webnovel

Balas Dendam

Dony bingung. Apakah yang menelponnya adalah Arais yang asli? Kenapa sangat berbeda dengan yang dulu dia kenal? Namun, dia penasaran.

"I—iya, Pak. Bisa. Kapan aku bisa temui Pak Arais?" jawab Dony dengan terbata-bata.

"Sekarang. Akan aku kirim alamatnya."

Nut

Arais langsung mematikan ponselnya lalu mengirim alamat rumahnya yang baru. Dony pegawai yang nurut dan bisa dipercaya. Selama bekerja dengan Dony, Arais merasa sangat senang. Dony tidak pernah mengecewakan, itulah alasan dirinya menghubungi Dony lagi.

Arais yang saat itu berada di ruang tunggu, bertemu dengan suster.

"Suster. Aku ada urusan. Jika ada apa-apa tentang Miraila, hubungi aku di nomor telpon ini." Arais memberikan nomor telponnya pada sebuah kertas kecil.

Setelah itu, dia langsung pulang ke kontrakan barunya. Di sana dia menunggu setengah jam. Bukan waktu yang lama karena dia juga sekalian mengurus urusan lainnya. Beberapa barang-barang yang dia butuhkan untuk membangun kembali perusahaannya dari nol tanpa bantuan ayahnya.

Dony sampai di sebuah rumah kecil yang ada di tengah kota. Dia ragu apakah benar rumah yang sedang dia lihat, tempat Arais yang baru.

"Alamatnya, sih, bener. Tapi apa mungkin Pak Arais tinggal di rumah sekecil ini?" gumam Dony sambil mencocokan sebuah alamat yang dikirim Arais padanya.

Meski ragu, Dony tetap mendekat dan mengetuk pintu.

Tok tok tok

"Permisi, Pak Arais?" sapa Dony ragu.

Tak lama pintu pun terbuka. Terlihat Arais yang berwajah pasi dengan tubuh yang terlihat lebih tirus.

"Masuk," suruh Arais dengan menggerakkan kepalanya.

Dony pun masuk tanpa membantah. "Maaf, Pak. Aku telat," kata Dony setelah dia berada di dalam rumah kontrakan tanpa kursi itu.

Arais sengaja memilih kontrakan yang kecil agar Pranaya dan Iranela tidak mengetahui keberadaannya. Dengan begitu, Arais bisa berbuat semua sesuka hati.

"Kamu masih setia sama aku, Dony?" tanya Arais menginterogasi.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Dony mendadak gemetar. Apa maksud Arais mengatakan semua itu padanya?

"M—masih, Pak. Memangnya kenapa?" tanya Dony memberanikan diri.

"Bagus. Aku mau buka perusahaan baru. Kamu urus semuanya dari nol. Apa kamu bisa?"

Dony tercengang. Bertemu lagi setelah sekian lama menghilang saja masih membuat Dony tidak percaya, apalagi disuruh mengurus perusahaan baru yang pastinya akan butuh waktu dan tenaga ekstra.

"Buka perusahaan baru, Pak? Emangnya perusahaan yang dulu gimana?" Walau takut, Dony harus tahu alasannya. Dia tidak mau kerja tanpa tahu asal usulnya dari awal membangun.

Arais melirik Dony dengan tatapan dingin. Melihat tatapan itu Dony terasa tercekik. Sorot mata Arais menunjukkan kalau dia tidak ingin ditanya apa-apa.

"Kamu bisa atau gak? Kalo kamu gak bisa, aku bisa cari yang lain," jawab Arais tegas. Dia tidak mau banyak ditanya.

Tidak masalah mencari orang baru. Asal ada uang, semuanya lancar.

"I—iya, Pak. Aku bisa. Akan aku urus perusahaan baru Pak Arais." Terpaksa Dony mengiyakan. Walaupun sebenarnya dia tidak yakin untuk mengambil pekerjaan ini karena dia masih ada sangkut paut dengan perusahaan Arais dulu di bawah pimpinan Pranaya.

Namun, dia sudah memutuskan untuk menerima pekerjaan itu. Dia pikir itu bagian dari cabang perusahaan Pranaya yang baru juga. Tidak masalah jika dia mengurus semuanya dari awal. Dia juga sudah hapal dan paham bagaimana mengurus perusahaan dari awal sampai beroperasi.

Selama satu bulan Dony dan Arais sibuk mengurus perusahaan baru mereka. Bermodal sepuluh milyar, Arais nekad menunjukkan dirinya yang sudah berpisah dari ayahnya.

"Ok. Sementara kita sewa kantor dulu. Kita sudah siap memulai berdebut dengan dunia luar yang sangat sadis." Arais menunjukkan seringai licik dari wajahnya.

Dony mencium sebuah keanehan. Arais yang santun sudah hilang. Yang ada Arais yang jahat yang dingin . Ada apa? Apa yang sebenarnya terjadi pada Arais?

"Pak. Maaf. Kita kan butuh investor dan rekan bisnis. Ke mana kita akan mencarinya?" Dony bertanya dengan gemetar.

Walaupun sudah dua bulan bekerja lagi dengan Arais, dia masih saja belum terbiasa dengan sikap dingin Arais yang baru dia lihat akhir-akhir ini.

"Armour Estetik. Kita incar perusahaan terbesar itu." Arais sangat yakin.

"Armour Estetik. Salah satu relasi incaran para perusahaan. Dia ternyata lagi cari partert bisnis ... bagus. Aku gak akan sia-siain kesempatan ini. Aku akan buat Armour Estetik meninggalkan perusahaan Zuyo Group. Dia akan menjadi relasiku nanti," seru Arais lirih.

"Armour Estetik itu perusahaan besar, Pak. Mana mungkin perusahaan kita yang baru menetas ini bisa memenangkan proyek dari Armour Estetik. Apalagi ada perusahaan Anda yang dulu. Hmmm, maksudku perusahaan Pak Pranaya." Dony langsung meralat ucapannya saat mengatakan tentang perusahaan Pranaya.

Dia menyadari kalau ada sesuatu yang terjadi di antara anak dan ayah itu.

"Kita akan merintis perusahaan ini hingga bisa sebesar perusahaan lain. Aku yakin perusahaan kita bisa bersaing di dunia bisnis yang kejam ini. Siapkan materi presentasi untuk diberikan pada Armour Estetik besok. Buat sebagus mungkin. Aku gak mau proyek itu jatuh ke tangan orang lain. Paham!"

Arais menatap ke luar jendela kantornya yang masih kecil. Ada banyak taktik yang bisa dia lakukan untuk menghancurkan ayahnya.

Dony berada di luar ruangan, sedangkan Arais masih berada di dalam. Dony sedang mengajari karyawan baru.

Besok dia akan mengajukan presentasi dengan Armour Estetic, Arais pun kembali mengatur siasat agar bisa mengambil proyek itu.

"Aku akan menghubungi teman Bragi. Dia sepertinya lebih suka uang daripada kesetiaan."

Arais menghubungi teman Bragi. "Aku akan beri kamu seratus juta jika kamu berhasil menghancurkan proyek Zuyo Group yang ada di Sumatera Utara yang sedang dipegang Bragi. Lima puluh juta akan aku transfer sebagai uang muka. Sisanya aku berikan setelah proyek hancur dan proyek itu berpindah ke tanganku."

Mendengar seratus juta, jantung siapa yang tidak berdetak lebih cepat. Untuk orang kaya itu biasa. Namun, untuk kuli bangunan itu nominal yang sangat fantastis. Tanpa pikir panjang, dia pun mengiyakan tawaran itu.

"Dalam beberapa jam Anda akan mendengar kabar kehancuran proyek Zuyo Group dan saya pastikan proyeknya akan berada di tangan Anda. Apa nama perusahaan Anda?"

"Armail Estate. Kirim nomor rekeningnya ke aku dan aku akan kirim uangnya padamu. Jangan berani macam-macam denganku. Atau kamu akan menyesal," ancam Arais tak mau disepelekan.

"Jangan khawatir Tuan. Anda bisa pegang ucapanku. Kalau proyek itu tidak bisa Anda dapatkan, saya akan kembalikan uang Anda dua kali lipat."

"Aku pegang ucapanmu."

Orang itu mengirim nomor rekening dan Arais pun mengirim lima puluh juta padanya.

Bekerja di proyek yang sama dengan Bragi membuatnya mempunyai nilai lebih untuk menghancurkan proyek Zuyo Group.