaan sudah dilakukan dan sepertinya Miraila bisa menjalani operasi pita suara dan wajah," kata dokter pada Arais.

"Bagus. Sebentar lagi permainan akan dimulai ."